3

5.9K 516 23
                                    

Gandi melirik jam di dinding saat mendengar ada yang mengetuk pintu kamar nya. Pukul 04.00 pagi.

"Tumben bibi bangunin solat subuh, biasanya gak pernah." Monolognya karena memang selama ini Gandi biasa bangun sendiri.

"Kenapa bik?" Tanya nya setelah membuka pintu. Kening Gandi mengerut melihat wajah panik bik Ijah.

"Anu, Raina tuan."

"Raina kenapa?"

"Mm Raina demam, badannya panas."
Gandi langsung berlari ke kamar Raina, biasanya kalau malam memang bik Ijah yang menemani Raina tidur.

Gandi menatap pilu putri bungsunya yang tertidur dengan badan yang hampir basah dengan keringat. Gandi memeriksa kening Raina yang terasa panas.

"Tolong jaga Raina dulu ya bik, saya mau beli obat penurun panas apotek depan komplek."

"Gak ke rumah sakit aja tuan."

Gandi menggeleng. "Besok pagi kalau panasnya belum turun baru kita bawa ke rumah sakit."

Hingga pagi ini mama Dinar dan Dewi mendatangi rumah Gandi saat mendengar kabar bahwa Raina sakit.
"Mama sudah reservasi dokter Leni jam 10 nanti."

Gandi yang sedang sarapan otomatis terhenti karena ucapan mertuanya.

"Dokter Leni? Bukannya kalau demam Raina periksa ke dokter Fahmi?" Tanya Gandi bingung.

"Mama dapat rekomendasi dari teman mama, katanya dokter Leni itu salah satu spesialis anak bagus di sini. Apa salahnya di coba."

"Kamu ikut sama mas mu ya, biar nanti kalau Raina tiba-tiba nangis di jalan mas mu gak repot." Lanjut mama Dinar kepada Dewii.

"Kenapa tidak sama mama saja, biar mama bisa sekalian gimana dokter Leni itu." Gandi sebisa mungkin mengelak berduaan dengan Dewi.

"Mama ada janji arisan hari ini."

***

"Pagi suster Amira." Sapa dokter Leni pada Amira yang sudah berkutat di depan komputer dan fail-fail depan ruangan nya.

"Pagi dok." Balas Amira ramah.

"Seperti biasa kamu selalu datang awal ya Mir. Bangunnya jam berapa sih." Tanya Dokter Leni heran, padahal hari ini dirinya datang setengah jam lebih awal dari biasanya. Tetapi Mira sang asisten tetap lebih duluan lagi datangnya.

"Barusan juga kok dok." Jawab Amira terkekeh.

"Lagian saya juga gak tau mau ngapain di kos." Lanjut Amira.

"Makanya saya kenalin sama teman suami saya kamu gak mau. Siapa tau dari perkenalan menjadi jodoh. Biar ada yang mau kamu urusin gitu." Canda dokter Leni.

Sebenarnya dokter Leni heran melihat Amira tidak pernah berniat mencari pendamping. Pernah di kenalkan pada anak dari sepupunya Amira malah tidak pernah merespon perhatian dari anak sepupunya itu. Padahal umur Amira sudah menginjak 34tahun.

"Oh ya dok, dokter ada pasien baru. Sudah di reservasi jam 10 nanti." Ucap Amira mengalihkan pembicaraan.

"Pasien baru? Tumben pakai reservasi segala." Heran dokter Leni.

"Gak mau ngantri kali dok. Biasanya yang begitu orang sibuk dan kalangan orang berada." Cetus Amira.

Pandangan Amira tertuju pada sebuah keluarga yang terlihat sempurna. Gandi, Yap Gandi lah yang sedang menuju ke arahnya.  Pria itu terlihat lebih matang dan dewasa dari terakhir bertemu dengan nya.  Sesekali Gandi nampak menggoda balita yang berada di gendongan nya. Di sebelahnya terdapat wanita cantik membawa tas yang biasa berisi perlengkapan baby.

"Reservasi atas nama Raina sus." Amira mengerjapkan matanya saat mendengar suara wanita yang berdiri sebelah Gandi.

"Ya maaf, atas nama siapa tadi?"

Mendengar suara itu Gandi langsung berhenti menggoda Raina dan betapa terkejutnya Gandi melihat siapa wanita yang berada di depan nya ini. Begitu pula dengan Amira, sikap profesionalnya tidak mampu menghilangkan rasa terkejut, kecewa dan luka yang terlihat jelas dimatanya.

Seorang IstriWhere stories live. Discover now