27 ; Weird Feeling

1K 158 22
                                    

❤️Happy Reading❤️
.
.
.

Bagian sebelumnya ....

"Kamu bicara apa saja sampai anak saya jadi seperti ini?" Elan yang semula ikut menenangkan Arsen tiba-tiba berdiri dan melemparkan pertanyaan penuh selidik kepada Cleon.

Entah mengapa, tatapan penuh intimidasi Elan membuat bulu kuduk Cleon berdiri. Sebelumnya, dia tidak pernah merasa setegang ini ketika berhadapan dengan orang lain, bahkan dengan Jonathan-ayahnya-ia sama sekali tidak takut. Namun, dengan Elan yang sama sekali tidak memiliki pengaruh apa-apa di hidupnya, Cleon justru merasakan ketakutan tanpa sebab.


🌺🌺🌺


"M–maaf, Om. Saya tadi cuman tanya, kenapa dia nangis histeris pas kita tersesat di hutan. Saat itu lagi hujan, dan saya pikir Arsen punya semacam trauma. Terus pas saya tanya, dia malah begini," dusta Cleon.

Dia tidak tahu, kebohongan ini akan bekerja atau tidak, tetapi jelas tidak mungkin jika dia mengatakan yang sebenarnya kepada pria ini.

Elan seakan hendak mengatakan sesuatu, tetapi urung ketika mendengar sang istri memekik pelan.

"Arsen! Sejak kapan kamu main kayak gini, Nak?" Tia menatap tak percaya pada sebuah goresan di lengan kiri Arsen yang tampak masih basah.

"Maaf, Ma. Maaf ...." Arsen menarik lengannya dan berusaha menyembunyikan luka itu.

Andaikan tadi Cleon tidak meremas lengannya dan mengancam seakan ingin menghancurkan lengan Arsen, mungkin luka itu tidak akan diketahui oleh Tia. Sekarang wanita itu semakin panik dan tanpa pikir panjang berlari ke arah kotak obat.

Elan turut mendekat dan melihat, seberapa parah luka yang Arsen buat. Setelah menyadari jika itu hanya sebuah goresan dan tak terlalu dalam, pria itu menghela napas lega. Ia mengelus rambut kecokelatan sang putra dan mengutarakan isi hati.

"Tolong, jangan seperti ini lagi. Kamu bisa potong-potong kertas atau rusak kebun kita, atau apa pun itu terserah. Tapi Papa mohon, jangan memotong sesuatu yang seharusnya tersambung, ya?" tukas Elan penuh kehati-hatian.

Dia tahu, menyalahkan perbuatan Arsen yang melukai diri sendiri hanya akan membuat bocah itu semakin merasa bersalah.

Arsen mengangguk dan menyeka air matanya. "Iya Pa. Maafin aku ... aku janji nggak akan kayak gini lagi. Maafin aku ...."

Dua orang dewasa yang disebut dengan orang tua tengah menenangkan dan merawat putranya. Sementara di sini lain, terdapat Cleon yang setia mematung dalam diamnya dan memperhatikan pemandangan asing itu. Lagi-lagi dia dibuat iri dengan mereka.

Cleon memiliki segalanya kecuali satu hal, yaitu sesuatu yang disebut keluarga. Yang dimaksud Cleon adalah adanya sosok ayah dan ibu seperti mereka, bukan seperti Jonathan dan Martha yang hanya memikirkan reputasi dan bisnis.

Bahkan dia mendengar dari beberapa pelayan yang bekerja di rumahnya, pernikahan orang tua Cleon hanyalah untuk mempererat kerja sama antar perusahaan. Mungkin karena itu juga, tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga mereka.

"Nak Cleon, ini sudah hampir malam. Apa nggak sebaiknya pulang aja?" Suara lembut Tia menyadarkan Cleon dari lamunan.

Pemuda itu sedikit tergagap dalam menanggapi ujaran Tia. "A–anu, Tante ... saya boleh nggak nginep di sini? Sebelumnya saya udah ngomong sama Arsen, sih. Katanya dia nggak masalah, tapi sekarang ...."

Cleon tak melanjutkan kalimatnya dan menatap Arsen yang masih duduk di tepi ranjang. Entah sudah berapa kebohongan yang ia ucapkan, Cleon hanya ingin dirinya terhindar dari bahaya.

PURA CORDIS Where stories live. Discover now