1. PLUVIOPHILE

68 40 37
                                    

Putaran bumi dan waktu bersinergi. Pada saatnya, kita akan dipertemukan dengan seseorang.

----

Ketika perjalanan pulang ke rumah, tiba-tiba hujan deras. Aku terpaksa berteduh di sebuah kios kecil.

"Ah sial, ramalan cuaca hari ini tidak benar," ucapku pada diri sendiri.

Tak lama, ada seorang lelaki berlarian kecil ke arahku sambil mengangkat tas ransel diatas kepalanya. Awalnya aku menghiraukannya. Sampai suatu saat dia berdiri tepat di sampingku. Terlihat jelas badannya tinggi kekar, rahang yang kokoh, alis yang tebal, dan bulumatanya yang lentik. Mungkin, wajahnya terlalu cantik untuk ukuran lelaki. Aku tertawa dalam hati. Jelas dia lelaki, bodoh.

Aku terpana, tidak sadar kedua garis bibirku melengkung. Membuat sang empu menoleh padaku. Dia mengernyitkan kedua alisnya heran. Membuatku tersadar, aku segera menetralkan suasana di sekitarku.

"Hai, aku Delina. Quilladin Delina Indrawari." Ucapku sambil mengulurkan tangan.

"Hujan," ucapnya dingin tanpa menerima uluran tanganku. Dia bahkan membuang mukanya, dan menatap jalan di depannya.

Apa aku salah dengar? Jelas-jelas disini memang hujan. apakah dia mengira aku buta? Tidak ingin salah paham, aku bertanya lagi.

"Maksudnya?" Ucapku sambil mengernyitkan kedua alisku.

"Nama saya Jauzan Adlard Praxn. Panggil aja Hujan," dia menjawab dengan dingin lagi. Tidak menatapku. Tatapannya masih kosong ke depan.

Lalu, aku membulatkan mulutku membuat huruf 'o' dan berkata, "Lucu ya, namamu Hujan."

Dia hanya berdeham sebentar lalu dia tak menghiraukanku lagi.

-----

Setelah beberapa lama kita berdua terdiam. Tidak ada yang saling memulai pembicaraan. Hujan pun reda. Lalu lelaki bernama 'Hujan' itu melenggang pergi tanpa meninggalkan sepatah kata apapun.

Baiklah, tidak apa. Kataku dalam hati. Aku berharap pada langit, agar aku bisa bertemu 'Hujan' lagi.

----

Aku masuk ke dalam rumahku. Sepi. sunyi. Entah harus sampai kapan orangtuaku seperti ini. Ayahku bekerja di salah satu pertambangan di Papua. Sedangkan ibuku bekerja pergi pagi pulang pagi. Tidak, bahkan ibuku sudah beberapa hari terakhir ini tidak pernah mengunjungiku, atau bahkan sekedar menanyakan kabar via telepon.

Aku tersenyum miris. Aku bersyukur masih mempunyai kakak lelaki yang bisa aku jadikan sebagai rumah. Namanya Alvero Darren Zervano. Aku mencintainya lebih dari apapun. Mungkin. Itu pernyataanku sebelum aku bertemu dengan 'Hujan' ku.

Jatuh cinta? Rasanya masih terlalu cepat menyatakan ini. Aku tersenyum. Bayangan wajahnya yang rupawan menari-nari di pikiranku.

Aku tersadar dari lamunanku ketika ada yang mengetuk pintu rumahku. Mungkin itu kakak. Pikirku.

Aku bergegas membukakan pintu. Dan ternyata sosok yang sedari tadi ada di pikiranku sekarang ada di hadapanku.

"Hujan? Apa aku terlalu memikirkanmu sampai aku bermimpi bahwa kamu mengetuk pintu rumahku lalu berada dihadapanku seperti saat ini?" Aku tertawa.

"Saya memang Hujan," jawabnya.

Aku langsung menghentikan tawaku. Aku terdiam. Darimana dia mengetahui rumahku?

"Alvero ada?" Tanyanya sambil menaikkan salah satu alisnya.

Dan pertanyaanku pun terjawab saat itu juga. Ya, mungkin dia teman kakakku.

"Kak alvero gaada di rumah. Kayanya dia lagi ada urusan. Masuk dulu aja Jan, tunggu di dalam."

Di waktu yang sama, suara motor memenuhi pekarangan rumahku.

"Itu kak Alvero!" Ucapku sambil tersenyum pada hujan.

Kak alvero datang sembari membawa sebuah kantong plastik berwarna merah di tangan kanannya.

"Woi Jan, udah lama ya nunggu gua?" tanya kakakku pada Hujan.

Hujan hanya berdeham kecil. Dia bak kulkas berjalan. Kataku dalam hati.

"Kamu ga suruh dia masuk dek? Jahat kamu, kasian dia nungguin kakak," ucap kak Alvero padaku.

"Aku udah nyuruh dia masuk kak, mungkin dia mau nunggu kakak kali. Lagian kan aku cewek, dia cowok. Bukan muhrim kalo disuruh masuk ke dalem rumah," jelasku.

Tetapi kedua lelaki itu tak menghiraukanku. Kesal. Jelas. Aku ingin mencabik-cabik wajah tampan mereka berdua.

Aku masuk ke dalam kamarku. Aku tidak mau memikirkannya lagi. Sudah cukup. Kemudian aku sudah tenggelam dalam serunya serial drama korea.

----

Malam ini aku tidak tahu kenapa tidak bisa memejamkan mataku. Aku sangat gelisah, segelisah seorang ibu yang hingga pada waktu maghrib anak putrinya belum juga ada di rumah. Tiba-tiba aku teringat sang 'Hujan Es' itu. Sejujurnya, hatiku mengatakan bahwa paras lelaki itu sungguh rupawan. Wanita mana yang tidak tergoda dengan badan kekar tingginya, alis tebalnya, bulumata lentiknya. Ah sungguh pria idaman.

Dengan sendirinya muncul perasaan aneh dalam hatiku, perasaan yang benar-benar belum pernah aku rasakan seumur hidup. Aku tidak bisa menamai getaran-getaran di kedalaman hati yang berbicara dengan bahasanya sendiri, hingga membingungkan pemilik hati. Ia melahirkan seribu bentuk, dan dunia pun penuh dengan lukisan, tapi semuanya abstrak. Pikiranku jadi tak menentu, bagaikan asap yang dipermainkan angin, hanya berdesah halus, tapi sudah membuatnya menari berlenggak-lenggok semakin tipis wujudnya, kemudian hilang dalam keabsurdan.

Aku teriak. Ada apa dengan aku ini?

Kakakku masuk ke dalam kamarku sambil membawa gitar kesayangannya. Dia terlonjak kaget saat mendengarku teriak.

"Kamu itu kenapa?" tanyanya sambil memasang wajah kagetnya itu.

"Hmm, gapapa kok kak. Tadi ada kecoa tapi kecoanya udah pergi kok."

"Yaelah gitu doang. Eh dek, kamu kenal Hujan?" tanyanya.

"Tadi ketemu pas lagi neduh di kios kecil."

"Ooohh." Jawab kakakku sambil membulatkan mulutnya.

"Kak, Hujan udah punya pacar?" tanyaku penuh rasa penasaran.

"Ciee. Kamu suka sama dia?"

"Mmm cuma sekedar kagum doang kayanya kak. Dia terlalu subhanallah untukku yang astagfirullah. Tapi, dia suka banget nari-nari di pikiranku kak."

"Hahahahhaha. Nanti kakak salamin ya kalo ketemu dia lagi." Ucap kakakku yang masih setia menertawakanku.

Melihatku mengerucutkan bibir, kakakku bernyanyi.

"Saben bengi aku ga iso turu, ga iso turu, mikirno awakmu." Kakakku bernyanyi sambil bermain dengan gitar kesayangannya.

"Ish. Tau ah kesel." Ucapku sambil melempar boneka kesayanganku ke wajahnya kak Alvero.

-----

Hai, aku kembali dengan 860+ words.

Tolong kasih krisarnya ya!
Terima kasih.

pluviophile-mu.

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang