Beberapa hari terlewati, Jelo mulai terbiasa untuk berboncengan di motor dengan Dimas. Setiap pagi Dimas menunggu Jelo tepat di depan Lift dan siang harinya ia menunggu di depan kelas untuk sama-sama, berbarengan ke parkiran. Hanya ketika dalam perjalan Dimas akan berbicara sedikit dengan Jelo.
"Lo sibuk enggak?" tanya Dimas memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Nope, why?" timpal gadis itu, cuek.
"Temenin gue singgah belanja mingguan di minimarket depan, oke?! Tidak ada penolakan." Jelo tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya bisa menggerutu dalam hati, Dimas terlalu melewati batas hari ini, pikir Jelo.
"Turun gih." Jelo hanya bisa menurut dengan apa yang dikatakan Dimas, jika dipikir baru kali ini Jelo semenurut sekarang membuat pria itu sedikit tahu sifat baru dari Jelo.
"Anak yang baik." ucapnya sembari memegangi pucuk kepala Jelo. Sedikit awkward, tapi berhasil membuat Jelo tersipu malu dan salah tingkah. "Lucu.." batin Dimas.
"Yuk, masuk."
Sesampainya mereka di dalam minimarket, Dimas mengambil keranjang kemudian mulai memasukan beberapa bahan makanan yang ia temui, ada juga beberapa kotak banana milk dan roti cokelat yang sebenarnya adalah kesukaan Jelo dan juga beberapa buah-buahan.
"Sepertinya cukup!" ucap Dimas yang membuat Jelo terheran.
"Just it?" timpal Jelo.
"Yap, saatnya membayar. Ada yang ingin kamu beli?" Jelo menggeleng dengan cepat.
Setelah selesai urusan di kasir, mereka berdua bergegas menuju basman apartemen.
Kamar apartemen mereka hanya berbeda nomor room namun di lantai yang sama. Sambil berjalan kearah apartemen masing-masing, Dimas dikejutkan dengan sandrina adiknya yang tertunduk menekuk lututnya seraya menangis tersedu-sedu yang disaksikan juga oleh Jelo.Melihat Sanndrina seperti itu membuat Jelo teringat akan Ana yang menimbulkan serangan panic attacknya. Kepalanya menjadi pening dan sesak secara bersamaan. Sanndrina yang sedari tadi menunduk tiba-tiba terkejut dan berdiri menatap Jelo. Dimas pun terlihat panik dan segera menenangkan gadis itu.
"Jen, Jenifer! Jen.." ucap Dimas sembari sedikit mengguncangkan tubuh Jelo.
Yang ada ditatapan Jelo saat ini hanya wajah Ana. Wajah Ana yang melihat ke arahnya dengan tatapan sendu sebelum mengakhiri hidupnya dan seketika itu Jelo jatuh pingsan.
Dimas menggendong Jelo masuk ke apartemennya diikuti dengan Sanndrina, pria itu membaringkan Jelo di atas sofa dan menyelimutinya.
"Kakak ini siapa ko?" tanya Sann pada Dimas.
"Tetangga sebelah, sekaligus teman kelas koko. Btw, kamu udah makan?" Dimas balik bertanya dan dijawab dengan gelengan kepala oleh Sanndrina.
"Kamu tunggu, ya, Koko buatin makanan." Sanndrina hanya mengangguk mengiyakan ucapan Dimas.
Sanndrina memperhatikan Jelo dengan lekat, seperti pernah melihatnya, tapi dimana, pikir gadis remaja itu, "Kakaknya cantik ya, ko?! Merem aja cantik."
Mendengar ucapan Sann, adiknya, membuat Dimas tersenyum mengiyakan dalam hati namun tetap ingin membuat adiknya tidak merasa kecewa dengan jawabannya, "Cantikan adiknya koko." timpal Dimas yang sukses membuat Sanndrina tersenyum lebar.
"Makan yuk!" ajak Dimas yang sudah menyiapkan makanan untuknya, Sanndrina dan Jelo.
"Tunggu kakak ini bangun aja, ko. Sann belum terlalu lapar kok" Dimas mengiyakan saran dari san.
"Kalau begitu koko ganti baju dulu, ya." Dimas berjalan masuk ke arah kamarnya dan seketika sampai di dalam kamar nada dering hp-nya berbunyi menunjukan nomor ayah sambungnya.
📞Papi's Calling..
"Halo, pih." sahut Dimas.
"Halo nak, Angga, adekmu ada tempatmu enggak?" sahut sang ayah terdengar sedikit panik.
"Iya, ada."
"Oh, syukurlah! Papi titip adikmu, ya. Kalau bisa bujuk dia pulang. Kalau dia setuju, nanti papi minta supir untuk jemput. Atau kamu sekalian saja antar dia pulang dan nginap dirumah, nak. Papi dan mami kangen kamu." timpal ayah Dimas.
"Angga usahain, pih. Nanti Angga bujuk Sann, ya." jawab Dimas.
"Ya sudah, makasih ya, nak. Bye."
"Bye, pih..." ujar Dimas untuk terakhir.kali sebelum menutup ponselnya.
Setelah berganti baju, Dimas berjalan ke arah meja makan sembari ingin mengecheck keadaan Jelo juga. Saat menengok ke arah ruang tamu yang bersambung dengan meja makan, disana sudah ada Sann dan Jelo yang tengah duduk sambil berbincang-bincang. Pertama kalinya Dimas melihat senyum yang begitu indah dari wajah Jelo ketika sedang bercanda dengan adiknya, membuat pria itu hanya ingin menatapnya saja walau dari kejauhan. Momen dramatis itu tidak bertahan lama, ketika Sann menyadari keberadaan Dimas dan langsung mengajaknya untuk bergabung dengan mereka.
"Sudah siuman? Mau aku antar ke dokter?" ucap Dimas seraya mendekat ke arah Sann dan Jelo.
"Hm, enggak usah. Makasih, by the way." Jelo menggelengkan kepala, sekaligus berdiri dari tempatnya, ingin beranjak balik ke apartemennya.
"Wait! Gue udah masakin makan siang, sayang kalau lu enggak makan, siapa yang makan nanti?!" ucap Dimas yang membuat Jelo sedikit berpikir namun akhirnya ikut makan bersama kakak beradik itu.
Dimas sedikit terhanyut dalam pikiran sehabis telponan dengan ayah sambungnya tadi. "San..." panggilnyamengalihkan fokus makan Jelo dan juga Sandrina.
"Hm?" sahut gadis remaja itu.
"Habis makan, Koko antar kamu pulang, ya?" mendengar perkataan Dimas, Sanndrina seketika menghentikan aktivitas makannya, ia tertunduk dan memperlihatkan air mata yang menetes jatuh membasahi pipinya.
"Sann, e-enggak mau pulang. Papi jahat enggak ngebolehin Sann syuting lagi." timbul rasa iba di hati Dimas, melihat adiknya yang bersimpuh dengan air mata. Namun tidak ingin adiknya terus-terusan lari dari rumah, ia dengan tegas memberi arahan dan mencari solusi untuk adiknya.
Jelo yang mendengar percakapan kakak beradik dihadapannya, merasa sedikit kasihan dengan Sann tapi juga ia mengerti posisi Dimas. Ia sangat tahu bagaimana rasanya berada diantara dua kubuh, sama seperti yang sering dilakukan Yefta, kokonya.
"Koko bakal coba ngomong ke papi dan cari tahu, apa sebab papi tidak mengizinkan Sann buat syuting. Tapi koko mau, ketika Sann tahu alasan papi yang sebenarnya, Sann harus bersikap dewasa. Dan jika Sann tetap mau syuting, maka buatlah kesepakatan dengan papi dan mami, yakinkan mereka dengan keputusan yang bakal kamu buat. Sudah! Jangan nangis. Koko enggak mau kamu cengeng, enggak malu apa, dilihatin sama teman koko." Ucap Dimas sembari mengelus lembut rambut dan juga pipi Sanndrina.
Perlakuan Dimas ke Sann sukses membuat Jelo sedikit banyak terkagum dengan apa yang dilakukan pria itu. Jelo sama sekali tidak menyangka Dimas sangat bijak menghadapi adiknya dan juga mengingatkan Jelo tentang Yefta, kokonya, yang sifatnya hampir sama persis dengan Dimas.
Selesai makan, Jelo membantu Dimas merapihkan meja makan dan setelah itu membantu mengupaskan buah untuk Sann sembari Dimas mencuci piring. Pemuda itu sedari tadi menyadari ada sedikit perubahan dari sikap Jelo, membuatnya mencelingkan mata.
"Enggak canggung lagi sama gue?" ucapnya menggoda Jelo yang terlihat tersipu malu ketika Dimas mengajaknya berbicara.
Gadis itu mennggelengkan kepala dengan segera, "Thanks, ya, lo udah dua kali nolongin gue." Ucap Jelo dengan ekspresi sedikit malu.
"Ucapan terima kasihnya dengan nonton film gimana?" ujar Dimas menawarkan, membuat Jelo nampak berpikir keras. Ia takut jika terlalu banyak menghabiskan waktu di luar, bisa jadi ayahnya dengan cepat menemukan dia.
"Sorry, but i can't!" Ucap Jelo mencoba sedikit lembut agar tidak menyinggung Dimas. Tapi bagaimana bisa tersinggung jika dipikiran Dimas hanya tentang Jelo yang memperlihatkan ekspresi sorry dengan kadar keimutan yang meningkat dalam sekejap, membuat jantung Dimas berdisko tidak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET'S LIFE - Lost Of Love (Selesai)
General FictionDifollow juga yaa :) Biar bisa berteman bareng ( ˘ ³˘)♥ Jangan Lupa Vote dan Komennya jugaa.. Cerita ini turut dipublish di Goodnovel & StarFM. _____ Kisah seorang putri konglomerat asal Indonesia, bernama Jenifer Olivia Mahendra, yang lari dari rum...