Daycare

984 79 9
                                    

Pukul empat pagi Luhan sudah sibuk berkutat didapur. Dua jam lagi siap menemani putra sulungnya memulai petualangan baru di alam bebas, tapi ia agak gugup meninggalkan satu malaikat kecilnya untuk beberapa hari ke depan.

Jadi, dengan mengerahkan semua upaya yang ada, berbagai hidangan terbaik tersaji untuk disantap sebagai menu sarapan keluarga kecilnya.

Selagi menaruh menu makan pagi itu diatas meja, tiba-tiba Luhan merasakan sebuah gerakan lembut melingkari perutnya. Ia tahu itu tangan Sehun, jadi Luhan tak terkejut dan tetap melanjutkan.

"Ini masih sangat pagi. Tidurlah kembali." ujar wanita cantik ini.

"Hmmm..." gumaman malas itu keluar dari suara berat Sehun yang tak bergeming.

Luhan tersenyum diam-diam. Tangannya masih sibuk mengatur piring dan mangkuk diatas meja. Sehun jelas masih dalam mode pengumpulan nyawa karena saat itu kepalanya tersandar lemas di salah satu pundak sempit sang istri.

Detik kemudian ia menguap lebar. Pelukannya di perut Luhan semakin mengetat dan membuat wanita itu agak kesulitan bergerak.

"Sehun, aku harus mengerjakan ini sebelum pergi. Kembalilah ke kamar." katanya lagi.

Bukannya menjawab, lelaki beranak dua itu malah melesakkan wajahnya ke ceruk leher Luhan dan menggesekkan hidungnya disana. Kontan membuat Luhan terkekeh halus.

"Aigoo...kalau masih mengantuk begini kenapa malah bangun? Hm? Aku tidak akan pergi begitu saja tanpa bilang padamu. Jadi kembalilah tidur, oke?"

Sehun menghela nafas panjang, melepaskan lingkaran tangannya dari perut Luhan lalu duduk dengan tubuh menelungkup diatas meja makan. Kedua matanya terpejam rapat.

Melihat tingkah manja suaminya ini membuat Luhan tak bisa menahan senyum geli di wajah. Pelan tapi pasti, nafas Sehun sudah mulai teratur diiringi suara dengkur pelan. Sadar kalau suaminya sudah kembali ke alam mimpi, Luhan malah memutuskan untuk menarik kursi lain dan duduk mengamati dalam diam.

Tangan halusnya terangkat mengelus lembut surai hitam Sehun yang terlelap. Jari-jari kurusnya yang menyisir halus rambut hitam pendek itu tak ayal semakin mengantarkan si pria jauh terlelap dalam.

"Bisa-bisanya kau tertidur begini." Luhan berbisik geli.

Sebelum kembali mengurus dapur, ia sempat mengecup lembut kening suaminya terlebih dulu. Setelahnya, Luhan kembali sibuk mengurus perbekalan yang akan ia bawa sebagai teman perjalanan menuju tempat perkemahan.

Sekitar dua jam kemudian, bias sinar mentari pagi rupanya membuat si pemilik mata elang itu terjaga. Pria ini masih beradaptasi selama beberapa detik sebelum kemudian melenguh panjang karena lehernya pegal. Siapa yang tak akan pegal tidur cukup lama dalam posisi kepala miring tertelungkup seperti itu?

Setelah terbiasa dengan datangnya cahaya, Sehun menatap lurus pada deretan hidangan khas buatan rumah dengan asap dan wangi yang menggugah selera. Tapi melihat suasana apartemennya sepi, rasa nyeri pada leher sekaligus rasa laparnya menghilang seketika.

"Luhan?!" serunya.

Tapi tak ada suara apapun.

"Lu?!" ulangnya lagi.

"Ssssst! Aku disini. Tak perlu berteriak." wajah cantik itu muncul dari ambang pintu dapur.

Refleks, seulas senyum konyol tahu-tahu mengembang di wajah Sehun.

"Jangan membangunkan Ziyu. Aku tak mau dia menangis kalau aku pergi nanti." kata Luhan lagi.

Sehun melangkah kearahnya masih dengan senyum bahagia penuh makna ambigu itu. Dan sebelum menyadari keadaan sekitar, pria ini tahu-tahu mencium mesra bibir ranum istrinya dengan cukup rakus sambil memejamkan mata, mengabaikan sepasang mata rusa yang malah melotot protes. Buku-buku jari Luhan juga sudah memukul-mukul ke dada bidangnya minta dilepaskan.

Daddy's ChallengeWhere stories live. Discover now