Bagian-6

462 70 1
                                    

(Sebuah Pelukan)

Setidaknya aku sudah pernah merasakannya walaupun itu dari orang lain. Tapi kenapa bisa sehangat itu?
-Bian-
---

"Makasih karena lo udah mau anterin gue, sana sana pulang!" kesal Yora saat baru menuruni motor Bian.

Bian kesal karena Yora mengusir dirinya. Dasar wanita tak tahu terima kasih pikir Bian.

"Iya! Iya! Bawel gue juga mau pulang! Nggak mau juga gue mampir ke rumah lo! Pasti orang dirumah lo lebih parah sikapnya kek Elo!" ujar Bian kemudian memasang helm full face nya. Namun baru saja Bian ingin menghidupkan motornya ada seseorang yang mendekatinya.

"Eh Yora siapa dia? Kok nggak disuruh masuk dulu?" ternyata itu adalah Ibunya Yora.

"Ih nggak usah Ma! Dia orang gila, liat aja penampilan nya kayak preman gitu!" Yora menunjuk penampilan Bian, benar saja penampilan Bian yang terkesan berantakan, baju dikeluarkan dan rambut berantakan membuat siapa saja yang melihatnya pasti berfikir bahwa dia anak nakal.

"Ih Yora nggak boleh ngomong gitu, Mama nggak pernah ngajarin kamu ngomong gitu. Kamu kalau nilai orang jangan dari penampilan," ucap Ibu Yora tersenyum kearah Bian.

"Ih kesel deh sama Mama!" Yora pergi masuk kerumahnya meninggalkan Bian dan ibunya.

"Kamu nganterin Yora tadi ya?" tanya Ibu Yora ramah.

"Iya tante," jawab Bian tersenyum.

"Kalau begitu, kamu masuk dulu ya? Nggak ada penolakan!" tekan Ibu Yora langsung menarik tangan Bian.

"Nggak papa ni rante?" tanya Bian ragu.

"Nggak papa ayo."

Sesuai permintaan, Ibu Yora menyuruh nya masuk membuat Bian tak bisa menolak, lagian kan dia tidak ada janji hari ini.

Saat Bian dan Ibu Yora memasuki ruang tamu mereka. Bian terkejut melihat Ayah Yora yang sudah duduk di sofa sambil menatap tajam ke arah Bian.

"Siapa dia Ma?" tanya Ayah Yora sembari melirik penampilan Bian dari atas sampai bawah.

"Calon mantu pah," jawab Ibu Yora pelan sambil tersenyum sedangkan Bian? Bian menelan saliva nya kasar kala mendengar penuturan Ibu Yora. Mana mau dia sama cewek cerewet, tukang marah-marah lagi pikirnya.

"Kamu ini seleranya yang kayak gini terus!" goda Ayah Yora pada istrinya.

"Iyalah mending Bian dari pada kamu, kamu dulu kan waktu masih muda bandel minta ampun, ketua geng terbesar lagi di kota Jakarta."

Bian terkejut bukan main ternyata Yora anak dari mantan ketua geng terbesar di kota Jakarta. Bian mulai gelisah takut-takut Ayah dan Ibunya Yora mengetahui kalau dia Juga merupakan ketua geng di kota Jakarta ini.

"Bian ayo duduk samping Om."

Bian yang gugup langsung menganggukkan kepalanya pertanda bahwa dia menyetujui tawaran Ayah nya Yora.

"Kamu mengingatkan Om pada jaman waktu muda dulu, boleh Om peluk kamu?"

Bian sempat bingung namun Bian langsung mengangguk, dengan segera Ayahnya Yora memeluk erat Bian.

Saat tubuh Bian dipeluk Ayah Yora, Bian merasakan betapa hangatnya tubuhnya sekarang. Karena baru kali dia merasakan pelukan dari seseorang kecuali teman-temannya.

"Apakah seperti ini rasanya punya Ayah? Apakah sehangat ini pelukan dari seorang Ayah. Kenapa aku tak pernah merasakannya? Beruntung sekali Derren," batin Bian. Tak terasa air mata Bian mulai jatuh di pelupuk matanya namun segera ia tepis takut dilihat oleh Ayah dan Ibu Yora.

Pelukan mereka selesai berakhir dengan mata Jeka yang sendu. "Terima kasih Om," ujar Bian sendu.

"Untuk apa kau berterimakasih, jadi gemes Om sama kamu. Ngomong-ngomong kamu ada geng motor nggak?" Pertanyaan Ayah Yora segera dijawab oleh Ibunya Yora.

"Kamu ini kok nanya gitu sih! Jangan sama samain Bian sama kamu deh, Bian nggak mungkin punya geng motor kek kamu dulu! " omel Ibunya Yora.

"Tap---"ucapan Ayahnya Yora terpotong.

"Ikhhhhhh, Mama sama Ayah ngapain sih!! Pake ngajak dia segala!" omel Yora pada Orang tuanya btw Yora manggil bokap nya Ayah dan Ibunya Mama bedakan?

"Loh kamu ini kenapa sih?" tanya Ayahnya bingung.

"Nggak kok, maksud Yora kenapa Ayah sama Mama ngajak dia kesini?"

"Kenapa nggak boleh?" tanya Ibu Yora.

"Ihh Mama nyebelin!"

Melihat kelakuan Yora membuat Bian langsung tersenyum. Dalam pikiran nya Yora beruntung punya orang tua sedangkan dia, dia bahkan tidak begitu mengenal orang tuanya.

Drtt!

Drtt!

Ponsel Bian bergetar menandakan ada pesan yang masuk di ponselnya. Bian langsung membuka ponselnya, dahinya mengernyit kala melihat nama pengirim pesan.

[Temui gue sekarang, gue mohon untuk terakhir kalinya]

Begitulah pesan yang tertera dilayar ponselnya.

YORABIAN (END) ✔ Where stories live. Discover now