BAB 28 : HARI

702 23 0
                                    

"Kamu masih punya waktu buat batalin ini, Ra."

"Sepuluh. Ini kesepuluh kalinya kamu ngomong hal yang sama." Tiara berkacak pinggang seraya memutar bola mata malas. Ucapan Tino membuat telinganya panas hingga memaksanya menjeda kegiatan berkemasnya.

"Kenapa enggak seratus kali aku bilang kalo kamu salah dan gak seharusnya ngelakuin ini?"

"Berhenti ngomongin hal yang mustahil. Aku gak mungkin batalin ini. Yang salah dan harus mundur itu kamu. Kamu yang gak seharusnya ngintilin aku ke Surabaya."

"Kamu gak bisa dibilangin, ya." Nada suara Tino mendingin. "Kamu gak nyadar sama apa yang kamu lakuin? Kamu gangguin rumah tangga orang, Ra. Kamu bikin rumah tangga orang goyang. Kamu bikin rumah tangga orang bermasalah."

"Gangguin? Gangguin apa? Emang kerja dengan orang yang udah berkeluarga termasuk gangguin rumah tangganya? Apa rekan kerja bisa disebut selingkuhan? Enggak, kan?"

"Enggak kalo kedua belah pihak gak saling deket sebelumnya, apalagi punya hubungan percintaan kayak kalian. Ini beda. Kamu pikir aku gak tau apa yang kamu rencanain?"

"Ternyata selain suka ikut campur urusan orang, kamu juga sok tau, ya." Sebelah sudut bibir Tiara terangkat naik. "Aku gak tau harus berapa kali lagi bilang ini ke kamu ...." Gadis itu maju perlahan. "Kamu lebih baik gak usah banyak bacot deh, No. Dari pada buang-buang energi, mending kamu diem dan gak usah provokasi karena aku gak bakal mundur sampe kapan pun. Paham?"

Gigi Tino gemeretak saat Tiara mendorong bahunya. Matanya menunduk menatap telunjuk gadis itu yang menekan-nekan dadanya. "Licik."

Tawa sontak meluncur dari bibir Tiara. "Terserah kamu mau bilang apa. Gak bakalan ngaruh. Silakan ngatain aku sepuasnya asal setelah itu kamu tutup mulut kotor kamu yang suka ngebacot itu."

Tino menelan ludah dalam amarah. Tiara langsung berbalik dan kembali mengemasi barang-barangnya tanpa terlihat bersalah sedikit pun. "Aku bersyukur kamu dulu kecelakaan dan Argan gak jadi sama kamu."

Tiara bungkam. Dia memilih fokus memperbaiki lipatan baju yang kusut dan menyumpalnya ke dalam koper.

"Argan bener-bener gak pantes bersanding sama kamu, Ra. Walaupun aku sering ribut sama dia, tapi aku tau dia gak licik atau suka ngerendahin orang lain kayak kamu."

Bahu Tiara mengedik. Dia tak mengindahkan eksistensi Tino yang sudah berdiri di sampingnya.

"Kamu tau apa hal terbaik di hidup Argan?" Jari-jari Tino menggapai beberapa helai rambut Tiara dan menyingkirkannya dari telinga. "Dia dapetin Rachel. Cewek yang berkali-kali lipat jauh lebih baik dari pada kamu. Aku yakin kamu gak ada seujung kuku pun dibanding dia. Kamu gak ada apa-apanya. Kamu gak ada apa-apanya."

Tiara tak bergerak ketika Tino semakin mendekat dan lanjut berbicara di telinganya, "Kalo diibaratin, Rachel itu emas yang langka sementara kamu ... gak lebih dari sekadar sampah busuk yang tengil."

Plak!

"Cukup, No!"

"Kenapa? Kalo kamu bukan sampah, kamu gak bakal gangguin suami orang dan ngehina orang yang jelas-jelas udah nyelamatin kamu. Kamu emang kacang lupa kulit, ya. Kasian." Tino tak peduli pipinya yang berdenyut nyeri setelah ditampar Tiara. Bibirnya tetap menyungging senyum meski bergetar.

"Lebih baik kamu keluar. Aku muak liat muka kamu."

"Oh, ya?" Tino membelai pipi Tiara seraya menatapnya sinis. "Lebih muakan mana liat muka aku atau muka kamu sendiri di cermin? Secara ... muka kamu kan muka pelakor. Licik dan jahat. Berhati busuk lagi. Eh, santai, dong." Tino sigap menahan lengan Tiara yang hendak melayangkan tamparan lagi padanya. "Kenapa? Sakit hati?"

BETWEEN Where stories live. Discover now