8. Puncak Perasaan

489 64 11
                                    

"Tunggu aku di kafe favorit kita."

"Kebetulan sekali, aku sudah ada di tempat itu sejak dua puluh menit yang lalu."

"Hahaha, baiklah. Sebentar lagi aku sampai."

Bibir Off melengkung, senyuman tipis muncul pada wajah. Ia mematikan ponsel kemudian memasukkannya pada kantung celana. Saat ini, Off telah berdiri tepat di seberang jalan sebuah kafe di mana ia dan Gun sering meluangkan waktu bersama. Tempat itu penuh kenangan serta menjadi saksi biksu bertumbuhnya kedua insan menuju kedewasaan. Karenanya, Off memilih kafe itu. Ia ingin menciptakan momen temu kangen ini terasa hidup dan juga penuh makna. Off menghela napas seraya memandangi bangunan bernuansa krem dan cokelat. "Jadi... sudah waktunya ya?" gumam Off pada diri sendiri.

Jika lelaki jangkung itu harus jujur, ia belum ingin percaya bahwa Gun Atthaphan dapat kembali lagi bersamanya. Sejak kerenggangan jarak dan komunikasi, Off tidak mengetahui lebih detail kabar dari si lelaki mungil. Ia tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan Gun dengan sosok yang ada di gambar waktu itu, apakah semakin dekat atau mungkin—Off berharap—berlalu begitu saja? Tidak tahu juga saat ini akan mendapati fakta apa dan kenyataan apa. Pikiran Off begitu abstrak dengan beberapa kemungkinan ikut memenuhi, menambah kebingungan yang sudah ada.

Namun Off mendadak merasakan sebuah keyakinan kuat ketika melihat sosok mungil yang dirindukannya, keluar dari kafe. Gun berjalan lalu berdiri tepat di depan bangunan itu. Kepala menoleh ke kanan dan kiri, seakan sedang mencari sesuatu atau... seseorang. Wajah si lelaki mungil tertekuk lucu saat terheran-heran, membuat Off terkekeh di kejauhan. Si lelaki jangkung kemudian memanggil nama Gun dengan berseru dari tempatnya berdiri. Sekali saja tidak cukup, lalu lintas jalanan di depan kafe cukup ramai oleh kendaraan sehingga membuat Off harus berteriak lagi dengan lebih kencang.

Kali ini Gun menyadari ada seseorang yang memanggil namanya dari kejauhan. Lelaki mungil itu menoleh dan dalam sekejap, dunia seakan berjalan begitu lambat.

Kedua pasang mata saling bertemu di momen itu, puncak dari segala perasaan yang mereka miliki bersama. Kerinduan, kebahagiaan, kelegaan, serta rasa haru datang bagai tsunami. Salah satu membulatkan kedua manik, terkejut ketika melihat sosok lain kembali pulang dengan corak mata telah berubah sempurna. Sedangkan Off mengeluarkan sebuah senyuman yang tak pernah ia munculkan sebelumnya, pikiran pun dipenuhi oleh visual di mana tepat di saat itu juga kedua manik Gun mulai berubah menjadi gelap, seperti milik warna mata asli Off.

Lelaki jangkung itu tak lagi bisa menahan kesabarannya, langkah kaki segera membawa raga menuju Gun—berlari menyebrang.

BRAAKK!

Mendadak, dalam waktu begitu cepat, jantung Gun terasa seperti ditusuk oleh sebilah pedang yang sangat tajam. Takdir seakan mengkhianati, bersamaan dengan mata seorang Gun Atthaphan yang telah berubah sepenuhnya menjadi cokelat gelap bagai perunggu. Sayang, pemilik asli dari manik tersebut tertabrak oleh sebuah truk pengangkut berat.

Setidaknya, Aku masih diberi kesempatan oleh Tuhan agar bisa menemui adik kecilku. Untuk yang mungkin, terakhir kalinya.

... Dan Off Jumpol tidak bisa diselamatkan. Ia sudah tiada.

IN THE EYE OF A HEARTBEAT • offgun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang