Lagen 05

60 30 11
                                    

Hai, hai, Nesa dan Demo kembali lagi menemani hari kalian..

Etss.. sebelum baca, aku ingatin untuk jangan lupa vote dan comment ya. Share juga deh

Oke..

Selamat membaca....

***

Demo meletakkan tasnya di kursi belajar. Lalu menghempaskan badannya ke kasur empuk miliknya. Sungguh lelah hari ini. Ia baru saja pulang dari sekolah setelah rapat pembentukan panitia.

Dulu, saat masih SMP, Demo pernah mengikuti OSIS. Jadi, tidak kaget lagi jika dia akan lelah. Sekarang ia hanya menjadi sie dekorasi. Waktu itu ia malah menjadi ketua panitia yang tentu itu tugas yang berat. Sebagai ketua, ia harus siap bertanggung jawab apabila ada kesalahan yang dilakukan anggotanya. Anggota hanya melakukan apa yang sudah menjadi tugasnya. Tidak dengan ketua, jika ada saja yang tidak sesuai pasti ia yang akan dicari, dimarah-marahi.
Cowok itu tersenyum, mengingat cewek yang disukainya juga termasuk dalam panitia dan satu sie dengannya. Ia dipercaya sebagai koordinator oleh semua anggota OSIS.
Betapa senang hatinya saat Gara--sang Ketos yang merangkap sebagai sepupunya. Menempatkan dirinya agar bisa terus bertemu dengan cewek itu.

Demo mengulurkan tangannya, mengambil ponsel miliknya yang terletak di meja belajar. Membuka aplikasi chat berwarna hijau bernama LINE. Mencari kontak bernama Anggara Bima.


Anggara Bima

Makasih woyy
Makasih untuk?

Ckk. Pura pura gak tau lagi lo

Hahahaa. Iye iye. Apa sih yang gak untuk "Sepupu Tersayang Gue"

Jijik woy!!
Bwahahahahahahaaa

Tahu saja sepupunya itu agar ia dapat dekat dengan cewek itu. Padahal dia tidak menyuruh Gara. Itu atas inisiatifnya sendiri saja.

oOo

Cewek itu merapikan Rambut sebahunya. Mengambil tas selempang berwarna biru dongker dan disampirkan di bahu kanannya. Berjalan keluar kamar, lalu mencari kedua orang tuanya untuk berpamitan.

"Bu, Nesa pergi dulu, ya." Gina--Ibu Nesa menoleh menatap Nesa. Meletakkan buku yang tadi ia baca. Mengulurkan tangannya setelah diminta oleh Nesa.

"Ayah di mana, Bu?"

"Lagi mandi kayaknya. Nanti ibu yang kasih tau ayah. Kamu jalan aja nggak papa." Nesa mengangguk.

Gina dan suaminya tahu bahwa Nesa bekerja, tidak setiap malam hanya beberapa kali saja. Mereka tidak melarang. Gaji suaminya juga tidak terlalu besar untuk membiayai sekolah ketiga anaknya. Syukurlah, Nesa mendapat pekerjaan untuk membantu ia dan suaminya. Meski Nesa tidak memberitahu ia bekerja sebagai apa, anaknya itu hanya memberitahu bahwa ia bekerja di sebuah cafe yang tidak jauh dari rumahnya. Namun ia percaya Nesa itu anak yang baik. Pasti mengetahui mana pekerjaan yang baik dan buruk untuk dirinya.

Nesa bekerja hanya setiap Selasa, Rabu, dan Sabtu malam-malam minggu. Di cafe itu, ia bekerja menghibur orang orang dengan suara merdunya bersama sebuah band. Sebelumnya, band itu belum memiliki vokalis. Saat Nesa menawarkan diri, semua personil band itu setuju. Padahal Nesa belum dites sama sekali.

Ia bersyukur, karena bekerja disana. Ia bisa membantu ekonomi keluarganya yang pas-pasan.
Nesa berjalan keluar rumah. Mengambil helm yang diletakkan di spion motor. Menaiki motor miliknya lantas menstater. Membelah jalanan menuju tempat kerjanya.

oOo

"Kak? " Demo menolehkan kepalanya saat Rambu memanggilnya. Cewek itu melongok di pintu. Demo menggumam.

"Bantu gue ngerjain PR, dong. Bingung, nih." Rambu beda satu tahun dengan Demo. Cewek itu selalu meminta bantuan kakaknya jika mengerjakan PR.

"Malas ah. Ujung ujungnya gue yang ngerjain. Lo gak ngerti-ngerti." ujarnya tanpa mengalihkan perhatian dari layar televisi.

"Gak lagi, deh. Gue bakal dengerin, kok. Please," mohon Rambu sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Karena tidak tega dengan adik perempuan satu-satunya ini. Dan sebagai kakak yang baik, Demo menerima permohonan adiknya itu.

"Ya udah sini. Emang PR apa, sih?"

"Matimatika."

"Matematika!" ralat Demo. Rambu menyengir. Terserahlah mau matematika, matimatika, matamatika. Apalah itu, dia tidak peduli. Buat dia pusing tujuh keliling saja.

Rambu memberikan buku tulisnya setelah Demo mengulurkan tangan. Kemudian meminta pensil. Cewek itu duduk di sebelah Demo.

"Lo tinggal kalikan ini sama ini....... ngerti, nggak?" Demo menoleh ke kiri dimana Rambu berada. Cowok itu mendengus setelah melihat Rambu tertidur. Dari tadi Rambu hanya bergumam, seolah-olah mengerti.

"Malah tidur nih anak. Bangun, woy! Kok, jadi gue yang ngerjain PR lo," dumelnya seraya menggoyangkan badan Rambu agar terbangun. Rambu bergumam, namun tidak juga bangun. Ada satu cara agar Rambu terbangun. Demo tersenyum miring, mendekat ke telinga Rambu kemudian--

"Ayah datang, ayah datang." Teriakannya membuat Rambu cepat cepat bangun. Bergerak ke sana ke mari.

"Mana-mana?" paniknya.

Demo tertawa keras. Melihat itu, Rambu memukul-mukul Demo membuatnya mengaduh.

"Udah, sakit."

"Lo, sih, Kak." Cewek itu melipat tangannya di depan dada. Wajahnya ditekuk.

"Kok gue? Enak aja. Lo, sih, gue lagi ngejelasin. Malah molor. Capek, nih, bibir gue nyerocos terus."
Rambu menyengir. Memeluk sang kakak agar tidak memarahinya lagi.

"Maaf-maaf." Rambu mengernyit saat Demo menyodorkan buku miliknya. Padahal PRnya belum selesai. Seolah mengerti, Demo berkata,"Kerjain sendiri. Malas gue kalo lo gitu."

Cewek itu panik, kemudian melihat jam dinding yang tergantung di atas televisi. Sudah jam 22.15. Membuatnya tambah panik. PR nya belum selesai, mana besok lagi dikumpul. Bisa bisa ia akan dihukum oleh guru matematikanya. Sungguh menyesal dirinya, tertidur saat kakaknya sedang menjelaskan. Masih untung dibantuin.

Rambu kembali memohon. Berbagai alasan ia lontarkan agar kakaknya itu mau membantunya. Demo mau membantu dengan syarat, jika Rambu tertidur lagi. Saat adiknya itu memintanya membantu mengerjakan PR, tidak akan pernah ia terima lagi. Dan Rambu mengangguk secepat mungkin. Jika bukan kakaknya yang membantu, siapa lagi?

****

Jangan lupa vote, comment, sharenya ya. Follback aku juga ya😉

Makasih untuk kalian🥰

LAGEN [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora