bagian empat

5.5K 1K 68
                                    

Jeff melangkahkan kakinya menuju gedung bertingkat dengan jajaran mobil ambulans yang menghiasi parkirannya. Dia melirik makhluk yang sudah memandang takjub di sampingnya ini.

"Kenapa kita gak datang aja ke perabuan? Siapa tahu lo udah punya tempat di sana — bangsat!!" Jeff memekik, hantu kurang ajar ini menekan luka tak kasat mata bekas cekikannya. Memang luka itu tidak terlihat setelah Jeff pingsan, namun jika dipegang akan terasa nyeri.

"Kamu kalau ngomong kenapa gak dipikir dulu sih? Hiks, kamu jangan buat aku menyerah diawal dong!"

"Eh?"

Jeff dibuat pusing dan mati kepayang karena Ana sekarang tengah menangis keras, seperti anak kecil yang  permintaannya tidak dituruti.

"Udah, diem. Jangan nangis, kita coba dulu cek bangsal rumah sakit satu persatu. Tapi kita ketemu Om gue dulu, ayo," Jeff menarik lengan Ana secara paksa. Sedangkan hantu itu masih sesenggukan sambil berjalan. Bagi Jeff, suara tangisan Ana gak jauh beda sama setan yang ada di film horor.

"Kalau aku beneran udah mati gimana ya?" gumam gadis itu.

"Ssshh! Nggak, Ana. Jangan ngomong gitu, kita usaha dulu nyari tubuh lo. Gue tadi salah ngomong, ok?" Jeff mulai masuk ke ruangan dokter umum. Itu tempat pamannya bekerja.

"Jeff? Duduk dulu," Paman Jeff juga ikut duduk di kursinya. "Sebenarnya kamu mau ngomong apa?"

Jeff duduk di hadapan kursi kebesaran Pamannya ini, namanya Doni. "Jeff mau tanya, sebulan lalu. Om ngelayanin pasien yang rambutnya panjang, terus—," Jeff melirik Ana untuk meminta kelanjutannya.

"Warnanya pirang,"

"Eeee rambutnya warna pirang," Jeff mengulangi omongan Ana. Dan Ana seakan mendikte apa yang harus dibicarakan Jeff.

"kulitnya seputih susu,"

"kulitnya seputih susu,"

"Tinggi sekitar 168cm,"

"Mayan tinggi lah,"

"Bajunya mewah, kayak mau konser,"

"Bajunya alay, warna item, dan roknya putih transparan. Mana celananya pendek dan auratnya ke buka banget," Jeff jelas malas mengikuti titah Ana. Karena itu Ana kesal hingga menggoyangkan lengan Jeff heboh agar laki-laki itu bisa di ajak serius.

"Cantik,"

"Burik—APASIH!"

Doni menatap keponakannya bingung, "kamu marah ke Om?".

Jeff menggeleng kuat, "enggak! Pokoknya ciri fisik Jeff udah sebutin. Om pernah ngerawat dia nggak?"

"Emang kamu ada perlu apa? Kenalan kamu?" tanya Doni heran.

"Nggak, Om jawab aja. Ini demi hidup dan mati keponakan Om yang paling ganteng ini. Demi ketenangan jiwa dan raga, dan demi menghindarkan diri dari sebuah malapetaka, pernah lihat nggak Om?!" tanya Jeff yang berakhir ngegas.

"Sebulan lalu emang jadwal Om jaga sih. Tapi Om gak pernah lihat ciri-ciri yang kamu sebutin tadi?" Jeff langsung menghela napas kecewa, begitu juga dengan Ana yang tampak murung.

Setelah berbincang dan berpamitan, Jeff dan Ana berdiri di lorong rumah sakit. "Jeff,"

"Hm?"

"Kamu duduk di sini, tungguin aku. Aku mau keliling rumah sakit," Jeff dapat melihat dengan jelas Ana yang terbang melayang sambil melihat sekitar.

Sementara Jeff menurut, ia memilih duduk dan membalasi chat dari teman-temannya.

"Itu bukannya drummer Sourire ya?"

To : My Pretty Ghost 🎀Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon