07.

168 27 5
                                    

Agus masih diam menatap Wendy yang berusaha bangkit dari posisinya saat ini. Agus tak membantu Wendy walaupun ia bisa membantu Wendy. Wendy sendiripun masih menatap Agus tanpa ekspresi.

Setelah Wendy berdiri, ia membersihkan tangannya dan juga bokongnya. Karena yang ia pakai saat ini adalah baju tidurnya. Tanpa menyadari Agus yang masih menatapnya.

Ia tak mau mengangkat kepalanya ataupun melihat Agus sebelum Agus lah yang menyebut namanya untuk memulai pembicaraan mereka. Jika keduanya saling menatap, Wendy sudah tahu bahwa keadaannya akan sangat canggung dan itu qà!Ààmembuatnya resah.

"Wen." Ucap Agus.

Baru saat ini Wendy mengangkat kepalanya, namun ia tetap mengalihkan pandangannya. Ia tidak menatap Agus yang ada di depannya, melainkan rumah-rumah tetangga.

"Maaf, ya." Kata Agus dengan suaranya yang berat.

Wendy langsung menggeleng cepat. Tetap dengan tatapannya yang tidak mengarah pada Agus.

"Gue nggak jujur sama lu." Agus membasahi bibirnya.

Wendy menepuk-nepuk telinganya dengan tangannya. Dengan suara yang ia keluarkan dari mulutnya dan suara tepukan pada telinganya, sehingga ia tak bisa mendengar. Wendy tak ingin mendengar lanjutan dari kata-kata Agus saat ini.

Agus pun menghentikan itu. Ia menahan kedua tangan Wendy yang terus menepuk-nepuk telinganya.

"Wen, dengar gue dulu." Kata Agus.

Wendy langsung menepis tangan Agus dati tangannya.

"Gue nggak mau dengar. Lu kayak gini, karena lu nggak mau gue sedih. Gue emang ungkapin perasaan yang gue rasain sendiri, Gus. Tapi gue nggak mengharapkan lu akan datang ke gue. Karena gue sadar diri. Nggak seharusnya gue begini ke temen gue yang udah punya pacar." Kata Wendy dengan penekanan. Matanya pun menatap Agus ketus.

"Lu nggak ngerasain itu sendiri, Wen!" Pekik Agus.

Pekikannya itu membuat salah satu rumah tetangga membuka pintu mereka. Sehingga Agus menarik Wendy memasuki rumah dan menutup pintu.

"Lu nggak sendiri ngerasain itu, Wen!" Ulang Agus.

"Stop. Gue nggak mau bicarain ini." Wendy membalikkan tubuhnya dan ia mulai melangkah menaiki tangga ke atas.

Agus menyusul Wendy menaiki tangga.

"Stop ikutin gue! Lu harusnya tidur! Gosok gigi, cuci kaki, cuci muka, terus lu tidur." Omel Wendy sambil menaiki tangganya.

Ia mengomel karena di belakangnya, Agus masih saja menaiki tangga tersebut sampai di depan pintu kamarnya.

"Apa, sih? Gue nggak mau ya, ada adegan itu lagi disini. Gue tendang lu dari sini kalau sampai lu cium gue lagi!" Seru Wendy. Ia tidak peduli lagi dengan adanya Mama di rumah ini. Toh, Mama sudah mengetahui ceritanya. Sedangkan Agus membelakkan matanya terkejut.

"Udah, Gus. Pulang. Gue tau lu lompat tembok, kan? Nggak sopan, tau." Omel Wendy lagi.

"Wen, gue cuma mau buat semuanya jelas. Gue udah dengar semuanya dari lu, tapi lu belum dengar apa-apa dari gue." Kata Agus ia memijit pelipisnya.

"Okey. Jelasin ke gue." Ucap Wendy.

Agus pun perlahan-lahan menyentuh kepala Wendy dan mendekatkan dirinya pada wajah Wendy. "Maafin gue." Agus mengucapkan itu dengan suara yang kecil.

"Mungkin selama ini gue udah pacaran sama beberapa perempuan, tapi gue nggak bohong kalau prioritas gue itu, ya, lu, Wen. Nggak pernah ada yang lain selama ini. Lu tetap jadi orang yang buat gue lari untuk datang ke lu dan temenin lu."

Setelah itu, tak butuh waktu yang lama, ia langsung mencium bibir Wendy. Sampai Wendy hampir saja terjatuh, untung saja Agus sudah menahan pinggang Wendy agar ia dapat berdiri dengan tegak.

Sedangkan tangan Agus yang lainnya menyentuh telinga Wendy lalu merambat hingga ke tengkuk leher Wendy. Ia terus menyesap dan mencium bibir Wendy walaupun Wendy hanya diam saja karena jujur, Wendy tidak pandai dalam hal ini.

Sampai keduanya pun menjauhkan diri mereka. Wendy yang masih menutup mata pun membuka matanya perlahan. Melihat wajah Agus yang sudah berada di depannya persis merupakan hal yang baru baginya hingga ia cukup terkejut.

"Gue nggak bohong kalau lu prioritas gue, Wen." Ucap Agus. "Jadi jangan ngehindarin gue lagi. Jangan ngejauh dari gue lagi. Bisa?" Lanjut Agus.

Wendy mengernyitkan keningnya.

"Bisa." Ucap Wendy lalu ia melangkah mundur, menjauhkan diri dari Agus.

"Kenapa?" Tanya Agus. Ia mengelus rambut Wendy.

"Nggak papa." Kata Wendy. Ia kembali maju mendekati Agus. Lalu kedua tangannya melingkar pada tubuh Agus. Kepalanya ia letakkan di bawah bahu Agus.

Agus terkekeh ketika Wendy memeluknya seerat ini, namun ia tetap membalas pelukan Wendy.

"Kenapa, Wen?" Tanya Agus.

"Jangan main sama Lee lagi. Jangan merokok, jangan minum kalau lu belum cukup umur." Kata Wendy.

Itu membuat Agus terkekeh lagi.

"Iya." Jawab Agus.

"Yaudah, sana pulang." Balas Wendy.
Ia melepaskan dirinya dari pelukan Agus.

"Okey. Aku pulang dulu ya?" Ucap Agus, namun ia malah mendapat tatapan sinis dari Wendy, jadi Agus mengulangi bicaranya lagi. "Gue pulang dulu, Wen."

Wendy pun tertawa mendengar itu.

"Inget ya, Wen. Gue, orang yang udah bareng lu dari kecil, jadi jangan ngehindarin gue. Jangan cuekin gue. Jangan kabur dari gue. Jangan kayak kemarin lagi. Gue udah tau dalam-dalamnya lu. Gue udah tau sifat asli lu. Jadi, jangan lagi. Oke?" Agus menyelipkan rambut Wendy ke belakang telinganya sambil tersenyum.

"Oke." Jawab Wendy singkat, tapi setelah itu ia menatap mata Agus dengan tajam. "Gue nggak tau gimana perasaan asli lu ke gue, tapi inget, gue sayang beneran sama lu. Jadi, jangan bikin gue kayak mantan-mantan lu itu. Kalau nggak suka sama gue, bilang." Kata Wendy. Wajahnya datar namun tatapannya benar-benar mengartikan bahwa ia sedang mengancam Agus.

Agus yang berada di depan Wendy langsung terkekeh dan menarik Wendy ke dalam pelukannya lagi. Ia sangat gemas melihat ekspresi Wendy yang sebenarnya sudah berkali-kali ia lihat, tapi kali ini berbeda.

"Gue serius, Gus." Rengek Wendy di dalam pelukan Agus.

"Iya, Wen." Kata Agus dengan lembut.

"Ya udah. Coba sekarang lepasin gue dulu." Ucap Wendy. Pelukan Agus kali ini memang tidak ia balas, jadi setelah Agus menjauhkan dirinya dari Wendy, ia menarik Agus untuk sedikit membungkuk dan ia mencium bibir Agus.

"Udah. Sana pulang lu." Kata Wendy.

Ciuman itu sukses membuat Agus tersenyum. Hingga akhirnya Agus menurunkan kepalanya. Awalnya Wendy biasa saja, tapi tidak setelah ia tahu Agus mengarah kepada lehernya.

"Agus, gue pukul lu, ya?" Omel Wendy. Tangannya sudah terangkat dan siap memukul Agus.

"Becanda, Wen." Ujar Agus sambil tertawa-tawa. Lalu ia menuruni tangga untuk pulang. Disusul oleh Wendy untuk menutup pintu rumahnya.

The End.

Annyeong haseyo!
Terima kasih ya untuk semua support dan respon baiknya buat Neighbor / Yeoja Saram Chingu!
Maaf aku kepencet yaa tadi, jadi spoiler deh:((
Kezel bingit..
Tapi jangan lupa vote, comment and share yaa ke temen-temen kpopers kamu atau temen-temen WenGa shipper yaw!
Terima kasih yaw!
Sampe ketemu di work berikutnya hehehe^^
Guddbye!<3

Neighbor || 여자 사람 친구Donde viven las historias. Descúbrelo ahora