"Woy, Xel! Sini dulu lo."
Aku mematung di tempat, rasanya tidak berani berbalik saat laki-laki yang sok akrab ini memanggil seseorang yang sangat tidak ingin kutemui.
"Kenapa sih lo, Ngga. Gue nggak budek sampai harus lo teriakin." suara dari seseorang yang kini berdiri di sampingku membuatku berdesir, getar yang sama seperti dulu yang aku rasakan setiap kali mendengar suaranya masih sama kurasakan.
Tapi sayangnya getar rasa itu kini di barengi dengan rasa perihnya penolakan dan kata-kata pedas yang pernah terlontar darinya. Sungguh menyesakkan.
Sosok di depanku kini menunjukku, membuat Mas Axel kini menatapku yang sama sekali tidak menoleh padanya, "siapa sih dia ini, keknya familiar banget, dan waktu lihat wajahnya, gue malah keinget lo. Ini teman lo bukan, sih?"
Aku berdeham, menetralkan hatiku yang sudah campur aduk rasanya, antara benci, sebal, dan sisa getaran rasa di masa lalu.
Bayangan ingatan bagaimana dia memperlakukanku dengan tidak baik saat tahu aku mempunyai rasa terhadapnya, berkelebat memupuskan perasaan yang masih tertinggal.
Aysha, jangan kalah dengan rasa. Dia pernah mencemoohmu karena kamu buruk di matanya bukan, maka sekarang tunjukkan padanya, jika si buruk rupa sudah berubah.
Aku menoleh, tersenyum datar menatap sosok yang kini terbelalak tidak percaya, dan melihat bagaimana dia terkejut saat melihatku aku tahu jika kehadiranku di sini adalah hal yang tidak di sangkanya.
Dia masih sama, seorang yang dulunya kukenal Letnan Dua Axel Heryawan kini sudah menjadi seorang Lettu, tidak ada yang berubah darinya, dia masih seorang Axel Heryawan yang mempunyai aura pemimpin kuat seperti Mamanya dan memiliki wajah menawan seperti Om Arga yang semakin matang.
Sekarang seiring dengan usianya yang semakin matang, Mas Axel jauh lebih dewasa, benar-benar gambaran seorang Pangeran di dunia nyata.
Kini aku menyadari, kenapa dia dulu bisa dengan mudah mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, dia seolah menyadarkanku jika seorang yang sempurna sepertinya tidak akan pernah mengizinkan seorang dekil seperti Aysha dulu menyalahartikan kedekatan keluarga kami.
Tanpa sadar aku tertawa kecil melihat Mas Axel yang kehilangan kata-kata, berulang kali dia mengerjap, bibir itu berulang kali terbuka, hendak berucap, tapi kembali dia urungkan kembali, seolah meyakinkan dirinya jika yang ada di depannya benar-benar seorang Aysha.
Aysha yang dia labeli sebagai perempuan culun dan tidak tahu diri, manja dan juga tidak bisa mengurus dirinya selayaknya Putri seorang Fadhilah.
Sebegitu berubahkah diriku di mata orang lain.Tanganku terangkat, terjulur padanya yang masih kebingungan, "Hello, Mas Axel. Masih ingat dengan Aysha Fadhilah?"
Mas Axel hanya memperhatikan tanganku di tengah keterkejutannya, wajah tegasnya benar-benar hilang berganti dengan wajah linglung.
"Aysha? Anaknya Om Aria?"
Aku mengangguk, menarik kembali tanganku yang tidak kunjung di sambutnya, ternyata memang benar, dia masih Mas Axel yang sama, masih sosok yang begitu enggan bersentuhan denganku, membuat moodku hancur seketika.
"Iya, ada berapa banyak Aysha di sekelilingmu, Mas Axel. Mau tambah pertanyaan Aysha yang dulunya dekil, si culun dengan fashion jadul dan kacamata tebal di baris pertanyaanmu?"
Mungkin kata-kataku terlalu pedas untuk kali pertama pertemuan ini, tapi melihat bagaimana dia hanya memelototiku membuatku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan kalimat sarkas.
"Damn! Gue inget sekarang, lo cewek yang kek Betty Lavea, kan? Dia yang sering lo ceritain karena culun kan, Xel. Yang fotonya ada banyak fi rumah lo." suara keras dari sosok yang nyaris serupa dengan Mas Axel ini membuatku mengalihkan perhatian, terlebih saat dia dengan lantang tanpa rasa berdosa menyebutkan ejekanku dulu.
