BUKAN PELANGI SETELAH BADAI

1.4K 159 4
                                    


♛♛♛
.
.
.
.

Untuk menenangkan perasaan nya, Nada selalu memilih taman belakang sekolah yang tidak dianggap lagi sebagai taman. Disitulah tempat yang selalu ia gunakan untuk menenangkan perasaan nya saat kacau.

Wajahnya tenggelam di lipatan kedua tangan nya. Ia menangis sesenggukan disana tanpa diganggu orang lain. Tangisnya tidak henti henti dan semakin keras.

Nada berhenti menangis saat merasa pundak nya disentuh seseorang. Ia mengangkat wajah nya untuk melihat sang empu.

Ketika melihat Ira yang tengah melempar senyum kepada nya, tangis Nada semakin pecah. Ia memeluk erat badan Ira yang dibalas dengan elusan. Ira sangat prihatin melihat kondisi sahabat nya saat ini.

Ia menenggelamkan wajah Nada dalam pelukan nya. Kemudian, setelah Nada berhasil ia tenangkan Ira segera menanyakan apa yang terjadi dengan nya.

Nada menghapus air mata nya pelan. Ia mencoba sekuat mungkin menerbitkan senyum yang sangat menyakitkan untuk nya.

"Lo kenapa... Cerita sama gue," Ujar Ira pelan sambil merapi kan rambut Nada yang acak acakan.

"Ra.. Gue dijodohin sama bokap gue.. Gue nggak bisa ra, " Sahut Nada pelan masih dengan suara yang bergetar.

Ira mengangguk paham, kemudian ia tersenyum menatap dalam mata Nada. "Terus, lo terima?" Tanya ira. Nada menggeleng dan menyeka air mata nya yang hampir turun membasahi pipi nya.

"Kalau gue tolak pun, papa pasti nggak bakal dengerin gue. Gue bukan nya nggak suka sama pilihan papa, gue percaya pilihan dia pasti yang terbaik buat gue." Jelas Nada masih menatap kosong lurus kedepan.

Kemudian Ira mengangguk kembali, "terus keputusan lo apa?.."
"Gu-gue.. Nggak tau, gue cuma nggak bisa Terima perjodohan ini karena gue penyakitan ra. Gue penyakitan. Gue nggak mau merugikan pihak lain. Gue bukan masa depan yang baik buat semua orang."

Ira tercengang mendengar penjelasan Nada. Ia merasa sedih, penderitaan sahabat nya ini terlalu berat untuk didefinisikan. Kemudian Ira memeluk Nada erat, ia menangis menemani tangisan Nada yang begitu menyakit kan. Ira tidak bisa membayangkan apa yang akan ia lakukan jika berada di posisi Nada.

✺✺✺

"Al, lo bikin salah apa sama Nada." Celetuk vian memecah keheningan dirumah Marvin. Mereka bertiga tidak saling bicara karna urusan Al terbawa suasana.

Al menggeleng, ia tetap diam dan menatap kosong lurus kedepan. Mendengar ucapan vian, Marvin bergidik ngeri kalau Al akan menerkam nya hidup didup jika vian bertanya lagi.

Tapi vian bukan type cowok setengah setengah kayak Marvin. Kalo marah ya marah, serius ya serius, dan Bercanda semua ada waktu nya masing masing.

"Kalo lo diem aja kayak gini, kita sebagai sahabat lo jadi ngerasa nggak guna Al! Gunanya sahabat ya saling berbagi cerita, kita bisa bagi saran kalo lo butuh. Kalo lo diem aja kita juga bingung! Diem lo akan sia-sia karna semua itu nggak bakal bisa bantu lo nyelesaiin masalah!" Ujar Vian panjang kali lebar.

Marvin tercengang dengan sahabat nya satu ini. Adek vian udah besar:) batin Marvin.

Kemudian Al menghela nafas pelan. Meskipun vian sudah memaksa nya untuk bicara, tapi ada benar nya juga ucapan vian saat ini.

"Gue di jodohin sama bokap gue." Celetuk Al kepada dua anak manusia didepan nya. Marvin membulatkan mata nya sempurna. Refleks ia menutup mulutnya takut kalau akan keceplosan ngomong sesuatu yang heboh. Biasa gaess.. Sans aja.

Berbeda dengan vian, ia mengangguk faham lalu menyentuh pelan pundak Al. Sebenarnya ia juga terkejut tapi nggak heboh kayak Marvin loo ya ia menutup keterkejutan dengan anggukan kepala. Ia harus menyiapkan telinga yang tajam dan batin anti terkejut karna sudah berani bertanya masalah yang Al alami.

Al bukan cowok yang suka ngasih tau masalah hidup nya ke sembarang orang. Untuk menceritakan suatu hal kepada sahabat nya saja jarang bahkan tidak pernah.

"Terus keputusan lo apa?" Tanya vian masih dengan tampang tenang yang dibuat buat. Vian gitu loh. "Gue tolak." Sahut Al dengan wajah yang mulai memanas.

"Jangan ditolak Al. Lo buat perjanjian aja sama bokap lo." Ujar Marvin yang sedari tadi diam. Meskipun kadang otaknya tidak bekerja sama sekali, sebisa mungkin ia akan tetap membantu Al dengan semangat 45 nya.

Vian dan Al terkejut mendengar saran Marvin. What?! Dia pikir bisnis, acara perjanjian perjanjian.

Tidak butuh waktu lama, vian mengerti apa alur fikir Marvin. Ia mengangguk menatap Al yang masih terlihat dengan wajah bingung nya.

"Gini. Lo buat perjanjian sama bokap lo, lo ngomong kalo lo ngerasa cocok sama tuh cewek, lo Terima. Tapi kalo sebaliknya ya lo tolak deh itu perjodohan." Ucap Marvin bijak. Tumben,

Al mengangguk dengan saran vian lalu ia tersenyum tulus kepada dua sahabat nya. "Thanks." Ucap Al menepuk keras pundak vian dan Marvin.

"Itu doang?!" Tanya vian dengan senyum licik nya. "Ck! Nanti malem kita ke Caffe langganan. Gue traktir lo berdua sepuasnya." Ujar Al menjelaskan. Hmm Sultan mah bebas.

"Oke! Semangat 45." Sahut Marvin yang dikekehi kedua sahabat nya.

✺✺✺

"Kamu yang tenang sayang, mama janji bakal bujuk papa lagi." Ujar Resa sembari mengelus pelan surai hitam Puteri nya.

"Nada cuma takut ma." Sahut Nada dengan suara serak nya. "Kenapa harus takut?" Tanya Resa pelan. Nada menghembuskan nafas nya berkali kali dan menutup wajah nya dengan telapak tangan.

Resa menatap sendu Puteri nya. Ia sangat khawatir dengan kondisi Nada yang semakin hari semakin buruk. Check up yang Nada Lakukan rutin pun tidak membuahkan hasil sama sekali. Apa ia harus membawa nya ke luar negeri dengan peralatan rumah sakit yang lebih canggih lagi? Tapi Resa segera menepis niat nya saat ini. Ia yakin bujukan Resa tidak akan menggoyahkan niat Nada terus tetap tinggal disini.

"Nada takut ma. Nada takut sama takdir Nada. Kalau Nada menerima perjodohan ini, Nada akan membuat kerugian besar dipihak cowok. Nada cewek penyakitan ma. Nada pasti bakal nyusahin mereka. Penyakit Nada itu bukan demam yang bakal hilang dalam 2 atau 3 hari. Nada nggak mau ma, Nada nggak mau." Celoteh Nada di iringi tangisan pecah nya. Ia menatap sendu sang mama yang juga menangis sedih sepertinya. Resa memeluk erat Puteri nya, ia membiarkan Nada menangis sejadi jadi nya di dalam dekapan nya.

"Kamu bukan Tuhan Nada, kamu nggak bisa ngomong gitu dan nentuin kayak apa nanti masa depan kamu." Jelas Resa tak Terima.

Nada melepas pelan pelukan mama nya, ia menatap lekat kedua mata Resa "Nada memang bukan Tuhan ma, tapi nada juga nggak boleh berharap lebih sama takdir." Ujarnya tegas lalu meninggalkan Resa sendiri yang masih setia dengan tangisan nya.

✺✺✺

Di tempat lain, Gunawan tersenyum sumringah dengan keputusan Al. Ia yakin meskipun hanya mencoba, Al tidak akan menolak permintaan nya.

Gunawan mengeluarkan ponselnya dan tersenyum kecil menatap foto gadis berambut sebahu, cantik gumam nya.

"Sedikit lagi, Jeane arithia Lexandra." Ujarnya tersenyum miring. Lalu ia memasukan ponsel nya lagi dan merangkai sesuatu di buku harian nya.

Next?
Wait!
.
.
.
.
.
Follow akun instagram author @niisak08


GOODBYE NADA [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang