7. Malaikat Duniawi

6 2 0
                                    

Sebelum kalian lebih lanjut untuk mulai membacanya, jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah. Serta, tinggalkan komen di setiap paragraf. ')

Xixie,
-sausankml

_______________________________________
__________________

Ibu, Sang Malaikat Duniawiku. Ia yang kujadikan tempat kembali dan bercerita, karena ia yang paling mengerti diriku.

Pijar Cantika Wulandari

🌋🌋🌋

Aku sudah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit. Setelah mengalami perawatan hampir seminggu di rumah sakit, rasanya sangat bosan karena hanya memandangi dinding berwarna putih. Apalagi ditambah dengan bau khasnya rumah sakit. Hal yang sedikit kubenci. Oh ya, aku diperbolehkan pulang, tapi dengan syarat; aku harus pergi kontrol pekan depan. Ya, kembali lagi ke rumah sakit ini. Okelah, tak apa. Lagipula masih pekan depan, kan? Apa yang perlu dikeluhkan?

Aku telah sampai di rumahku. Kami sekeluarga diantarkan ke rumah dengan menaiki mobil taksi berwarna biru, si pemilik lambang burung .... Ah, rumahku. Apa lagi yang bisa kulakukan setelah ini? Berbagi tawa dengan bapak dan ibu, itu sudah pasti. Tanpa ingin berlama-lama di depan rumahku, aku pun segera bergegas menuju kamarku. Aku meninggalkan ibu dan bapak yang masih berbincang-bincang dengan sopir taksi tersebut, yang tak lain adalah tetanggaku.

Kamar tidurku, dengan aroma stroberi kegemaranku langsung menyeruak masuk ke indera penciumanku. Aku sangat rindu dengan kamar ini, karena sudah seminggu aku tak berada di sini. Tempat di mana aku biasa belajar dan mengerjakan PR, kerja kelompok dengan teman sekelasku, bermain ponsel BB kesayanganku serta banyak hal menyenangkan lainnya.

"Nak," panggil ibu dari ambang pintu kamarku.

Aku menoleh ke sumber suara. "Wah, Ibu. Ada apa, Bu?" seruku menyahutinya.

Kenapa ibu harus datang di saat seperti ini? Padahal, aku baru saja hendak membaringkan tubuh lemasku di kasur ternyamanku. Kasur yang ber-seprai-kan motif bunga sakura. Yang kuingat, sebelum diriku dirawat di rumah sakit, seprai kasurku bukan yang ini, mungkin diganti sama ibu, mungkin. Ah, tak terbayangkan rasa nyamannya.

"Makan dulu, yuk. Habis ini minum obatmu, Jar," suruh ibu sambil berjalan masuk ke kamarku. Ibu pun duduk di sebelahku.

Aku menganggukkan kepalaku dan berkata, "Ayo, Bu!" Kami segera bergegas, dengan diriku yang menggenggam telapak tangan kanan ibuku.

Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Yang kurasakan, begitu hangatnya genggaman tanganmu, malaikat duniawiku, ibu.

🌋🌋🌋

Aku rasa, diriku sudah terlalu lama tidak masuk sekolah. Tidak belajar bersama teman sekelasku. Tidak pergi ke kantin bersama teman sekelasku. Maka dari itu, aku pun meniatkan diri untuk meminta izin kepada ibuku agar dapat izin untuk masuk sekolah. Biasanya, aku dapat merayunya jika diriku membawa sesuatu untuknya. Tapi, sangat sulit untuk saat ini. Bahkan, untuk keluar rumah sekadar jalan sore atau pagi aku tidak diperbolehkan. Hm, jadi sulit untuk meminta izin sekolah.

Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus memasak atau membuat makanan? Bagaimana dengan susu goreng? Ide bagus! Akan kubuat nanti, kalau ibu dan bapak sedang pergi ke luar rumah.

Ini waktu yang kutunggu-tunggu! Kurasa rumahku ini sudah terlihat sepi, aku pun berjalan menuju dapur. Tetapi, baru beberapa langkah saja keluar dari, aku mendengar suara samar-samar dari ruang keluargaku. Salah, perkiraanku salah. Sepertinya bapak dan ibu sedang berbincang-bincang di ruang tengah. Apa yang sedang mereka bincangkan?

Ma FutureOnde histórias criam vida. Descubra agora