5. Sampai Jumpa, Lagi

491 74 0
                                    

"Lamaran pekerjaanku diterima."

"Wah, bagus dong kalau begi—"

"Tapi aku akan pindah, pergi jauh darimu,"

". . ."

"Apakah kau tidak apa-apa, jika nantinya kita terpisahkan oleh jarak begitu jauh dan komunikasi yang jarang?"

Ketika empat manik saling bersinggungan dalam sebuah tatapan, dunia seakan melambat, begitu pula waktu yang mewadahi. Off Jumpol akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan hal yang sudah dipendam beberapa hari ini pada Gun. Suasana kafe yang cukup ramai seakan bukan apa-apa daripada saat di mana si lelaki mungil hanya diam saja menanggapi pertanyaan Off.

Seiring detik berlalu, pikiran Off kembali menjalar kemana-mana. Keresahan dapat ia rasakan pada hati. Jantung pun ikut berdetak cepat tapi anehnya degupan itu sempat terasa sangat lambat, seakan ingin berhenti sesaat sebelum akhirnya kembali memompa darah ke seluruh tubuh Off. Lelaki berumur 25 tahun tersebut hanya bisa berharap, bahwa apa yang Gun katakan setelah ini—entah di detik ke berapa—akan membawa kabar baik berupa jawaban yang dikatakan padanya beberapa tahun lalu.

Kedua kelopak mata Gun mengedip beberapa kali, sesekali menyembunyikan dua warna matanya yang berbeda—kebalikan dari Off yaitu sebelah kiri cokelat gelap dan kanan cokelat terang. Salah satu tangan meraih cangkir teh, menyeruputnya sebentar, lalu kembali diletakkan pada meja. Gun menghela napas. "Kau tahu? Aku seperti mengalami déjà vu, padahal beberapa tahun lalu kau memang pernah menanyakan hal yang sama,"

". . ."

"Kau mengkhawatirkan sesuatu yang sebenarnya tidak begitu berkemungkinan terjadi,"

Off diam, tak berkutik.

"Kejar masa depanmu, Off. Jangan khawatirkan tentang kita,"

"Karena aku yakin semesta pasti paham, mau seperti apa kondisi kita, sejauh apa jarak yang membatasi dan sejarang apa aku dan kau berkomunikasi, pada akhirnya juga Off dan Gun akan kembali bersama."

"Apa kau yakin ini ide yang ba—"

"Kau sudah gila jika menolak kesempatan itu," Gun menegakkan punggungnya, "aku tahu kau seberharap itu ingin diterima di sana dan sekarang, kau malah ragu untuk mengambilnya?"

Off menggaruk tengkuk seraya menyengir, berisi keraguan di dalamnya. "Aku... mengkhawatirkanmu."

Kali ini jawaban lelaki jangkunglah yang membuat Gun terdiam sesaat. Tatapan matanya melembut, helaan napas dilakukan. "Off,"

". . ."

"Nyatanya, memang akulah yang selalu mengandalkanmu di saat sedang susah. Aku juga yang selalu meminta pertolongan jika sesuatu telah terjadi. Segala kelakuan itu, seakan membuatku sangat bergantung padamu,"

"Kau khawatir karena pikiranmu dipenuhi oleh fakta bahwa aku tidak bisa ditinggalkan,"

". . ."

"Aku akan baik-baik saja, Off." Tangan Gun kali ini terjulur, meletakkannya di atas kepalan tangan lelaki jangkung itu, berniat memberikan ketenangan agar Off tidak memikirkan hal-hal buruk lainnya. "Pergilah. Kejar impianmu, dan jaga diri baik-baik."

Perasaan lega secara bertahap menelusuri jalannya menuju hati Off. Tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Lelaki jangkung itu puas dengan balasan Gun—sesuai ekspektasinya. Senyuman hangat membingkai pada wajah Off, kedua mata bahkan hampir berbentuk sebuah garis. Gun yang melihatnya, juga ikut tersenyum.

Namun siapa sangka jika diam-diam, Off juga merasakan sedikit kekecewaan akan jawaban dari pertanyaan yang telah dijawab oleh Gun. Tak bisa dipungkiri, di dalam hati kecil Off, ia juga ingin Gun untuk mencegahnya pergi.

Off tidak tahu alasan mengapa perasaan tersebut bisa hadir. Bahkan masih menjadi misteri ketika gate pesawat yang nanti ditumpangi Off akan segera menutup. Sebuah pelukan dilakukan oleh keduanya. Singkat namun nyaman. Begitu panggilan terakhir diumumkan, Off melepas kedua lengan yang melingkari pinggang Gun. Salah satu tangan ia letakkan pada kepala si lelaki mungil lantas berkata, "Ini bukan selamat tinggal. Kita akan bertemu lagi, nanti."

Gun menganggukkan kepala sekilas kemudian tersenyum, kedua mata berkaca-kaca. Dalam hati bersumpah, dirinya pasti akan merindukan sosok lelaki jangkung di depannya ini. "Have a nice flight, Off. Sampai jumpa lagi."

Off Jumpol melambaikan tangan kemudian tanpa menoleh lagi ke belakang, ia membawa koper serta jiwa raga menuju pintu keberangkatan—dengan setengah hati meninggalkan si adik kecilnya yang sudah dewasa.

Aku berharap... semua baik-baik saja. Ketika aku kembali, Off dan Gun akan tetap sama, tidak mengalami perubahan walaupun waktu berjalan dengan semestinya.

IN THE EYE OF A HEARTBEAT • offgun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang