BAB 50 : KAMPUS

808 30 1
                                    

"Wah, kamu masak apa, Ra? Enak banget aromanya." Argan menatap sumringah aneka sajian di hadapannya, kemudian meletakkan tasnya di sofa tamu dan menarik kursi di sebelah Rachel.

Rachel meliriknya sekilas lalu kembali menata piring dan gelas di meja makan. "Nasi goreng aja, Ar. Menu sarapan sejuta umat."

"Sejuta umat tapi salah satu makanan favorit aku, lho."

Rachel terkikik sembari mengantarkan kaleng kerupuk. "Iya, ya. Dari dulu kamu suka banget nasi goreng kecap. Tadi aku agak telat bangun jadi ga sempet masak yang lain."

Argan menyambut sendok yang disodorkan Rachel. "Ga apa-apa. Ini aja udah enak." Dia menyendokkan nasi ke piringnya dan piring Rachel. "Yang penting setelah tiga hari aku bisa makan masakan kamu lagi. Itu yang paling bikin bahagia."

Rachel melengkungkan bibirnya. "Kalo gitu abisin. Baru ditinggal tiga hari aja udah ga karuan kamu."

"Ya namanya ga ada kamu. Walaupun bisa masak sendiri tapi mager. Mending beli aja."

"Manja." Rachel mencubit lengan Argan sebelum ikut duduk di sampingnya.

"Ga ada salahnya manja sama kamu. Justru bagus buat ketenangan batin."

Rachel mengulum senyum. "Ada-ada aja."

"Beneran."

"Udah, ah, makan. Pokoknya harus abis, ya."

"Abis kalo disuapin."

Kelopak mata Rachel otomatis melebar. "Kamu bukan bocil, Ar."

"Kalo ga gitu ga dimanja kamu."

"Ar!"

"Kenapa?"

Rachel memanyunkan bibirnya. Ucapan Argan yang sekonyong-koyong membuatnya refleks memukul bahunya. "Jangan mulai. Cukup semalam aja gombalnya."

"Emang kalo berlanjut kenapa? Ada yang protes?"

"Ar ...."

"Iya?"

Rachel berdecak. Wajahnya dipalingkan ke arah lain. Inilah Argan. Tak peduli tempat dan waktu hobi jailnya selalu melambung.

"Udah, daripada gombal mending makan. Mau jam tujuh, tuh. Ntar kita telat lagi."

Argan menahan senyum menyaksikan wajah Rachel yang ditekuk. Dia sengaja menggodanya. Mengamati ekspresi Rachel yang misuh-misuh selalu memuaskan sekaligus menggemaskan.

"Lucu banget kamu. Sampe sekarang masih aja malu kalo digodain. Tuh, blushing."

Rachel mengerang malas. "Ar ...."

Argan terbahak. "Iya, iya. Gitu aja ngambek."

"Hmm." Rachel mengambil sendok dan mulai menyantap makanannya. "Oh, ya, abis ini jadi anter aku dulu, kan?"

"Jadi, dong. Rutinitas aku kan udah balik normal. Nganter dan jemput kamu sebisa mungkin."

"Rutinitas yang ngerepotin, ya?"

"Enggak. Siapa bilang?"

"Aku."

"Aku tau kamu yang bilang. Maksudnya bukan itu."

"Aku juga tau."

"Tau apa?"

"Tau maksud kamu."

Kedutan muncul di dahi Argan. "Terus kenapa jawabnya gitu?"

"Balik usilin kamu. Biar satu sama."

Tak mampu dicegah, bibir Argan mengembang sempurna. Dia gagal menahan dirinya untuk tidak mengacak-ngacak rambut Rachel.

BETWEEN Where stories live. Discover now