Baby's Day Out

878 72 20
                                    

Belum ada satu pun saksi mata yang pernah melihat perempuan tangguh nan elegan ini terpuruk. Sifatnya yang cuek, cenderung tegas dan galak, membuat orang-orang memandangnya sebagai sosok yang patut disegani. Belum lagi ia memiliki otak cerdas juga kata-kata yang terkadang pedas. Tentu tak ada yang bisa membayangkan. Termasuk orang terdekatnya, alias sang suami sendiri.

Malam sudah lewat dari larut. Kris bahkan sudah tertidur dan bangun karena tenggorokannya kering. Begitu keluar kamar dan melihat jam, benda bundar di dinding itu menunjuk tepat pada pukul dua pagi. Ia melenguh cemas. Pasalnya, Zitao yang tengah hari tadi berjanji akan pulang cepat, hingga saat ini justru belum menampakkan batang hidungnya. Sebelum jatuh tertidur, Kris sempat mencoba menghubunginya, tapi tak sekalipun wanita itu menjawab.

"Sepertinya angka kelahiran di Korea akhir-akhir ini meningkat." gumamnya geli.

Kris tahu pekerjaan istrinya berhubungan dengan jasa, jadi ia tak pernah mempermasalahkan jika sewaktu-waktu Zitao pulang lewat dari tengah malam. Yah, seperti sekarang. Ia juga tahu kalau sang istri sangat mencintai pekerjaannya itu karena Zitao selalu tersenyum cerah tiap kali ia berhasil membawa satu nyawa lahir ke dunia. Dan itulah yang tengah Kris tunggu-tunggu jika istrinya pulang nanti. Senyum manisnya!

Selesai menenggak segelas air dingin dari kulkas, Kris kembali ke kamar. Tapi betapa terkejutnya ia saat hendak menaiki tangga dan melihat sesosok berbaju putih tengah duduk di anak tangga paling bawah sambil menutupi wajah. Kalau saja Kris tidak kenal tubuh kurusnya, mungkin ia harus memanggil paranormal. Lelaki ini lekas menekan saklar lampu dan membuat sosok itu lebih mudah dikenali.

"Oh, Tuhan...Zie. Kau membuatku jantungan! Sedang apa duduk disitu?" Kris bertanya, setengah lega.

Itu memang Zitao, tapi wanita itu sama sekali tidak menjawab atau sekedar menengadahkan kepala. Zitao masih duduk tertunduk dan menangkupkan kedua tangan di wajahnya.

"Zie?" nada bicara Kris terdengar agak panik. Ia mendekat dan segera mendapati kalau istrinya itu nyatanya tengah menangis dalam diam.

"Ada apa?!" tuntut Kris lagi, kali ini sepenuhnya gusar.

Akhirnya Zitao mendongak dalam kondisi wajah basah penuh air mata. Cuping hidungnya memerah sempurna dan masih tak dapat menjawab apa-apa. Ia mulai sesenggukan nyaring ketika Kris mengambil tempat di sisi dan merangkul bahunya.

"Kenapa? Ada apa?"

Zitao belum mau menjawab. Setelah mendarat di pelukan suaminya, Zitao malah semakin tak kuasa menahan tangis. Kepalanya bersandar lesu didepan dada Kris yang tak punya gambaran apapun karena ini kali pertama ia melihat istrinya menangis.

"Apa yang terjadi? Hm?" ia bertanya lembut.

"Kris..." kata Zitao parau.

Lelaki itu mendekatkan kepalanya, "Tak apa. Tenangkan dulu dirimu." Kris mengecup puncak kepala Zitao sambil terus mengusap lengan kurusnya.

Tak ada yang mencurigakan dari penampilan Zitao. Penampilan perempuan itu normal seperti biasa -jas putih, rok satin bercorak simpel dan stiletto hitam. Kris sempat mengira kalau istrinya mungkin mengalami perampokan atau pelecehan ketika perjalanan pulang, tapi ia segera mengesampingkan pikiran negatif itu. Jelas alasan Zitao menangis bukan karena dua hal tersebut.

Tapi tetap, Kris masih setengah cemas. Telapak tangannya yang besar berkeringat saat menggenggam tangan kurus Zitao. Ketika itu Zitao memindahkan kepalanya dan membuat wajah yang basah itu berhadahapan dengan leher Kris.

"Aku gagal." lirihnya sangat pelan.

Tapi Kris dengar. Dan sebelum ia sempat bertanya, dari saku jas dokternya, ponsel Zitao bergetar. Tak ada sinyal ingin menjawab atau sekedar mengecek siapa penelepon itu. Maka akhirnya Kris merogoh ponsel itu dan menyentuh ikon hijau. Panggilan dari rumah sakit.

Daddy's ChallengeWhere stories live. Discover now