8. PLUVIOPHILE

18 15 33
                                    

"Aku harus melaporkanmu pada polisi karena kamu itu seorang kriminal yang telah mencuri hatiku."

- Quilladin Delina Indrawari -

----

Malam semakin larut, Delina sedang mengemasi barang-barangnya yang akan dibawa untuk besok dalam kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa itu. Tak sabar menunggu besok, pikirnya.

Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, ia beranjak ke balkon kamarnya, sekedar menenangkan diri. Rumahnya terletak di belakang jajaran bangunan mewah yang menghadap Resinda Park Mall. Seakan dikelilingi cahaya dari lampu-lampu semua jenis bangunan mewah yang ada disana. Jalan raya di depan rumah Delina cukup ramai. Banyak kendaraan yang melintas.

Tiba-tiba seorang lelaki masuk ke kamar Delina dan menghampiri Delina yang berada di balkon kamarnya.

"Ada surat dari ayah," Alvero merogoh saku celananya, mengambil sepucuk surat, "Tadi siang diantar tukang pos. Sengaja kakak belum buka supaya bacanya bareng-bareng."

Surat itu diterima Delina. Dikirim ayahnya seminggu yang lalu dari Papua. Segera saja dibacanya dengan saksama.

Assalamu'alaikum, anak-anakku.

Bagaimana kabar kalian di Karawang? Sudah hampir tiga tahun kita tidak berjumpa. Semoga Allah selalu melindungi kalian. Apakah ibu kalian masih sering sibuk dengan pekerjaannya? Ibu sangat sayang pada kalian, dia pasti selalu menyapa kalian setelah dia pulang kerja kan?

Ayah hanya ingin memberitahu. Kalau bisa, kalian bujuk ibu untuk lebih menjaga kalian. Bujuk ibu untuk berhenti dari pekerjaannya. Biar ayah saja yang kerja keras, tugas ibu hanya menjaga kalian.

Anak-anakku, ayah percaya. Kalian bisa menjadi anak yang mandiri, pandai, dan sukses sehingga kalian bisa membahagiakan ayah dan ibu.

Hanya itu saja yang bisa ayah tulis. Ayah rindu kalian. Titip salam untuk ibu ya.

Wassalam.

Delina langsung mendekap surat itu. Matanya seketika bening dengan limangan airmata.

"Ternyata, ayah belum tau kalo ibu sudah beberapa bulan terakhir ini tidak pulang? Bahkan ibu tidak menanyakan kabar kita di telfon. Ibu juga tidak meninggalkan sepeser uang untuk kita. Dimana ibu kak? Delina kesepian," ucap Delina sambil menangis tersedu-sedu.

Alvero menyeka airmatanya, lalu menarik Delina ke dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Delina.

"Kita harus mandiri Del. Lagian, kakak kan sekarang sudah kerja. Kalo kamu butuh apapun, kamu tinggal beritahu kakak," ucap Alvero dengan mata terpejam dan masih setia mengusap punggung sang adik.

Delina melepaskan pelukannya, "Delina gak butuh uang kak. Delina gak butuh semua fasilitas yang ibu tinggalin untuk kita. Delina cuma butuh ibu kak. Butuh ibu. Delina rindu ibu yang dulu kak."

Dada Delina bergejolak hebat. Ia tertunduk. Tubuhnya pun bergetar. Lalu ia menghambur ke pembaringan, menenggelamkan wajahnya di bantal empuknya itu membuat bantalnya basah oleh airmata. Delina memejamkan mata ketika matanya sudah terasa lelah.

Alvero menghampiri Delina yang tertidur di pembaringan lalu mengusap belakang kepalanya.

"Kakak juga rindu ibu yang dulu. Makasih, kamu hebat menyembunyikan kesedihanmu selama ini Del," ucapnya sambil menitikkan airmata.

Ia pun mematikan lampu kamar Delina dan beranjak pergi. Matanya juga sudah lelah, pikirnya.

----

PLUVIOPHILEWhere stories live. Discover now