Sehari sebelum pindah

17 3 0
                                    

"Ngga, apa kabar?"kalimat pembuka basa basi yang ternyata jawabannya tetap dinanti oleh si empunya pertanyaan.

"Oh baik kok."jawab Lingga.

Inu nampak menganggukkan kepala seraya memberi senyum singkat.

"Nu, kenapa ya?"

Saat pertanyaan tersebut muncul, Inu berat hati ingin memberi tahu. Bukan karena Lingga akan menghalangi kepergiannya namun malah justru membiarkannya pergi begitu jauh seperti sebelumnya.

"Nu..."panggil Lingga yang menarik kembali sadarnya.

"Ngga, aku cuma mau ngomong. Aku nggak kuliah lagi."Jawab Inu.

"Oh itu. Jadi, rencana kamu selanjutnya mau ngapain?"tanya Lingga yang kedengarannya hanya berbasa-basi ria.

"Kamu nggak tanya alesannya?"tanya Inu sedikit terperangah.

"Sorry, Nu."

"Iya."jawab Inu singkat. Lalu mengambil totebag yang ada disebelahnya.

"Ngga, ini beberapa buku. Aku kembalikan."Inu menyodorkan totebag tersebut.

Alangkah baiknya kalau perasaan Inu serupa dengan burung. Sungguh akan ia lepaskan. Membebaskannya terbang kemana saja.

Mengingat sangkar yang tak lagi ramah bagi penghuninya. Tidak juga ia berniat ingin berpindah menuju sangkar lainya tetapi hanya saja ia ingin keluar mengangkasa.

"Oke aku terima lagi, Nu. Oh iya cobalah berhenti agar kamu mengerti."Lingga menerima totebag tersebut dan berbicara dengan nada serius.

Inu tentu saja tak bergeming. Menanti peryataan selanjutnya yang mungkin keluar dari mulut si empunya-Lingga.

Beberapa detik lalu Lingga hanya memandang, hendak melanjutkan perkataannya. Ia sadari bahwa perkataan yang singkat sebelumnya mampu melukai seseorang yang ada dihadapannya.

Tapi, Lingga berpikir kalau ini yang terbaik. Ia berhak memberi batas. Ini akan baik untuk Inu begitupun dirinya.

"Mengerti, mana yang kau sukai dan kalian mengagungkan kata saling. Bukan hanya kamu. Satu sama lain, Nu."Lingga memberi penekanan pada kata satu sama lain.

"Aku akan belajar bagaimana caranya mengagungkan kata saling terlebih dahulu. Tapi, entah itu sama kamu atau yang lainnya. Aku hanya nggak mau masuk kedalam situasi rumit, Nu. Jangan membuat aku semakin bersalah atas perasaan kamu."ungkap Lingga.

Peryataan yang begitu jelas terdengar di indera Inu. Di dalam pikirannya, semacam kaset kusut. Kata demi kata secara acak bergantian muncul, memaki dan menertawakan dirinya secara berganti.

Menertawakan dirinya kalau selama ini selalu membersamai harapan yang semu. Menumbuhkan kemungkinan patah hati dan sengaja membunuh bahagia hanya karena perasaan ingin ini dan itu tapi tak mampu.

"Maksud kamu?"pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulut Inu.

"Kamu paham lebih dari yang aku pahami, Nu. Alangkah lebih baik kalau kita memang memberi batas supaya aku nggak terus-terusan bikin kamu sedih. Aku mau kita temenan, satu sama lain bisa sama-sama bahagia tanpa ada beban perasaan seperti yang kamu punya."

Kemudian Lingga menatap Inu seraya berkata"Berteman akan membuat kita tak saling hilang, Nu. Percayalah."

"Ngga, sayangnya percaya yang mau kamu minta sekarang aku nggak punya, aku nggak mau dan nggak berani."jawab Inu.

Lingga mengalihkan pandangannya ke arah luar pagar, menatap jauh kesana. Kemudian tertunduk sangat dalam lalu menatap mata Inu lagi.

"Jadi... Aku akan kehilangan?"tanya Lingga.

"Iya, bisa jadi."jawab Inu singkat.

Inu memeriksa keadaan disekitarnya, sekarang pukul lima. Hari juga nampak gelap dan terlihat hujan akan segera turun yang tampaknya juga akan dibersamai oleh air asin yang sudah mulai tak terbendung di pelupuk matanya.

"Ngga, kamu pulang gih. Sudah gelap. Nanti kehujanan."

"Nu..."

"Aku bisa kok, aku juga pasti baik-baik aja."Inu berusaha meyakinkan Lingga dan tersenyum singkat.

"Btw, makasih ya. Sehat terus."kata terakhir yang diucapkan oleh Inu sebelum ia berlalu meninggalkan Lingga di taman depan tempat tinggalnya. Ia kembali ke kamarnya dan enggan mendengarkan jawaban Lingga. Tidak akan mampu ia tahan lagi, air matanya sudah mengurai. Dalam hatinya 'Selamat jalan Ngga. Sampai ketemu lagi'.

Ucapan selamat tinggal yang tak sempat sampai kepada orang yang dituju, masih tertahan dan tidak keman-mana. Inu belum sempat bertanya tapi sudah lebih dulu mendapatkan jawaban. Jawaban yang akan selalu diingat, barangkali nanti ada yang salah dan berubah tapi sudah ia pastikan saat ini bahwa perasaannya juga akan mengangkasa sesegeranya.

***

Selamat membaca, ya. ☁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INI CERITA INUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang