duapuluh tiga - lagi-lagi Jalan Buah Batu, beserta langit Bandung

406 55 58
                                    

semoga ga kecewa! ♡
































-

















Akhir-akhir ini Bandung sedang hobi-hobi nya dirundungi awan gelap. Angin dingin yang disembur sembarangan buat yang sedang rebahan di rumah makin tidak mau beranjak dari dalam balutan selimut.

Akhir-akhir ini pula Azil sedang dilanda galau berat. Pasalnya, perasaannya sudah mantap dengan Kaleya. Namun untuk mengambil langkah lebih jauh atau tidak nya, Azil masih dihantui ragu.

Masih bertanya-tanya, memangnya Kaleya akan membalas perasaan Azil?

Tapi nyatanya tanpa bocah itu sadari, ia akhirnya merealisasikan perkataan Raka di kantin sekolah bulan lalu. "Pepet terus". Iya. Azil tetap akan berjuang di medan perang ini dengan sepenuh hati layaknya pahlawan yang rela mengorbankan seluruh raganya demi negara yang dicintainya.

Karena Azil masih ingat apa kata papah dulu. "Orang yang sama sekali ga nyoba suatu hal baru, bakal lebih kecewa nantinya dibanding sama orang yang nyobain semua hal. Seenggaknya kita coba dulu, Jel". Kalimat papah yang satu itu masih melekat hebat di otak Azil. Ia jadikan motivasi untuk dirinya mencoba keluar dari zona nyamannya.

Ya, meskipun perasaannya masih dilanda ragu seperti langit Bandung siang ini. Mendung tapi tidak hujan. Kalau kata orang sunda, 'ceudeum'. Takut ditolak, atau takut tidak mencoba.

Motornya ia lajukan menyusuri Jalan Buah Batu dan daerah sekitarnya. Daerah yang hampir tiga tahun belakangan ini sudah setia menemani setiap lembar cerita bocah itu di masa-masa SMAnya. Daerah yang sudah mau mengajari Azil apa arti dari kata teduh yang sesungguhnya.

Di sini, Azil jadi sadar. Kenangan yang sudah pahit, jangan dibuang sepenuhnya. Cukup diingat, tapi jangan juga terlalu larut. Ikhlas juga jadi salah satu kuncinya.

Lalu suatu hal baru yang belum utuh, jangan ditinggalkan. Tapi dirawat agar bisa diutuhkan bersama-sama meski harus melewati tahun atau bahkan windu. Dan jangan sambil ditunggu, tapi sambil dinikmati.

Kira-kira seperti itulah kesimpulan pelajaran hidup yang cowok bernamakan Mahaziel Wiradipoetra itu dapatkan dari kota Bandung. Sampai detik ini pun ia tidak pernah menyesali kelahirannya di kota ini.

Kini motornya ia berhentikan di depan pagar sebuah rumah. Rumah yang pemiliknya berperan cukup besar dalam perjalanan kehidupan SMAnya. Orang yang mengajarinya banyak hal, terutama dalam hal bersabar dan bersyukur.

Apa jadinya Azil jika sosok yang sedang ia tunggu keluar dari rumahnya itu tidak ada di sampingnya. Mungkin Azil hanyalah remaja labil biasa pada umumnya yang lupa untuk selalu menikmati setiap perihal yang terjadi dalam kehidupannya.

"Kemana kita?"
Tanya Kaleya merapikan tatanan rambutnya seraya berjalan menghampiri Azil dan motornya. Senyuman di wajahnya sangat cerah, berbanding terbalik dengan langit Bandung hari ini.

Azil ikut tersenyum. Bagaimana bisa ia tidak jatuh hati kepada gadis di hadapannya sekarang ini.

"Temenin nengok papah sama Dhika, ya?"

"Oke!"
Kaleya memasang helmnya seraya menaiki jok belakang Lika.

"Kalo ujan, nanti ujan-ujanan gapapa? Aku ga bawa jas ujan"
Tanya Azil kembali menyalakn mesin motornya yang sudah lumayan kotor.

Sudah dua minggu si Lika tidak ia mandikan. Yang punyanya sedang mengalami krisis ekonomi. Lagi pula kan sekarang sedang musim hujan, cuma-cuma nantinya kalau ia mandikan si Lika di cuaca seperti ini.

Shady | Lee Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang