sepuluh - berita kehilangan

296 84 69
                                    

(quick note)
double update biar cepet konflik!❤

-

"ALLAHUMASHOLIII MAHAZIEL APA APAAN INI??!!"
Sambil berbaring di atas sofa, Azil hanya menggaruk telinganya yang sama sekali tidak gatal sambil mengerutkan jidat nya, kemudian kembali asyik dengan ponsel yang ada di tangannya.

Bagaimana teh Selene tidak berteriak seperti tadi? Tetehnya Azil ini baru saja ingin menjenguk adik satu-satu nya ini dengan hati yang gembira. Berangkat dari apartmen dengan bawaan makanan yang sudah ia masak dari tadi malam bukan lah usaha yang cukup mudah bagi teh Selene untuk datang ke kosan Azil yang jarak nya tidak bisa dibilang dekat ini.

Namun apa yang teh Selene lihat saat ini, membuat semua usaha gadis itu yang tadi disebutkan sia-sia. Kosan Azil kacau balau. Ini definisi dari kata kapal pecah yang sudah dibiarkan berbulan-bulan. Tumpukkan pakaian kotor di sudut ruangan sebelah kamar mandi yang entah dari kapan bergentayangan di sana, cucian piring yang menumpuk di wastafel dapur, baju-baju yang masih bersih namun dibiarkan pemiliknya untuk menghiasi lantai kamar, tidak lupa dengan bau busuk dari sisa makanan yang tidak segera dimasukkan ke kulkas dan dibiarkan berhari-hari. Rasanya kepala teh Selene mau meledak sekarang juga. Oh! Tentunya dengan darah cewek itu yang kini sudah memanas memenuhi seluruh tubuhnya.

"Salah banget almarhum papah ngasih kamu kepercayaan buat tinggal sendirian"
Celetuk teh Selene yang kini sudah menyalakan keran air di dapur, dengan lengan baju yang ia gulung juga rambutnya yang sudah diikat tinggi.

Azil mengerutkan alisnya dengan matanya yang membesar, tiba-tiba jadi kesal.
"Apaansih, teh! Jadi bawa-bawa papah!"
Azil membenarkan posisi rebahannya jadi duduk sambil kepalanya yang ia hadapkan ke arah dapur.

"Ya kamu kalo ga diginiin gabakal gerak! Mau sampe kapan kebiasaan buruk kamu dipertahanin kayak gini terus? Katanya kamu udah gede, udah punya ktp, gamau dibawelin mamah lagi. Ya ga bisa gini dong Jel,,"
Omel teh Selene sambil fokus menggosok kerak makanan yang ada di piring dengan busa, sesekali pula mengadahkan pandangannya kepada adiknya.

Azil bangkit dari duduk nya dengan napas yang gusar. Lalu berjalan menuju arah kamar mandi setelah mengambil sebuah kantong plastik besar.

"Ejel juga bisa mandiri, gausah pake bawa-bawa papah!"
Pekiknya membela dirinya sendiri. Kemudian memasukkan baju-baju kotornya yang menumpuk ke dalam plastik tadi dengan sedikit nafsu. Azil paling sensitif jika seseorang sudah mengait-ngaitkan sesuatu dengan mendiang papah.

Tentu, semua keluarga pak Jayusman sangat terpukul ketika beliau menghembuskan napas untuk yang terakhir kali nya di dunia ini. Namun Azil lah yang paling histeris menangisi kepergian papah, sampai pada saat itu Azil rasanya sangat tidak rela membiarkan papah pergi begitu saja dari kehidupan Azil untuk selamanya. Untuk yang kedua kalinya, Azil begitu benci untuk merasakan sebuah kehilangan.

Diantara ketiga anggota keluarga kecilnya, Azil paling apet dengan papah. Azil bisa cerita setiap hari kepada papah bahkan cerita kejadian kecil yang padahal sama sekali tidak menarik untuk diceritakan. Papah bagi Azil adalah buku harian yang hidup. Papah bagi Azil adalah definisi dari kata teduh yang sesungguhnya.

Azil bisa berjam-jam hanya membicarakan seekor kecoak yang menghantui teh Selene di kamar mandi, sambil duduk santai di ruang tv dengan papah tanpa sama sekali timbul rasa bosan. Atau kadang hanya bermain catur hingga sangat larut sampai-sampai mamah harus mengomeli keduanya karena keasyikan bermain dan lupa kalau besok pagianya Azil masih harus berangkat ke sekolah.

Diawali stress berat, Pak Jayusman berlanjut mengidap penyakit jantung. Stress yang disebabkan oleh satu kehilangan yang dulu sempat menimpa keluarga Jayusman, ternyata merembet kepada kesehatan pak Jayusman. Hingga akhirnya beliau dinyatakan sudah tidak bernyawa lagi dengan tubuh yang berbaring tidak berdaya di sebuah ranjang rumah sakit.

Shady | Lee Haechan ✔Where stories live. Discover now