Di Atas Air Aku menemukanmu

14 0 0
                                    

Amat Ripan - sembilan belas tahun

***

Aku telah berhasil bertransaksi dengan Abid di warung Acil Siroh.

"Lalu bagaimana, apa bisa aku masuk jika tiket ini atas namamu?"

"Jelas bisa. Kau hanya perlu ke bagian informasi, akan diberitahu langkah selanjutnya."

Bibirku merekah, rasanya aku jadi tidak sabar untuk segera meninggalkan banjar. Membayangkan tanah jawa yang makmur.

Aku pulang ke rumah. Abah ternyata sudah pulang. Masih tercipta jarak di antara kami. Aku berucap salam lalu mencium tangannya.

"Abah besok ada keperluan di Banjar baru, salah satu staff ada yang berbela sungkawa. Upacaranya akan di langsungkan besok. Kau tidak apaa jika menjemput Ilham?"

"Aku sibuk Bah besok,"

"Kau selalu begitu, sibuk tapi kelakuan kau hanya melingkar di tempat tidur. Jika tidak kau pergi dari pagi sampai sore tak ada kabar."

"Selagi aku masih muda bukannya hal itu tidak masalah Bah? Aku selalu yang di salahkan padahal hanya akan berbicar yang sebenarnya."

"Harusnya kau menajdi panutan adikmu. Mana bisa malas malasan menjadi panutan?

"Aku tidak malas, aku hanya tidak ingin melanjutkan obrolan ini."

"Kau lihat, justru ucapanmu yg membuat Abah jadi harus membandingkanmu dengan Ilham."

"Pantas saja aku sangat susah untuk bersama dengan ilham. Selain dia menjadi pembunuh ibu dia juga menjadi penghasut Abah?"

Pukulan keras mengenai pipiku. Rasa nyerinya menjalar jalar. Aku mengusap pipiku perlahan. Abah memang kasar. Tangannya yang biasa di gunakan untuk menyentuh keyboard menadak mulus.

Hatiku goncang. Mana bisa aku diam begitu saja. Namun urung saat pandangan Uma menyapaku sekilas.
Kuputuskan untuk memilih diam. Dan masuk ke kamar.

Sosok Ilham baru saja datang sekolah, aku melihatnya sekilas. Raut wajah polosnha membulat. Aku tak tahu mengapa seperti itu. Apa dia trengginas?

Dia selalu tersenyum, namun aku tak pernah sedikitpun membalasnya.

Untuk meninggalkan kamar kecil penh sejarah. Sejarah kekelamanku selama lebih dari sepuluh kali lipat.

Aku mengambil tas ransel untuk mendaki. Ku isi peralatanku, kuriding pun tak lupa.

****
Keesokan harinya Abah sudah berangkat selepas subuh. Sepulang dari masjid aku tidak membantu mendorong jukung.

"Kau pergi sendiri. Aku ada urusan, semoga laku keras."

"Terima kasih Abang, akan ilham ingat pesan Abang." Katanya sambil mencium punggung tanganku.

Aku melihat tubuh kecil Ilham sudah mulai hilang. Dan hari ini saat aku haris ke pelabuhan.

****

Setelah menempuh hampir setengah jam aku dan himi sudah sampai.

"Apa kau benar yakin, tidak akan memberi tahu keluarhamu tentang kepergianmu?"

Aku menggeleng.

"Tak perlu. Nanti biar mereka tahu sendiri."

"Kau sungguh gila tapi kau sahabatku." Katanya lalu m3melukku.

"Hay jangan erat erat. Kau mau aku jadi terkesan tak bertulang setelah memelukmu?"

Himmi tergelak, " aku masih normal. Jangan lupa. Salamku kepada tanah jawa."

"Tenang saja. Aku di sana akan menyalamkanmu."

"Apa kau akan meminanhny?"

"Segera, selepas ini aku akan meminangnya. Jangan lupakan aku."

"Baiklah aku pergi,"

"Dasar bekantan!"

"Kau yang bekantan, baik baik kawan! Tunggu wku saat sudsh menjadi ahli falak!"

Aku memasuki bagian kelasi
Melihat dari kapal ini. Melambai-lambai bak kapal titanic yang akan berlayar.

Sehabis ini perjalananku di mulai.

****
Sehabis makan roti aku duduk di pinggir kelasi, gelombang air payau.

Aku memasuki bagian kelasi
Melihat dari kapal ini. Melambai-lambai bak kapal titanic yang akan berlayar.

Sehabis ini perjalananku di mulai.
Aku akan kembali ke dalam saat sngin mulai terasa kencang.
Lalu netraku tak sengaja melihat.

Riak ombak mem
****
Keesokan harinya Abah sudah berangkat selepas subuh. Sepulang dari masjid aku tidak membantu mendorong jukung.

"Kau pergi sendiri. Aku ada urusan, semoga laku keras."

"Terima kasih Abang, akan ilham ingat pesan Abang." Katanya sambil mencium punggung tanganku.

Aku melihat tubuh kecil Ilham sudah mulai hilang. Dan hari ini saat aku haris ke pelabuhan.

****

Setelah menempuh hampir setengah jam aku dan himi sudah sampai.

"Apa kau benar yakin, tidak akan memberi tahu keluarhamu tentang kepergianmu?"

Aku menggeleng.

"Tak perlu. Nanti biar mereka tahu sendiri."

"Kau sungguh gila tapi kau sahabatku." Katanya

Gadis keerudung gading yang membuatku berpantun..sedang apa dia di sini.

Aku berdiir tak jauh dairnya. Rupanya ia sedang bersama dengan keluarganya.

Baru setengag perjalanan aku sudah menemukan banyak jawaban atas dalan benakku.

Segera, selepas ini aku akan meminangnya. Jangan lupakan aku."

"Baiklah aku pergi,"

"Dasar bekantan!"

"Kau yang bekantan, baik baik kawan! Tunggu wku saat sudsh menjadi ahli falak!"

Aku memasuki bagian kelasi
Melihat dari kapal ini. Melambai-lambai bak kapal titanic yang akan berlayar.

Sehabis ini perjalananku di mulai.

****

Untuk meninggalkan kamar kecil penh sejarah. Sejarah kekelamanku selama lebih dari sepuluh kali lipat.

Aku mengambil tas ransel untuk mendaki. Ku isi peralatanku, kuriding pun tak lupa.

****
Keesokan harinya Abah sudah berangkat selepas subuh. Sepulang dari masjid aku tidak membantu mendorong jukung.

"Kau pergi sendiri. Aku ada urusan, semoga laku keras."

"Terima kasih Abang."

Aku mengingatnya sekilas. Semoga dia tidak mencariku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 30, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MundarWhere stories live. Discover now