4. Awal Sekolah

34 19 4
                                    

Sebelum kalian lebih lanjut untuk mulai membacanya, jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah. Serta, tinggalkan komen di setiap paragraf. ')

Xixie,
-sausankml

_______________________________________
__________________

Aku tak berharap banyak atas hadirnya dirimu. Apakah kamu tau? Aku hanya mau kamu tak pernah menyakitiku.

Pijar Cantika Wulandari

🌋🌋🌋

Juli 2007

"Permisi, Kak," ujarku kepada sekumpulan siswa yang berada di depan kelas sebelas IPS tiga.

Aku pikir, mereka adalah kakak kelas di sekolah ini. Kenapa aku bisa tau kelas mereka? Itu, aku melihatnya di papan penanda kelas yang tergantung di atas pintu. Mataku masih tidak beralih dari situ setelah mengucapkan 'permisi'.

Sekumpulan kakak kelas tersebut memandang diriku dengan tatapan yang sulit diartikan. Tanpa menjawab sepatah kata pun padaku, mereka melenggang masuk ke kelas. Sombong, pikirku. Eh, tidak boleh ber-suudzon, Pijar! Mungkin, mereka ada keperluan mendadak, mungkin.

"Huft," keluhku sambil menarik napas dengan kasar. "Baru hari pertama udah begini aja first impres yang kudapat. Jelek banget!" Aku hanya bisa mengeluh dan melanjutkan jalan dengan langkah gontaiku.

"Padahal, aku cuma mau tanya letak kelas sepuluh IPS dua itu di mana. Tapi, kenapa sih orang-orang selalu gitu ke aku? Dari SMP malah!" Aku menggerutu sambil menyusuri lorong kelas sebelas.

Sampai pada akhirnya, aku berhenti di dekat tangga menuju lantai dua. Aku menengok ke arah atas tangga tersebut, sekejap. Pandanganku meneliti ke arah atas. Aku penasaran apa di atas ada kelas sepuluh IPS dua? Aku hanya bisa menebak-nebaknya. Pasalnya, di sini minim sekali petunjuk-petunjuk yang bisa menunjukkan letak kelas sepuluh IPS dua.

Untuk mematahkan rasa penasaranku, aku bersiap untuk naik ke atas. Kulihat ke arah bawah memastikan keamananku. Ya, ternyata tali sepatuku terlepas. Aku berjongkok untuk membenarkannya.

'Loh, ini tangan siapa?'

Pandanganku segera terangkat dengan sendirinya. Merasa kaget, karena ada sepasang tangan cowok yang mengikat tali sepatuku. Rambutku saat ini sudah tak jelas bentuknya. Tergerai tanpa kuikat dengan ikat rambut. Mungkin, itu yang menyebabkan aku dicueki oleh kakak kelas tadi.

"Eh, maaf, Kak. Maaf ya, maaf." Aku mengucapkan kata 'maaf' berkali-kali pada cowok asing dihadapanku dengan sedikit mengangkat kepalaku. Diriku beranjak berdiri dan merapatkan kedua kakiku. Aku mengira-ngira, kalau cowok tersebut adalah kakak kelas di sekolah ini.

"Iya gak apa," kata kakak itu dengan senyum yang sangat manis, tampak lesung pipi yang tercetak di wajahnya.

'Aduhhh, itu lesung pipinya dalem banget.'

"Sebelumnya, makasih ya, Kak," ucapku, tetapi dengan arah pandanganku yang menatap ke arah lantai. Hatiku tak karuan. Entah apa rasanya, sepertinya hatiku sedang berdisko.

"Iya, sama-sama. Kamu murid baru, ya?" tanya kakak itu kepadaku.

'Dia menanyakan diriku?'

Merasa tak sopan dengan posisi seperti ini. Aku pun mengangkat kepalaku untuk memandang lawan bicaraku. Dia, cowok yang tingginya melebihi tinggi badan diriku. Kutaksir tingginya kira-kira sekitar 170 cm. Hidungnya seperti perosotan TK. Matanya coklat keabu-abuan.

Ma FutureWhere stories live. Discover now