Hari Kesialan

5.9K 489 39
                                    

Sinar matahari yang lembut dipagi hari menandakan bahwa hari ini cuaca begitu cerah. Namun, tidak bagi Raka. Setiap paginya ia mempunyai tugas untuk membangunkan Asya, sahabat kecilnya. Sungguh memuakkan bagi Raka.

Brakkk

"ASYA, BANGUN! SUDAH SIANG!" Membangunkan Asya setiap pagi membuat Raka sangat kesal. Pasalnya, semakin Raka berteriak, Asya semakin erat memeluk gulingnya. Walaupun kesal disetiap paginya, entah kenapa Raka mau saja melakukannya setiap hari.

"Bangun bego! Lo mau kita telat lagi?" ujar Raka menarik paksa selimut Asya.

Asya hanya menggeliat tanpa membuka mata sedikitpun. Ia justru berusaha tidak mendengarkan ucapan Raka yang terus mengomel di samping tempat tidurnya.

"Kalau begitu, gue tinggal." ucap Raka singkat. Kalimat Raka satu ini berhasil membuat Asya keluar dari selimutnya.

Kini Asya dalam posisi duduk bersila dengan mata yang masih tertutup membuat Raka menghela nafas gusar. Asya adalah ujian kesabarannya.

"Lagi-lagi lo bohongin gue. Ini masih gelap tau!" Raka menutup matanya dan perlahan membukanya.

"BUKA DULU MATA LO!" Kali ini Raka meninggikan suaranya. Raka sudah kehabisan kesabaran.

"Loh, gue masih merem? Wait,gue buka mata dulu."

"1, 2,3 buka mata!"

"Loh, kok gak kebuka sih mata gue! Yaudah deh lanjut tidur aja."

Raka tersenyum sembari berkata dalam hati "Apalagi ini Tuhan?" Ini menjengkelkan namun juga lucu menurutnya. Setiap hari akan ada drama yang dibuat Asya dengan alur yang berbeda. Inilah yang membuat Raka tetap mau membangunkan Asya setiap hari. Pasti ada saja hal lucu yang dibuat Asya, walaupun pasti ada rasa kesalnya.

"Udah cepetan bangun! Masih pagi jangan ngelawak." ucap Raka terkekeh melihat tingkah Asya pagi ini.

"Gila lo kar! Kenapa ngga bilang dari tadi kalau udah siang bego!" ujar Asya kaget saat melihat jam di ponselnya yang sudah memperlihatkan pukul enam lebih empat puluh lima menit. Sedangkan gerbang sekolah ditutup tepat pukul tujuh.

"Terus dari tadi gue ngomel apaan bego!" jawab Raka tidak terima.

"Cepetan mandi, gue tunggu di bawah. Jangan lama-lama." sambung Raka meninggalkan kamar Asya.

Raka duduk di sofa ruang tamu. Sembari menunggu, Raka mulai memakan roti yang dibuatkan Bunda Asya. Sembari bercakap-cakap kecil dari kegiatan sekolah, kegiatan sehari-hari, juga kelakuan Asya jika di sekolah. Tentu saja Bunda Asya tau kalau Asya sangat bandel jika di sekolah. Namun, bagaimana lagi? Sifat Asya ini sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Mau dimarahi setiap hari pun Asya tidak bisa berubah jadi lebih baik.

"Bunda, Asya berangkat." ucap Asya berlarian menuju ruang tamu.

"Kamu nggak mau sarapan dulu?" tanya Bunda Asya berdiri mendekati Asya.

"Nggak, Bun. Nanti Asya sarapan di kantin aja!" seru Asya lalu meraih tangan Bunda untuk bersalaman. Raka juga mengikuti Asya.

"Kita berangkat dulu, Bun. Assalamu'alaikum!" pamit Raka lalu mengikuti langkah Asya yang sudah keluar rumah.

Begitulah mereka disetiap pagi harinya. Raka yang sudah tidak punya orang tua dan tinggal sebatang kara sudah dianggap sebagai anak Bunda. Namun, tetap Raka di rumahnya sendiri. Kebetulan Raka dan Asya bertetanggaan dari dulu. Asya dan Raka sudah seperti adik kakak yang saling melindungi dan melengkapi. Bagaikan saudara kandung yang memang satu keluarga.

"Kok berhenti sih, Kar?" tanya Asya kepada Raka. Raka biasa dipanggil Akar oleh Asya. Nama itu diperoleh dari nama "Raka" yang hurufnya dibalik menjadi "Akar".

MAGER [END]Where stories live. Discover now