Prioritas : 4

1.9K 163 6
                                    

Farhan dan Ghani yang satu kelas dengan Aruna harus menahan malu akibat ulah gadis itu yang terus meraung tidak jelas dengan sesekali kaki dan tangannya menendang atau melempar apapun yang ada di dekatnya.

Farhan garuk-garuk kepala pusing. Kepalanya yang botak di tambah dengan tingkah Aruna membuatnya terasa ingin sekali menenggelamkan diri di dasar jurang terdalam.

"Udah sih, Run, berisik banget!"

Ghani buka suara. Ia yang tengah serius dengan gamenya terpaksa mematikan ponsel ketika Lio mengirimkannya pesan dan meminta dirinya beserta Farhan untuk menjaga Aruna sebentar dengan imbalan mereka akan di traktir oleh Lio.

Ghani menunjukan pesan itu pada Farhan lalu di angguki oleh Farhan dengan terpaksa.

"Kalo bukan karena dia teman dan ada makanannya, gue ogah ini." gerutu Farhan.

"Diem ke, Run. Berisik!"

Aruna menoleh pada Ghani, "Lo ga ngerasain gimana keselnya jadi gue!" teriak Aruna membalas ucapan Ghani.

"Salah lo, kenapa main sosor tangan anak orang? Giliran Bapaknya marah lo ga terima."

"Farhan! Sakit hati gue di bilang cewe gatel di tambah kembaran sih Lio juga kompor! Ahhh! Kesel!"

Bruk!

Aruna menendang kursi yang ada di sebelahnya.

"BERISIK ANJING!"

Seseorang berteriak. Aruna kaku. Gadis itu menghela nafas dan tiba-tiba pergi keluar kelas begitu saja meninggalkan Farhan dan Ghani. Ghani menatap Aryanto yang tadi meneriaki Aruna.

"Thanks, bro! Tuh cewe emang sekali-kali harus di gas!"

Aryanto hanya mengacungkan ibu jarinya lalu kembali lagi merebahkan kepala di atas meja.

"Ayo, susul!" Farhan menyolek Ghani. Ghani mengangguk lalu keduanya berjalan keluar kelas mencari dimana gadis berambut cokelat itu.

Prioritas

Lio dan Abila saat ini sedang berada di kantin sekolah yang cukup ramai. Lio yang sudah terbiasa dengan tatapan kagum dan kepo yang berasal dari siswi-siswi nampak santai berbeda dengan Abila yang sedikit merasa risih.

Lio tersenyum tipis hampir tidak terlihat ketika Abila kesulitan membuka tutup botol minuman yang ia beli.

"Sini," Lio menadahkan tangannya meminta botol itu.

Abila yang awalnya bingung hanya diam memandang Lio. Ia tidak mengerti.

"Botolnya, telmi."

"Oh, botol. Bilang dong."

Abila menyerahkan botol tersebut pada Lio. Lio mengembalikan botol itu ketika tutupnya sudah terbuka.

"Nih, masa gini aja ga bisa." ledek Lio.

Abila terkekeh, "Kan keras, jadi Bila ga bisa."

"Bilang aja manja." Lio menjawab dengan ledekan lagi.

Abila memandang tidak suka, "Enak aja. Bila ga manja, ya!"

"Ini apa buktinya?"

Abila diam tapi, "Ah! Memang keras kok!"

Prioritas [Selesai]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz