An Essay

982 81 16
                                    

"Ziyu rewel sekali. Bisa anda menjemputnya sekarang?"

Itu adalah satu kalimat penuh nada khawatir yang dilontarkan pengasuh Ziyu di penitipan anak, ketika Luhan menjawab panggilannya. Dan saat ini, tepat didalam apartemennya, ibu dua anak itu masih mencoba membujuk si bungsu untuk menghentikan tangisannya. Bujuk rayu Baekhyun dan ajakan main dari si kembar pun tak mempan.

"Ziyu kenapa? Hm? Eomma sudah dengan Ziyu, kan? Kenapa masih rewel begini, sayang?"

"EOMMA JAHAT! NAKAL! HWAAAA!"

"Coba bilang eomma jahat kenapa?" tanya Luhan lembut. Ziyu dalam gendongannya bergerak lincah ingin melepaskan diri.

"ZIYU TIDAK MAU KE SEKOLAH! KENAPA EOMMA BAWA ZIYU KE SEKOLAH?! ZIYU KAN MAU MAIN DENGAN EOMMA! EOMMA NAKAL! HWAAAAA! HWAAAAAAAAA!" anak itu menjerit keras.

Luhan melenguh panjang. Memang, sejak pagi saat semua anggota keluarga bersiap memulai aktifitas kembali, Ziyu menangis rewel tidak ingin pergi ke penitipan anak dan meminta Luhan untuk tetap tinggal. Luhan tahu kalau bungsu kecilnya ini masih dilanda rindu setelah tiga hari kemarin ditinggal kemping. Meyakinkan diri pada Sehun kalau Ziyu akan segera diam, Luhan akhirnya meninggalkan Ziyu yang meraung-raung di tempat penitipan, sebelum datang terlambat ke kantornya.

"Tapi eomma sudah disini. Eomma tidak ke kantor. Jadi Ziyu berhenti menangis, ya?" ia merayu lagi.

Ziyu terbatuk sebentar lalu kembali menjerit kencang.

"Ziyu sayang...capek kalau menangis terus. Berhenti, ya? Ziyu mau apa? Hm?" Luhan mengusap pelan pipi Ziyu yang basah.

Anak itu malah memalingkan wajah, tak mau menghadap ke arah ibunya. Tangan dan kakinya bergerak heboh dan sesekali menendang tepat ke perut Luhan yang terpaksa menahan ringisan. Nafas Ziyu sudah tersengal tak beraturan karena terlalu lama menangis. Mata rusanya juga membengkak dan hidungnya memerah. Meski begitu, ia masih terus meronta berniat melepaskan diri dari gendongan Luhan yang malah mengetatkan pelukan.

"Kita ke kamar, nanti eomma bacakan cerita. Ya?"

Ziyu menggeleng kuat-kuat.

"Ziyu mau apa? Tidak kasihan dengan eomma?"

"Appaaaa...huhuhuuu...appaaa..."

Luhan agak menahan senyum. Anak kecil, jika sudah kesal dengan seseorang pasti akan mengadu ke orang lain. Kesal dengan ibu, pasti mengadu pada ayah.

"Appa kan masih kerja di kantor. Nanti sore baru pulang. Katanya mau main dengan eomma?" Luhan menepuk payudaranya.

Ziyu sesenggukan parah. Wajah imutnya berhadapan dengan wajah sendu sang ibu. "Berhenti menangis, ya? Capek kalau Ziyu begini terus. Nanti air matanya habis." rayu Luhan.

"Hwaaaaaaaaa..." rengekan itu perlahan mengencang lagi. "Eomma nakal! Hwaaaaaaaa..."

Sepertinya Ziyu sangat menyesal karena hari ini pergi ke penitipan anak. Ia sangat merasa dirugikan. Sikap manja dan rewelnya ini bahkan bertahan sampai pukul dua siang, tepat ketika Haowen baru saja pulang sekolah. Dia dan Sophi sudah bisa pulang sekolah sendiri.

"Hyung pulang! Ziyu mau main dengan hyung?! Hm? Hyung baru pulang sekolah tuh!" Luhan berkata ceria.

Tapi Ziyu masih enggan untuk 'memaafkan'. Aksi rewel sang adik pun nyatanya membuat Haowen kebingungan. Bocah delapan tahun itu hanya berdiri terpaku dengan tatapan cemas ketika sang adik mulai menendang-nendang perut Luhan lagi. Kali ini jauh lebih kencang sampai akhirnya membuat Luhan memekik kesakitan.

Daddy's Challengeحيث تعيش القصص. اكتشف الآن