42. Takut💔

14.7K 1.1K 72
                                    

"Dia yang hadir belum tentu takdir."






Kenyataan yang tidak sesuai ekspetasi membuat lelaki jangkung itu menghela nafasnya pasrah. Semua akan ia serahkan kepada Tuhan, yang jelas ia tidak mau lagi untuk melukai orang yang begitu ia sayang. Rasanya seperti ada yang kurang, tidak ada lagi semangat dalam hatinya kini yang ia rasakan adalah mati rasa.

Archer menyenderkan tubuhnya di atas sofa markas Patrichor Car, lelaki itu menyalakan rokoknya. Keadaan yang sangat kacau hingga membuat teman-temannya heran, karena tidak biasanya Archer seperti ini.

Paham akan suatu kondisi, Abim memilih untuk duduk di samping Archer tenang. Lelaki itu mengambil seputung rokok dan menyalakannya. Berbeda dengan Gean dan Vauzan yang masih menatap keduanya dengan bingung.

"Kenapa lo?" tanya Abim singkat.

Archer menggeleng, ia lantas memejamkan matanya. Membayangkan agar semua masalahnya selesai, tetapi nyatanya tidak semudah itu.

"Kalau ada masalah itu cerita," timpal Gean lalu mengambil alih kursi yang ada di hadapan Archer.

"Bener tuh kata dugong. Kenapa lo, Ar?" kali ini Vauzan yang bertanya.

Tidak ada respon dari Archer membuat ketiganya menghela nafas kasar. Akhir-akhir ini Archer selalu murung dan menjadi orang yang sedikit tertutup kepada teman-temannya. Jangan tanyakan apa yang menyebabkannya seperti ini karena sudah jelas jawabannya adalah Vega, memang mau siapa lagi?

Abim menatap ponselnya dengan pandangan kosong. Ia salah, harusnya ia ada di saat Vega terpuruk. Tetapi ia hanya bisa memantau gadis itu dari jauh, ia hanya tidak ingin ikut campur urusan Vega karena menurutnya itu adalah hal privasi.

Merasa bersalah akan semua hal, Abim berdiri lelaki itu mengambil jaketnya dan berjalan keluar. Mengabaikan teriakan Gean yang menyuruhnya untuk kembali, karena kali ini tujuannya hanya satu yaitu menghibur Vega. Sebenarnya tadi Abim sangat ingin menonjok Archer, tetapi ia tidak boleh gegabah karena ini juga kemauan Vega. Gadis itu pernah menyuruhnya untuk tidak bermain fisik dengan Archer.

Sepuluh menit, ia sampai di depan rumah Vega. Tetapi rumahnya terlihat kosong dan seperti tak berpenghuni. Abim memberanikan diri untuk masuk ke dalam, bertanya-tanya kepada satpam hingga ia diizinkan untuk masuk ke dalam.

Seorang wanita paruh baya membuka pintu dengan raut dingin hal itu membuat Abim sedikit merasa tidak enak karena menganggu jam istirahat orang lain.

"Permisi Tante, Vega nya ada?" tanya Abim sopan.

Riska tersenyum remeh lalu menatap Abim dari bawah ke atas. "Siapa kamu? Mau BO dia?"

Abim tertegun mendengar pertanyaan Riska yang seperti itu. Lelaki itu lantas menatap Riska dengan pandangan yang sulit diartikan, sudah ia duga jika Vega hidup dalam lingkungan keluarga yang sangat toxic.

Satu fakta tentang Abim, lelaki itu selalu memata-matai keluarga Vega karena ia merasa curiga dengan semuanya, mulai dari Vega yang jarang masuk sekolah hingga saat sekolah gadis itu masuk dalam keadaan sakit ataupun lebam-lebam.

"Maksud Tante?"

"Jangan pura-pura gak tau kamu. Saya tau kamu pasti pelanggannya anak sialan itu kan?" gertak Riska yang sudah merasa kesal.

"Gak seharusnya Tante berbicara seperti itu apalagi Vega anak kandung Tante sendiri," ucap Abim mencoba tenang walau dalam hati ia sangat ingin memaki Riska.

"Jangan sok tau kamu tentang keluarga saya!"

Abim tertawa remeh. "Saya tau semua, apa perlu saya bongkar kepada publik tentang sebenarnya, terutama tentang kematian Om Riyan. " Abim tertawa kecil saat menyadari raut wajah Riska yang tengah ketakutan.

I'M LONELY (REVISI) Where stories live. Discover now