Aku tersenyum miris, ejekan tersebut mengingatkanku pada masa laluku, di mana bullyan tentang penampilan mewarnai hidupku sehari-hari.
Di saat itulah, aku merasa kebaikan Mas Axel adalah satu-satunya hal baik di dunia ini yang aku miliki, persahabatan kedua orang tua kami yang turun pada kami berdua, sikap baik yang ternyata hanya pura-pura, dan bodohnya sikap baik itu justru berujung pada cinta dan patah hati pertamaku.
"Ya, itu gue. Memangnya kenapa?" bahkan bibirku sampai bergetar saat mengucapkannya, seolah ada bongkahan besar di dadaku yang turut terenggut saat mengingat kejadian menyakitkan di tempo hari.
Laki-laki itu berdecak kagum, mata yang nyaris serupa dengan Mas Axel itu kini berbinar hangat, dengan antusias dia mengulurkan tangannya padaku.
"Waaahh, siapa sangka, cewek culun yang ada di potret Tante Au kini berubah jadi Bidadari secantik ini. Nyesel dah tuh mereka yang pernah ngatain lo Betty Lavea downgrade. Pantas saja gue ngerasa kalo sering banget lihat wajah lo."
Aku tertawa mendengar gombalan pasaran darinya, tidak sedikit laki-laki rekan Bisnisku yang melontarkan kalimat tersebut untuk menggodaku, bukan hal baru yang membuatku tercengang.
Dasar buaya, tidak bisa melihat wajah glowing sedikit, kayak gitu bisa-bisanya ngomong kalo cinta nggak mandang rupa.
Preeet, tai kucing.
Ku sambut uluran tangan darinya, membuat wajah tampan itu semakin lebar tersenyum.
"Perkenalkan Nona Aysha Fadhilah, nama saya Anggara Heryawan." Heryawan lainnya, I see, pantas saja aku melihat kemiripan di antara dua laki-laki yang ada di depanku ini. Dan dengan entengnya Anggara menarik Mas Axel yang sedari tadi ku acuhkan ke dalam rangkulannya, bromance yang begitu manis sebenarnya. "Dan saya, Kakak sepupu dari Letnan ini."
"Senang berkenalan dengan Anda, Mas Angga."
Ya, senang saat seseorang menghargaiku. Bukan sepertias Axel yang hanya plonga-plongo seperti orang bodoh sejak tadi. Bahkan dengan jahatnya hanya untuk menjabat tanganku saja dia tidak mau.
Membuatku menyesal harus menyapanya lebih dahulu.
Aku mencibir, kesal sendiri karena hal yang seharusnya sudah bisa kuperkirakan ini. Hal yang membuat Anggara melihatku dengan keheranan, di tambah dengan suasana canggung yang terjadi di antara aku dan Mas Axel mengundang rasa herannya, dan sepertinya Anggara bukan tipe orang yang suka memendam sesuatu, karena dengan wajah penasaran dia menyuarakan keheranannya tersebut.
"Apa aku salah jika mengatakan kalian terlihat begitu canggung? Apa ada masalah di antara kalian berdua? Bukannya keluarga kalian berhubungan baik, melihat potretmu ada di rumah Om Arga sudah pasti kamu bukan orang asing di keluarga Axel."
Kembali aku tertawa, sungguh kejujuran dan mulut cablak Anggara begitu lucu di tengah kecanggungan antara aku dan Mas Axel, sepertinya dia sadar jika sedari tadi Mas Axel kehilangan kata karena terkejut dan aku yang hampir selalu tidak mau melihat ke arah pemberi lukaku tersebut.
"Aku bukan tidak ingin bersikap baik, tapi ada seseorang di masa lalu yang bilang jika aku tidak boleh mengganggunya, jadi menyapa dan menegur seperlunya sudah cukup."
Aku tersenyum kecil pada Mas Axel, jika dulu aku hanya diam saat di cemoohnya, maka kini aku bisa membalik setiap kata-kata yang dulu pernah terlontar dengan dagu yang tegak.
"Bukan begitu Mas Axel?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Aysha
RomansaIni tentang dua Putra seorang Perwira Tinggi Militer, Aysha Fadhilah dan juga Letnan Axel Heryawan. Tentang kisah cinta di antara mereka berdua dan orang-orang di sekeliling mereka, tentang pedihnya cinta pertama, sakitnya sandiwara, dan bahagianya...