02.

185 43 5
                                    

Seperti ucapannya pada Rana tadi pagi sebelum keduanya memasuki sekolah, kini Wendy berada di dalam kamar Rana bersama dengan pemilik kamar tersebut. Wendy tengah duduk di atas tempat tidur Rana, sedangkan Rana yang masih berdiri di samping rak bukunya dengan segelas cokelat dingin.

"Ran, lu nggak papa?" Tanya Wendy sambil berpura-pura membaca buku catatan Rana yang tertulis sangat rapih disana.

Rana pun tertawa renyah dengan garukannya di tengkuk.

"Wen, kalau ini tentang Agus, nggak usah khawatir. Gue nggak papa, kok." Kata Rana. "Hubungan gue sama dia memang udah agak jauh. Bahkan liburan kemarin juga, gue nggak jalan berdua sama dia sama sekali karena dia kumpul sama temen-temennya yang nggak jelas itu. Yang baru-baru ini nongkrong sama dia." Ujar Rana membuat bibir Wendy terbuka lebar karena ia baru tahu selama liburan kemarin, keduanya tidak pergi sama sekali.

"Terus kenapa lu nggak marah, Ran? Gue yang denger gini aja, rasanya mau marah sama Agus. Bisa-bisanya lu malah sab--"

"Karena gue nggak mau kehilangan Agus, Wen." Sela Rana sebelum Wendy menyelesaikan ucapannya.

Ucapan Rana menciptakan suasana hening di kamar itu. Wendy tak bisa membalas kata-kata Rana kecuali menatap Rana dengan salah satu sudut bibirnya terangkat. Rana pun masih diam di tempatnya, hanya menatap cokelatnya.

"Rana, lebih baik lu ngomong. Daripada lu pendam sendiri, terus lu sedih sendiri. Nyesek disini." Kata Wendy sambil menepuk dadanya.

Rana pun akhirnya terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, gue pulang, ya? Gue nggak jadi minjem. Soalnya cuma pengen ngobrol sama lu." Ucapan Wendy diakhiri dengan senyumannya. "Tenang, gue nggak bilang ke Agus, kok. Biar lu berdua aja yang selesaiin masalah lu berdua sendiri."

Lalu Wendy mengambil tas sekolahnya. Kembali memakainya di punggung.

"Makasih ya, Wen." Ujar Rana.

Lalu keduanya keluar dari kamar tidur Rana bersama-sama. Wendy yang berpamitan pulang dengan asisten rumah tangga Rana dan juga Rana pastinya.

Wendy berjalan menyusuri jalanan menuju depan kompleks perumahan Rana. Walaupun kompleks rumah Rana dan Wendy bersebelahan, namun tetap saja dengan berjalan kaki sehabis pulang sekolah membuat Wendy lelah. Belum lagi jalan untuk sampai di rumah Wendy sedari depan perumahannya.

Butuh waktu sepuluh menit untuk Wendy berjalan dan sampai pada jalan rumahnya. Ia pun melihat seorang laki-laki yang ia kenal tengah bersandar pada tembok rumahnya. Itu adalah Agus, namun Wendy tidak menatapnya lagi melainkan berpura-pura masa bodoh dengan laki-laki itu.

Sampai tiba-tiba laki-laki itu mengeluarkan sebatang rokok dan membakar rokok itu pada mulutnya. Akhirnya Wendy mempercepat langkahnya langsung menghantam lengan Agus.

"Lu gila, ya?!" Pekik Wendy.

"Apaan, sih?!"

"Dasar gila!" Wendy memukul tubuh Agus tak henti-henti karena amarahnya melihat Agus merokok.

"Kenapa, sih, Wen?" Agus menangkis setiap pukulan Wendy yang akhirnya melepaskan rokok itu dari bibir Agus.

Wendy memegang rokok itu di antara kedua jari telunjuknya dan jari tengah.

"Lu kenapa ngerokok?!" Omel Wendy dengan suara yang besar.

"Emang kenapa?" Tanya Agus.

"Kan gue nggak bolehin lu ngerokok!" Omel Wendy lagi. Ia memukul tubuh Agus dengan tangan kanannya karena tangan kiri Wendy memegang rokok itu.

"Cewek gue aja bebasin gue ngerokok. Masa lu ngelarang? Emang nantinya gue hidup bareng lu? Nggak, kan? Kenapa jadi lu yang ribet?" Ucapan Agus benar-benar membuat Wendy tambah kesal karena ia tidak bisa menjawab dan membalas Agus.

Neighbor || 여자 사람 친구Where stories live. Discover now