12 ; Terlalu Baik

699 70 2
                                    

❤️ Happy Reading ❤️

"Makasih, Bang. Besok atau lusa seragamnya gue balikin, deh. Yang penting hari ini aman dulu," tukasnya sembari menggulung seragam sampai batas lengan.

Luka bakar yang semula menganga sekarang sudah terbalut perban begitu rapi. Leo sangat ahli dalam hal ini. Setiap kali Arsen mendapat luka akibat bertengkar dengan anak kelas lain, dia memilih berlari pada Leo daripada menunggu gadis-gadis UKS merawatnya.

"Karena gue udah pinjamin seragam. Bisa nggak lo jujur, siapa yang udah hajar lo sampai begini? Kalau aja dia pukul ke titik-titik vital, lo udah sekarat, Sen."

Leo berujar dengan raut frustrasi. Bagaimana tidak? Ketika dia sampai di gudang itu, kondisi Arsen sudah tergeletak sangat menyedihkan. Jika saja bocah itu tak membuka mata dan berbicara, Leo sudah mengira bahwa bocah itu mati.

Meski terlihat marah, Arsen tahu bahwa seniornya ini hanya khawatir. Tentu saja ia bersyukur, karena meski nasibnya selalu sial, dia dikelilingi oleh orang-orang baik.

"Bukan masalah besar, kok. Tenang aja," sahutnya membalas kekhawatiran Leo, tak lupa ia menyunggingkan senyum untuk mencairkan suasana.

Leo sedang menata peralatan P3K ketika Arsen berkata dengan nada santai. Pemuda itu kemudian menaruh kotak ke atas meja dengan sedikit hentakan hingga menyebabkan bunyi yang cukup nyaring.

"Sampai kapan lo mau bertahan di kebodohan ini? Hari ini, orang itu mungkin cuma kasih sedikit pukulan. Tapi gimana dengan besok dan seterusnya? Bisa aja orang itu bunuh lo. Ayolah, Sen. Jangan melindungi orang yang bersalah, lo punya hak untuk membela diri," pungkas pria berambut gondrong itu.

"Orang bersalah, ya?" Arsen tersenyum miring. "Atas dasar apa lo bilang dia orang bersalah, padahal lo nggak ada di posisi gue?"

Remaja itu turun dari ranjang UKS dan menyambar tasnya yang diletakkan di atas meja. Melihat Leo yang kini bungkam, sepertinya jawaban yang dia lontarkan membuat seniornya tak bisa berkutik lagi. Jujur, sekarang seluruh tubuh Arsen terasa remuk, tetapi dia harus segera pulang atau Elan akan kembali mengomel. Akhir-akhir ini hubungan mereka bisa dibilang mulai membaik, jadi Arsen tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Gue balik dulu. Makasih udah pijemin seragam sama bantu perban lukanya. Semoga cita-cita lo jadi dokter tercapai, hahaha." Leo hanya bisa pasrah dengan watak keras kepala Arsen. Dan seharusnya tadi dia tidak asal bicara, karena dirinya memang tidak berada di posisi untuk bisa menilai.

"Semoga kebaikan selalu di pihak lo," celetuk Leo ketika yang diajak bicara sudah lenyap dari pandangan.

🌺🌺🌺

Jarak dari sekolah ke rumah yang biasanya bisa Arsen tempuh dalam dua puluh menit kini menjadi sedikit lebih lama. Anak itu mengendarai motornya dengan kecepatan rendah karena lengan kanannya selalu berkedut ngilu ketika ia terlalu banyak menggunakan tenaga. Sial memang, namun setidaknya dia sudah dirawat oleh Leo. Itu jauh lebih baik daripada pulang dalam keadaan menyedihkan.

Berhubung sedikit terluka, Arsen memutuskan untuk lewat jalan yang lebih sepi. Meski harus memakan waktu dan jarak lebih jauh, setidaknya lebih aman dan tidak terjebak macet. Ketika meninggalkan sekolah, matahari sudah condong ke barat dan sekarang langit sepenuhnya gelap. Mengingat mamanya di rumah, bocah itu sudah menerka-nerka menu apa saja yang akan mereka santap malam nanti.

Sebenarnya Arsen suka dengan makanan cepat saji dan rasa manis, tetapi Tia selalu menegurnya. Berkata bahwa anak seusianya harus banyak makan makanan bergizi dan sayuran, agar sehat dan tumbuh tinggi. Hasilnya memang tak mengecewakan, sekarang tinggi Arsen 180 cm dan memiliki tubuh sehat yang jarang sakit.

PURA CORDIS Where stories live. Discover now