7 ; Egois itu Perlu

1.2K 126 29
                                    

❤️ Happy Reading ❤️

"Bu Irene hari ini cuti, guys. Kita dapat dua tugas yang satu udah ada soal nanti gue share di grup kelas dan satunya kelompok, nanti juga materinya gue kirim ke grup. Kan satu kelas ada tiga puluh empat siswa, nah setiap kelompok harus lima orang. Berarti kita ada tujuh kelompok, dengan satu kelompok isinya empat orang."

Suasana kelas cukup ricuh karena jam kosong, tetapi Rendy si ketua kelas tetap melanjutkan penjelasannya.

"Untuk anggota bebas, bisa kalian bentuk sendiri. Tapi gue minta sebelum pulang sekolah, daftar kelompok udah ada di gue. Paham?" lanjut bocah itu yang dibalas dengan seruan bahagia seisi kelas.

Setelahnya, terdengar kasak-kusuk penghuni kelas yang mulai sibuk membentuk kelompok. Meski sebenarnya kelas ini memiliki rasa solidaritas yang cukup tinggi, jika soal kerja kelompok, mereka akan menjadi pemilih.

"Halah, kita satu kelompok aja. Biar yang lain isinya lima orang, mengalah bukan berarti kalah," celetuk Arsen begitu Rendy selesai mengumumkan tugas.

Saran Arsen disetujui oleh ketiga sahabatnya. Karena biasanya juga begitu. Meski tak ada permusuhan dalam kelas, jika menyangkut kelompok, biasanya akan ada lingkaran tersendiri yang biasanya terbentuk dari lingkup persahabatan.

"Mau ngerjain di mana? Kemarin habis di rumah gue, kalau ke rumah gue lagi nggak bisa. Tetangga depan rumah ada hajatan tujuh hari tujuh malam. Mana pakai musik dangdut, berisik," keluh Brian yang kesal karena tetangganya. Dirinya bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak selama hampir tiga hari.

"Eum ... gue juga nggak bisa, kakak gue lagi nginep di rumah. Anaknya usil banget, hatiku lelah punya keponakan macam itu." Sony mengeluh.

Perkara tempat untuk kelompok malah menjadi lahan curhat. Daniel juga tidak bisa menggunakan rumahnya karena akan ada pertemuan keluarga, dia sungkan jika mengadakan kegiatan kelompok sedangkan orang tua dan kakaknya berkumpul di ruang tamu. Dengan ini, sudah bisa dipastikan di mana mereka akan mengerjakan tugas. Ketiganya menatap penuh harap pada Arsen.

"Iya, iya. Ntar sore dateng aja ke rumah gue. Snack dan minuman gue yang urus, nyokap lagi nggak di rumah. Sekalian bisa caper ke papa baru, hahaha," celetuk bocah jangkung itu tanpa ada rasa keberatan.

Sejak bergaul dengan Daniel, kenakalan mereka berkurang drastis. Terutama Arsen, clubbing dan balap liar sudah hilang dari daftar hidupnya. Bocah itu bahkan sudah mengeluarkan pengumuman bahwa dirinya akan menjadi seorang guru olahraga. Hanya satu kesulitan yang belum ia lalui yaitu berhenti merokok. Sangat sulit mengingat dirinya sudah bergantung pada benda penuh nikotin itu sejak dia duduk di bangku SMP.

"Maaf ganggu, gue boleh gabung sama kelompok ini nggak?"

Sebuah suara mengusik kehebohan kelompok itu yang sedang membahas menu apa saja yang akan mereka gunakan sebagai camilan nanti.

"Cleon? Lah emang belum dapet kelompok?" tanya Brian pada sosok yang duduk di seberang meja Arsen.

Pemuda bermata tajam itu mengangguk canggung, di kelas ada lima belas siswa laki-laki dan sembilan belas siswa perempuan. Ada satu kelompok anak perempuan yang berisi empat orang, mereka menolak untuk menerima anggota laki-laki.

"Woy, Via! Jangan diskriminasi, dong! Cleon juga temen kita. Kenapa lu tolak?" protes Sony pada gadis bergigi kelinci yang sedang heboh dengan teman sebangkunya, entah apa yang dia bahas.

Gadis yang dipanggil menatap galak pada Sony. "Lo 'kan juga temen sekelas kita. Kenapa nggak Cleon masuk ke kelompok situ aja? Kan pas, tuh, cowok semua." Jawaban itu memukul mundur Sony hingga bocah itu tak bisa melawan.

PURA CORDIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang