Empat

4.3K 643 49
                                    

"Jadi, something wrong antara kamu sama Axel?"

Aku meminum minumanku dengan santai, mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Anggara sembari menatap Mas Axel yang kini bersama dengan teman-temannya yang kukenali sebagai Letingnya di Akmil.

Menemui teman-temannya adalah alasan yang dia berikan olehnya pada Anggara untuk menjauh dari percakapan singkat kami.

Bukan hanya temannya di Pengabdian, tapi juga sosok cantik yang ku kenali sebagai Vera Wiyono, Putri Bungsu dari mantan Gubernur Akmil Gatot Wiyono yang kini bergelayut manja di lengan Mas Axel.

Tanpa sadar berdecak kesal, bukan karena aku cemburu, tapi aku benci kenyataan jika seorang yang curang selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan, lihatlah sekarang, pemicu masalah antara aku dan Mas Axel justru bersanding dengannya.

Jika ada satu kesempatan berbincang dengan orang tua bernama Gatot Wiyono tersebut, ingin rasanya aku memakinya, menceramahinya agar tidak menggunakan otak pintar dan kuasanya sebagai orang tua dan pemimpin, untuk mengelabui gadis naif dan mengadu domba dengan fitnah yang merusak segalanya, beliau tidak tahu, imbas dari ambisi pribadi beliau yang baru kupahami sekarang telah menghancurkan hatiku dengan begitu parah, merusak hari indahku yang tersisa menjadi hal buruk.

Cengkeraman gelas di tanganku mengerat, jika saja suara Anggara tidak kembali terdengar, mungkin tanganku akan menghancurkan gelas yang ku genggam.

"Bodoh amatlah dengan masalah kalian. Kalian sudah besar untuk menyelesaikan masalah kalian." kembali aku hanya mengangguk, kali ini bukan tidak ingin menjawab, tapi aku mengumpulkan nyawaku yang terbang karena kebencian yang menguasaiku. "Kamu mau bertemu dengan Tante Aura, rasanya nggak etis kalo datang ke Pesta Tanteku dan kamu nggak ketemu sama beliau."

Astaga, aku bahkan sampai lupa jika tujuanku kembali datang ke rumah ini adalah bertemu dengan Pasangan Heryawan sahabat Mama dan Papa.

"Kamu baik banget, Ngga." Anggara tertawa mendengar pujianku barusan, memang jika di bandingkan Mas Axel dia memang jauh lebih hangat dan bersahabat.

"Buat perempuan semenawan kamu, apa sih yang nggak."

"Begitukah? Buaya sekali kalimatmu, Tuan Heryawan."

Anggara mendekat, membuat beberapa perempuan yang ada di sekelilingku melihatku dengan pandangan yang membunuh.

"Kamu tahu kalimat apa yang lebih buaya?" bisiknya pelan.

"Apa?" tatapanku terkunci pada bola mata yang nyaris serupa dengan milik cinta pertamaku tersebut, sekeras apa pun aku belajar untuk melupakan rasa yang tertinggal, nyatanya setiap detil hidupku mengingatkanku padanya.
Membuat sedikit rasa yang tertinggal campur aduk dengan kebencian.

Anggara memainkan jemarinya, memberi isyarat padaku agar dia bisa membisikkan jawabannya padaku.

"Yang paling buaya itu saat cowok ngomong, gue nggak bisa hidup tanpa lo, sayang. Tapi habis putus masih hidup walafiat dan gandeng selingkuhannya jadi pacar barunya."

"BGST!"

Kini bukan hanya dia yang tertawa, tapi juga diriku yang tidak bisa menahan diri atas kerecehannya, membuat beberapa tamu lainnya melihat kami karena tawa kami barusan, tapi masa bodoh dengan pandangan orang terhadapku.

"Anggara, pantas saja kamu betah banget di sini. Sudah nemplok sama cewek rupanya. Nih anak benar-benar, ya."

Aku dan Anggara berbalik saat suara dengan nada kesal terdengar di belakang kami, dan ternyata seorang yang baru saja menegur Anggara kini justru terbelalak saat melihatku, sama seperti Mas Axel saat kali pertama melihatku.

Pekik terkejut Tante Aura dan juga pandangan beliau yang berulang kali menatapku dari atas ke bawah tidak percaya.

Aku menghampiri beliau, ingin meraih tangan beliau untuk memberi salam saat tiba-tiba dengan lantangnya beliau bersuara keras.

