BAB 7 ~ MISTERI TIKET

480 170 80
                                    

"Jikalau hari yang sedang panas terik saja bisa hujan, apakah kamu yang cuek padaku bisa menjadi jodoh? Mimpi!

Hai apa kabs? Cuss selamat membaca.

Sampai di dalam kelas gue langsung cek meja buat nyari tiket nonton yang katanya sudah dipesan MR RM buat gue dan Merry. Hari ini untuk pertama kalinya dalam sejarah, gue pergi ke sekolah jam enam pagi. Tadi pak Satpam sempat ngira gue masih tidur terus ngigau pergi sekolah, emang susah jadi gue. Telat dihukum, pergi lebih pagi malah dicurigai. Padahal gue sengaja datang lebih pagi karena takutnya ada orang lain yang duluan nemu itu tiket, kan bahaya.

Setelah gue cek di bawah meja hasilnya nihil, bukannya tiket nonotn gue malah nemu plastik bekas cilok kemarin. Gue duduk di kursi ngambil ponsel di saku celana dan kembali mengecek chat di grup semalam.

"Tumben lo rajin." Giant masuk ke dalam kelas berjalan mendekat ke arah gue. Tumben amat ini bocah ikut rajin datang ke sekolah. Kayaknya ada yang tidak beres dengan dunia ini.

"Lo mau ke mana?" tanya gue heran.

"Lo pikir gue udah pake seragam gini mau ke mana? Ikut audisi X factor kayak Fatin?" jawab Giant ngegas.

"Sok-sokan ikut lomba nyanyi, dengerin Los Dol aja lu mewek."

"Itu namanya menghayati. Terus lo juga tumben rajin?"

"Gue habis cek meja, tapi tiket nontonnya nggak ada."

"Masa sih?"

"Coba cek meja lo, ada nggak?" tanya gue.

"Kan yang menang lo? Ya masa disimpan di meja gue."

"Siapa tahu yang nyimpen salah," jawab gue.

Giant langsung mengecek mejanya untuk memastikan, takutnya MR RM itu keliru menyimpan tiketnya. Tapi setelah dicari hasilnya juga tetap sama nihil. Jangan-jangan gue kena prank lagi sama si MR RM itu, lagian sok misterius banget MR RM. Apaan coba arti dari RM, rumah makan? Apa rumah mayat? Pusing dah gue. Gara-gara si Giant gue jadi terjebak hal nggak penting kayak gini.

"Berarti bukan gue."

"Belum tentu, Al. Ini masih pagi, belum sempat beli tiket kali. Mungkin habis istirahat," jawab si Rama yang tiba-tiba ada di depan gue dan Giant. Mungkin Rama punya ilmu jalan tanpa bersuara, kedatangan dia membuat kami sedikit kaget. Kayak jaelangkung aja nih bocah, datang nggak dijemput pulang naik ojol—kayaknya bukan gitu deh. Lagian tumben amat pagi-pagi udah masuk kelas gue. Pake acara nimbrung lagi, jangan-jangan dia admin lambe-lambean di IG lagi.

"Tumben lu ke kelas kita dulu?" Giant menatap Rama heran, begitu juga dengan gue.

"Gue mau pinjem pulpen, gue lupa bawa."

"Lo kira kita koperasi sekolah? Nggak ada lah."

"Ya siapa tahu lo punya pulpen lebih."

"Idih nggak modal."

"Terus kalian kenapa tumben masuk pagi banget? Ini baru jam enam lebih loh." Kata Rama sebari melihat jam di ponselnya.

"Lah Lo juga?"

"Gue emang biasa pergi jam segini ke sekolah, biasa ngerjain PR. Nah kalian tumben-tumbenan?"

"Gue tadi mimpi sekolah kita digusur, makanya gue pas bangun tidur langsung pergi ke sekolah. Tapi alhamdulilah sekolah kita masih aman."

Gue mengerutkan dahi, bisa-bisanya alasan datang lebih pagi karena mimpi sekolah digusur. "Ada nggak alasan lebih logis selain itu?" tanya gue yang nggak ngerti dengan jalan pikiran Giant.

Pengabdi JombloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang