duapuluh dua - duapuluh detik

261 57 59
                                    


-

Kaleya merapikan barang-barangnya yang berceceran di atas meja. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. Namun tadi ia harus mengerjakan remedial pelajaran lintas minat biologi dulu di kelasnya. Jadi terpaksa gadis itu pulang sedikit lebih terlambat bersama beberapa siswa yang lain.

Tiba-tiba ponselnya dirasa bergetar dari dalam saku kemeja seragamnya. Ia rogoh benda pipih itu. Lalu melihat layarnya menampilkan ada panggilan masuk dari kontak yang ia namakan 'jangan diangkat'.

Tapi tentu Kaleya angkat.

"Gimana, liburannya?"
Tanya cewek itu langsung. Sambil ia selipkan ponselnya diantara telinga dan dan bahunya, masih sibuk memasukkan buku ke dalam tasnya.

"Nyebat, nyebat sendiri. Ga asik"
Sahut yang di sebrang sana. Kaleya jadi sedikit tersenyum.

Bisa-bisanya bocah itu masih santai padahal dirinya sedang diskorsing.

"Ya salah sendiri"
Kaleya menutup resleting ranselnya lalu kembali menggenggam ponselnya.

"Aa' udah di depan neng"

"Yang minta jemput siapa?"
Cewek itu berjalan keluar kelas. Menggendong ranselnya sebelah pundak. Sambil melihat-lihat keadaan sekolah yang sudah semakin sepi. Hanya tersisa siswa-siswi yang mengikuti ekskulnya masing-masing.

"Inisiatif aja. Kasian gapunya ojek pribadi"

Kaleya malah terkekeh. Azil memang sulit ditebak.

"Ini lagi jalan keluar"

"Duapuluh detik, bisa?"
Tanya bocah itu tiba-tiba. Membuat Kaleya yang kurang paham jadi menautkan alisnya sambil terus melangkah.

"Hah?"

"Duapuluh detik dimulai dari sekarang"

"Apaansih, Zil?"

"Duapuluh.. sembilan belas.."
Azil malah menghitung mundur.

Yang entah mengapa malah buat Kaleya jadi sedikit panik. Jalannya pun tiba-tiba ia percepat sedikit. Padahal masih tidak tahu maksud dibalik Azil dengan menghitung mundur itu apa.

"Zil apa-apaan sih?!"

"Enam belas.. lima belas.. sepuluh"

"Ko tiba-tiba sepuluh??!!"
Protesmya semakin mempercepat langkahnya. Yanh di sebrang sana malah terkekeh renyah. Namun tetap pula melanjutkan hitungan mundurnya.

Entah apa niat asli bocah itu.

"Sembilan.."

"Awas, awas!"
Bukan lagi, Kaleya kali ini berlari. Menyuruh orang-orang yang menghalangi jalannya untung minggir. Persetan dengan mata-mata sinis dari cewek-cewek tukang gosip.

Azil disebrang telepon jelas tertawa puas mendengarnya. Tidak tahu juga kenapa Kaleya dengan mudah menuruti perintah Azil untuk bergegas menghampirinya.

Rasanya seperti harus sudah ada di sana sebelum Azil berhitung sampai satu. Seperti sedang dimantrai.

"Tiga.."

"Bangsat, Azil!"
Panggil Kaleya ketika sudah berjarak tiga meter dari dalam gerbang sekolah. Sudah melihat jelas perawakan Azil berjaket denim hitam dan celana ripped jeans kesayangannya yang bukan ripped lagi, tapi bolong. Duduk manis di atas Lika, motor Vario hitam kesayangannya itu loh.

Azil menoleh ke sumber suara. Tersenyum lebar saat dirinya sudah menemukan Kaleya yang tengah berlari kecil ke arahnya.

"Apaansih pake ngeburu-buru segala?!"
Azil tertawa lagi. Wajahnya puas sekali.

Shady | Lee Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang