8

298 87 56
                                    

Finally aku kembali menyapa di cerita ini dengan mood yang bisa di katakan sudah terlanjur jelek. Aku akui memang BLWM ini cerita yang bener-bener gagal, yang baca ratusan tapi yang menghargai cuma gak sampe 100. Jadi kesannya tuh orang baca tetap ngikutin ceritanya tapi sama sekali gak mau memberikan vote entah alasannya karena 'ogah' atau karena kisahnya gak sampe ke hati pembaca.

Kemarin ada readers yang WA aku, dia bertanya "Emang kalo vote itu penting ya, Kak?" aku jawab, ya vote itu bagi penulis kaya aku sangat penting. Vote itu ibaratkan semacam apresiasi buat penulis karena kalian sudah menikmati ceritanya secara gratis tanpa bayar. Jadi, buat pembaca cerita ini stop jadi siders! Tolong jangan bikin jiwa nulis aku hilang lagi ya, sejujurnya susah kalo balikin mood yang jelek tuh. Setelah baca tolong tinggalkan jejak, vote jangan lupa. Yang gak tahu cara vote gimana silahkan klik tanda ⭐ yang ada di bawah pojok kiri. Jangan lupa ramein juga di kolom komen. Thanks.

Happy Reading!!

- Delapan -

Semakin hari pasangan suami-istri itu semakin terlihat bahagia. Tidak ada tanda-tanda keretakan disana, justru yang terlihat ikatan mesra yang semakin terpancar di wajah keduanya.

Mereka sama-sama di sibukan dengan kegiatan masing-masing. Pagi hari saat sinar matahari terbit Shin Hye sudah bergegas membuka kedai sederhananya di tempat biasa ia mencari nafkah, sedangkan Yong Hwa dua bulan sudah ia bekerja sebagai cleaning service di sebuah butik milik Ji Won. Semuanya berjalan seperti biasa, meski terkadang ada saja kerikil yang menghalangi jalan kehidupan mereka. Namun, hati yang terlanjur kokoh tak begitu mudah untuk di runtuhkan. Berkali-kali hasutan itu sering kali datang, mengusik ketenangan bahkan mengancam keselamatan. Tetapi baik Yong Hwa ataupun Shin Hye, keduanya menganggap jika hasutan-hasutan tersebut adalah bentuk ujian yang sedang di berikan Tuhan padanya.

Jika seperti ini pantaskah mereka menyerah?

Shin Hye menarik napas panjang setelah cukup lama ia terdiam. Sudah beberapa hari terakhir perasaanya tidak tenang terus mencemaskan keselamatan Yong Hwa. Seminggu yang lalu bibi Hana kembali mengunjunginya sambil melontarkan peringatan keras padanya, saat itu Shin Hye sama sekali enggan untuk menjawab, ia hanya bisa menutup mulut sambil mendengarkan rentetan amarah serta gertakan yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu.

Perasaan khawatir yang cukup besar jelas saja Shin Hye rasakan. Istri mana yang tidak khawatir akan keselamatan suaminya sendiri? Ya, kekhwatiran itu semakin bertambah seiringnya waktu. Apalagi ketika Yong Hwa berpamitan untuk pergi bekerja, rasanya sangat sulit bagi Shin Hye melepaskannya. Ia hanya takut terjadi hal buruk yang menimpa Yong Hwa.

Sadar akan pikirannya yang terlalu jauh Shin Hye menggelengkan kepala sambil memejamkan kedua mata. "Apa yang aku pikirkan? Aku yakin Yong Hwa akan baik-baik saja." gumam Shin Hye.

Sapuan lembut di bahunya membuat tubuhnya menoleh ke samping.

"Kau tidak apa-apa, Shin?" tanya Yong Hwa yang di jawab gelengan kepala wanita itu.

"Aku tidak apa-apa. Masakannya sudah selesai, lebih baik kita langsung makan saja," ujar Shin Hye mematikan kompor lalu berjalan mengambil dua buah piring.

"Kau yakin baik-baik saja?" pertanyaan itu kembali terlontar ketika keduanya selesai mengisi perut mereka yang kosong.

"Wae? Apa wajahku menyiratkan jika aku sedang tidak baik-baik saja eoh?"

Be Loyal With Meحيث تعيش القصص. اكتشف الآن