Kembali ke Sarang

11.3K 491 12
                                    

"Tidak ada hal mencurigakan yang terjadi semalam, bukan?" tanya Dafa pada staf hotel yang ia tugaskan untuk mengawasi unit yang ditinggali oleh Viola.

"Tidak ada, Tuan. Tapi saya belum mengantarkan sarapan, Nona tadi malam sudah berpesan pada saya untuk mengantarkan sarapan saat Tuan tiba. Sepertinya, Nona ingin sarapan bersama dengan Tuan Dafa," ucap staf hotel yang dipercaya oleh Dafa tersebut.

Mendengar ucapa staf hotel itu, Dafa pun tidak bisa menahan sudut bibirnya yang terangkat. Tentu saja, Dafa merasa sangat senang. Padahal, Dafa berusaha untuk tidak mengharapkan cinta Viola, apalagi setelah tahu hal buruk yang terjadi pada gadis itu. Bukan karena Dafa merasa jijik setelah mengetahui kebenaran bahwa Viola sudah disentuh oleh pria lain, tetapi lebih karena Dafa tahu jika Viola bisa saja merasa trauma dengan hubungan yang melibatkan perasaan antar lawan jenis. Dafa berniat untuk membuat Viola terbiasa dengannya, dan mendekatinya secara perlahan. Dafa ingin membuat Viola melihatnya sebagai seorang pria, bukan sebagai seorang kakak dan keluarga. Namun, Dafa tidak menyangka jika peluang datang dengan cara seperti ini.

"Kalau begitu, biar aku yang membawa sarapannya. Kau bisa kembali," ucap Dafa sembari mengambil alih meja dorong berisi sarapan.

Staf hotel tersebut tidak menolak dan membiarkan Dafa untuk pergi. Namun, begitu Dafa memunggunginya, sorot mata staf hotel tersebut terlihat berubah. Ia pun tersenyum dengan cara yang aneh sebelum berbalik meninggalkan posisinya. Tentu saja, Dafa tidak menyadari hal tersebut. Dafa terlalu larut dalam kebahagiaan yang ia rasakan. Dafa sendiri datang untuk memberikan kabar baik, kedua orang tua Dafa sudah berhasil mengajukan perlindungan hukum yang akan melindungi Viola dari Ezra. Jika Ezra memaksa untuk bertemu dengan Viola, tanpa ada pendamping yang mendampingi Viola, saat itu juga Ezra bisa ditangkap karena perlindungan hukum yang melindungi Viola. Tentu saja ini adalah kabar baik yang bisa melindungi Viola ke mana pun Viola pergi. Dafa datang untuk mengabarkan hal tersebut dan meminta persetujuannya. Jika sampai Viola tidak setuju, tentu saja Dafa akan membatalkan hal itu.

Tidak membutuhkan waktu lama, Dafa pun tiba di depan pintu kamar hotel di mana Viola tinggal. Setelah menekan berulang kali, Viola sama sekali tidak membukakan pintu maupun bersuara. Hal itu, membuat Dafa cemas. Ia pun mengeluarkan kartu akses cadangan dari saku celananya dan segera membuka pintu. Dafa meninggalkan meja dorong di luar dan terkejut bukan main saat melihat kekacauan unit mewah yang ditinggali oleh Viola. Dafa pun segera berlari menuju kamar dan melihat jika ranjang kacau balau dengan pakaian Viola yang berserakan di atas lantai bersama barang-barang lainnya yang tergeletak di sana. Hal yang membuat rahang Dafa mengeras adalah jejak-jejak seks yang kental di atas ranjang. Dengan sekali lihat saja, Dafa tahu jika Viola sudah tidak ada lagi di sini. Viola sudah pergi sejak lama. Saat Dafa berbalik pergi untuk meluapkan kemarahannya pada pihak hotel yang sudah lalai menjaga Viola, ia melihat sebuah surat yang terselip di antara bunga dalam vas bunga. Dafa mengambil surat tersebut, dan membacanya.

"Kak Dafa, maafkan aku. Ternyata aku tidak bisa melupakan apa yang sudah terjadi sebelumnya. Tanpa aku sadari, bukan hanya tubuhku, tetapi hatiku juga sudah jatuh pada pria itu. Karenanya, aku memutuskan untuk pergi bersamanya. Mulai saat ini, tidak perlu mencariku atau memikirkanku, Kak. Aku akan hidup bahagia dengan dia, jadi Kakak juga harus bahagia dengan wanita yang Kakak cintai. Terima kasih atas semua bantuan Kakak."

Tangan Dafa bergetar hebat saat dirinya membaca satu per satu kata yang dituliskan oleh Viola di sana. Dafa lebih dari mengenal tulisan tangan Viola, dan coretan di atas kertas tersebut adalah tulisan tangan Viola. Namun, Dafa sama sekali tidak yakin jika Viola menuliskan hal ini dengan keinginannya sendiri. Bagaimana mungkin Viola berpikir hidup dengan orang yang sudah merendahkannya? Dafa benar-benar berpikir jika ada hal yang janggal di sana. Sebelumnya, Dafa masih mengingat wajah berseri Viola yang mengatakan jika dirinya akan hidup mandiri di luar kota setelah semua masalah selesai. Tidak mungkin Viola berubah pikiran seekstrem ini dalam semalam. Pasti ada hal yang terjadi, dan Dafa harus segera menyelidikinya. Dafa tidak akan mengulang kesalahannya lagi. Kali ini, Dafa harus menyelamatkan Viola. Ia harus membawa Viola kembali ke kehidupan normalnya.

**

Sementara itu, kini Viola masih bergelung dalam selimutnya. Tampaknya, setelah tak sadarkan diri karena kegiatan panas yang ia lakukan bersama dengan Gerald tadi malam, Viola terlelap dengan nyenyaknya hingga tidak menyadari jika dirinya sudah berpindah dari kamar hotel yang sebelumnya Dafa sewakan untuknya. Namun, sinar matahari yang menembus gorden dan membelai wajahnya, membuat Viola terusik dan pada akhirnya terbangun. Viola membuka kedua matanya dan duduk di tengah ranjang sembari mengusap kedua matanya yang terasa begitu erat menempel. Hanya butuh beberapa detik hingga Viola sadar jika dirinya saat ini tidak mengenakan pakaian sama sekali. Selimut yang menggulung dan jatuh di atas pangkuannya, jelas membuat bagian tubuh atas Viola terpampang dengan jelasnya.

Viola memerah dan segera menarik selimut untuk menutupi dadanya yang ranumnya. Ia mengedarkan pandangannya, dan sadar jika ini adalah kamar yang tidak pernah Viola lihat sebelumnya. Namun, Viola masih bisa mencium aroma khas Gerald yang rasanya sudah sangat familiar bagi indra pernasapan Viola. Setelah itu, Viola mendengar suara pintu yang terbuka. Ternyata, itu adalah Gerald yang datang dengan sebuah nampan di salah satu tangannya dan sebuah kotak di tangannya yang lain. Tentu saja, Viola segera melindungi dirinya dengan melilitkan selimut pada tubuhnya dan menatap tajam pada Gerald yang mendekat pada ranjang di mana Viola masih berada di atas ranjang. Memang, Viola menginginkan untuk segera melarikan diri dari tempat ini. Namun, Viola sadar jika dirinya sama sekali tidak bisa melarikan diri dari tempat itu.

Gerald menarik kursi dan duduk di dekat tepi ranjang. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dan bertanya, "Apa kau sudah sadar sepenuhnya?"

Namun, Viola sama sekali tidak menjawab dan hanya melotot penuh dengan kemarahan pada Gerald. "Aku tidak terlalu suka dengan tatapan yang saat ini kau berikan padaku, Vio. Aku lebih suka saat kau menatapku sayu karena terbakar oleh gairah. Persis seperti tatapan yang tadi malam kau berikan padaku," ucap Gerald membuat kedua pipi Viola hampir terbakar olehnya.

Gerald yang melihat hal itu menyeringai. Merasa senang dengan perubahan ekspresi Viola, Gerald pun mengeluarkan sesuatu dari kotak yang sebelumnya ia bawah. Ternyata, itu adalah sebuah senjata api laras pendek. Gerald menodongkan senjatanya itu tepat pada kening Viola. Seringai masih tampak terpatri pada wajah tampan Gerald. "Sekarang, mari kita ingat kesalahan apa saja yang sudah kau buat, Vio."

Wajah Viola tentu saja ketakutan. Wajahnya yang semula merona dengan cantiknya, kini berubah pucat pasi, seakan-akan darah baru saja surut dari sana. "Kau telah melupakan kebaikan yang sudah aku berikan padamu, hingga berani melukai orangku dan berakhir melarikan diri dariku. Kau seharusnya mengingat apa yang sudah aku katakan tadi malam. Kini, keselamatan orang-orang yang kau kenal berada di tanganku. Jika saja kau bertingkah sedikit saja, maka salah satu nyawa. Senjata ini bukan mainan, Viola. Dengan menarik pelatuknya, aku bisa menghancurkan kepala siapa pun seperti ini," ucap Gerald lalu mengubah arah moncong senjata api itu dan membidik vas bunga yang berada di sudut ruangan.

Seketika tubuh Viola bergetar hebat. "Sepertinya kau sudah mengerti dengan apa yang aku maksud. Sekarang menurutlah, maka aku akan kembali memanjakanmu," bisik Gerald sembari menarik dagu Viola dan melumat bibir Viola yang membuat Gerald ketagihan untuk mencicipi kelembutannya.

Gerald's ObsessionWhere stories live. Discover now