"ASTAGA! PAPA, CALON MENANTUMU DATANG, PA!"

Jika tadi beberapa orang hanya mencuri pandang padaku dan Anggara karena tawa kami, maka sekarang pekik terkejut dan juga Om Aga yang datang dengan berlari karenanya membuat tamu undangan memperhatikan dan bertanya-tanya.

Pipiku terasa panas, merasa apa yang di katakan Tante Aura tadi membuatku merasa malu sendiri, tapi itu hanya sebentar, karena setelahnya Tante Aura memelukku erat, begitu erat, seperti orang tua yang lama tidak bersua dengan anaknya.

Hatiku menghangat, karena kalimat menyakitkan Mas Axel dulu, aku lupa betapa hangatnya Tante Aura padaku, hanya karena satu luka, aku turut menjauhi kebaikan Tante Au padaku.

Sudut hatiku kini di landa bersalah melihat tidak ada yang berubah dari beliau padaku, beliau masih sama hangatnya seperti yang terakhir kuingat, menyayangiku layaknya Putri beliau sendiri.

Tante Aura merangkum pipiku, membuatku turut tersenyum bahagia, kebahagiaan yang terasa tanpa alasan sama sekali, "Cantik banget Putri Fadillah ini, kemana saja kamu selama ini, Sayang? Kamu bikin Tante sedih tahu nggak, tiba-tiba nggak mau datang ke rumah ini lagi, lama banget tahu."

"Aysha fokus kuliah dan belajar bisnis Kakek, Tante. Nggak pergi kemana-mana dan kenapa-kenapa kok."

Aku hanya bisa nyengir, tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Tante Au jika alasan yang sesungguhnya aku tidak pernah menampakan wajahku di depan Tante Au karena Mas Axel yang memintaku untuk tidak memperlihatkan wajahku di depannya.

Tante Au menyipit, insting beliau sebagai seorang KOWAD hebat dan mantan anggota Paspampres kini membuatku merasa jika menutupi sesuatu dari beliau adalah hal yang sia-sia saja.

Tampak beliau ingin sekali mencecarku atas tanya beliau yang tidak puas jawabannya. Tapi syukurlah Om Arga menatap sirat tidak nyamanku langsung mengambil alih pembicaraan.

"Mama, baru juga ketemu Aysha, udah Mama todong pertanyaan kek gitu. Yang ada Aysha jadi nggak mau lagi ketemu sama Mama. Mama mau?"

Tante Au mencibir atas kalimat suaminya barusan, sungguh hal yang begitu manis di mataku, jika ada pasangan lain selain Mama Papaku, maka pasangan tersebut adalah Tante Aura dan Om Arga. Mereka tampak saling melengkapi, Tante Aura yang keras tapi manja, dan Om Arga yang humoris menyenangkan tapi begitu sabar.

"Papa nggak asyik." dan di mulailah perdebatan kecil khas suami istri di antara mereka, bukannya sebal, tapi justru membuat orang lain di sekelilingnya menjadi iri akan sikap manis mereka yang tidak di sadari.

"Om sama Tanteku nggak sadar banget kalo ini sudah anniversary ke 30, udah tua tapi masih manis-manis kek ABG, benar-benar Puber kedua mereka ini."

Aku hanya bisa mengulum senyum mendengar cibiran dari Anggara, sayangnya telinga Tante Au yang terlalu sensitif bisa mendengarnya, dengan mata melotot garang kini beliau membuat sang playboy yang tak lain keponakan beliau sendiri menciut ketakutan.

"Tapi justru itu yang membuat mereka manis, Anggara. Harmonis tanpa harus di buat-buat."

"Tetap saja nggak tahu diri dan umur."

"Apa kamu bilang, Ngga. Nggak tahu diri?" Anggara menggeleng cepat sembari nyengir kuda yang membuatnya mendapatkan hadiah jitakan dari Tante Au, "minggir kamu, jangan dekatin calon Mantu Tante."

Tidak sempat menolak tarikan Tante Au yang tiba-tiba, dengan bersemangat Tante Au membawaku ke tempat Mas Axel sedang bergerombol dengan teman-temannya, beliau tidak tahu, jika aku sudah bersusah payah menghindar dari Mas Axel setelah perbincangan canggung tadi.

"Ayo kita temuin Mas Axelmu, dan singkirkan Mak Lampir yang bikin Tante darah tinggi lihatnya."

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Diary AyshaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon