4 ; Mimpi Buruk

1.3K 141 26
                                    

❤️ Happy Reading ❤️


Dengan emosi tak terkendali, bocah bermata hazel itu terus menendang perut sosok yang meringkuk di bawah kakinya. Di bangunan yang sejatinya kosong itu hanya ada mereka berdua, membuat sosok itu dapat dengan leluasa melancarkan serangannya. Tak peduli sang lawan sudah tidak berkutik lagi, ia terus menendang dan memukul tanpa ampun.

"Lo bangsat! Kenapa bisa sampai ketahuan? Tolol, bego!" hardiknya terus menyerang.

"Argh ... ma–maaf. Gue ... gue yang ceroboh. Maaf," rintih bocah yang kini meringkuk di lantai lembab. Tubuhnya gemetar akibat menahan rasa sakit.

Hujan memang baru mengguyur kota ketika mereka sampai di tempat itu. Tempat tiga lantai itu basah di beberapa sudutnya karena air hujan terciprat ke dalam. Bangunan ini hanya salah satu dari sekian banyak gedung tidak terpakai di kota, dan mereka menjadikannya sebagai markas.

"Aarrghhh!" Lagi, bocah itu memekik kesakitan ketika telapak tangannya dilindas dengan sepatu sneakers kawannya.

"Habis ini hidup gue hancur, bener-bener hancur, Sen! Nyokap sama Bokap bisa beneran buang gue, dan semua itu karena lo, bangsat!" Bocah hazel itu berhenti setelah menendang dengan sekuat tenaga kepala anak di bawahnya.

Di ambang batas kesadarannya, Arsen mencoba bangkit. Melihat kawannya terus bergerak mundur, ia menjadi sangat was-was dan mencoba untuk meraih tangannya.

"Vin, please. Kita bicarakan ini baik-baik, kasih gue kesempatan buat jelasin kalau ini cuma salah paham. Please," tukas Arsen putus asa.

"Bullshit! Yang tahu masalah ini cuma kita berdua, Sen. Karena lo satu-satunya orang yang benar-benar gue percaya. Sialan, ternyata lu sama busuknya dengan mereka." Air mata sudah membanjiri pipi bocah bernama Gavin itu, ia sangat ketakutan dan hancur sekarang.

"Demi Tuhan! Gue nggak pernah bocorkan soal ini ke orang tua lo! Gavin, please, kita turun dan bahas secara baik-baik, okay? Lagi pula, lo belum ngomong sama ortu, gimana lo bisa tarik kesimpulan begitu?"

Teman Arsen yang ini adalah seorang pengguna serta gay, dua rahasia besar ini hanya mereka yang tahu. Baik Arsen ataupun Gavin sudah berjanji untuk saling menutupinya, karena jika orang tua tahu maka kehidupan Gavin tak sama lagi. Kecaman dari masyarakat dan keluarga pasti juga akan mengalir padanya. Jadi sebagai teman yang baik, Arsen berusaha menjaga rahasia kawannya ini. Tapi siapa sangka bahwa hal itu bisa sampai ke telinga kedua orang tua Gavin.

"Papi gue udah marah-marah di telepon tadi, Mami juga paksa gue buat pulang. Mereka lebih takut hujatan masyarakat daripada peduli sama anaknya. Apa lagi yang harus dibahas sama mereka?"

Lantai tempat itu cukup licin, salah langkah sedikit saja, bocah itu bisa terjun bebas ke halaman yang tertutup paving itu. Dengan sedikit sempoyongan Arsen mencoba meraih tangan Gavin agar menjauh dari tepi gedung. Dalam situasi ini, hanya Arsen yang masih bisa berpikir jernih, jadi ia harus membawa sahabatnya ke tempat aman.

Dapat! Akhirnya dia berhasil meraih salah satu lengan Gavin.

"Ki–kita turun dulu, deh. Terserah lo mau pukulin gue sampe mampus nggak masalah, tapi kita turun dulu, Vin," pintanya penuh harap.

Gavin yang pada dasarnya sudah tidak bisa berpikir jernih justru berontak, sentuhan Arsen seakan sebuah benda panas yang menempel di kulit. Dengan sepenuh tenaga ia mengibaskan tangannya hingga genggaman Arsen terlepas.

PURA CORDIS Where stories live. Discover now