Sembilan Belas

1.1K 125 48
                                    

Firasatnya akan hal buruk memang kuat, tapi dia sudah terlanjur berjanji dengan dirinya sendiri untuk membuatkan Alan cupcake sebagai peringatan hari anniversary mereka.

Karena ini adalah hari Minggu dan Alan sendiri yang berjanji akan menghabiskan waktunya bersama Erin untuk melepas rasa rindunya berhari-hari, maka Erin sudah mempersiapkan segalanya sejak pagi walaupun mereka baru akan bertemu siang menuju sore.

Di rumah hanya ada dirinya dan dua junior yang sedang duduk di ruang televisi sambil memperhatikan laptop dan layar tv yang tetap menyala. Sebuah multitasking yang bersifat hedonisme.

"Dek, kakak pergi dulu ya. Kalau ada apa-apa telpon aja." ucap Erin pamit setelah keluar dari kamar.

"Oke." Jawab keduanya serentak, lalu Erin keluar sambil membawa satu kantung totebag kertas berisi enam cupcake yang dijadikan satu dalam satu wadah penutup.

Alan sudah menunggu di teras rumah hampir sepuluh menit yang lalu dan sambil menunggu dirinya mengecek beberapa email yang menumpuk karena cuti yang diambil selama lima hari.

"Wayo, lihat apa?" tanya Erin mengagetkan Alan, melihat Erin yang menyambutnya dengan senyum terbaik selalu saja membuat dadanya berdenyut merasa bersalah. Apa dia masih bisa mendapat senyum yang sama seteleh Erin mengetahui kebenaran? Tapi dia sudah terlanjur tercebur dan tidak bisa menentukan pilihan.

"Enggak kaget, Ay." Tipu Alan, lalu berdiri hendak menggandeng tangan Erin tapi dia menangkap barang lain yang dibawa Erin, "Bawak apa itu?"

"Nanti aku kasi."

Sampai di mobil bukannya langsung menjalankan mobilnya, Alan justru memeluk Erin erat, menghirup aroma tubuh Erin sedalam-dalamnya. Lalu melepas pelukan itu karena Erin merasa sesak dan minta dilepaskan.

Cup, satu kecupan mendarat di pipi kanan Erin, Cup lanjut hingga ke pipi kiri, dan Cup.

"Penutup. Kangen pacar." Ucap Alan sambil cengingisan setelah mencium dahi Erin.

"Kalau manja gitu rasa curigaku makin bertambah."

"Curiga apa ih, Ay."

Erin tersenyum sayu, ya memang dia sudah curiga dan sedang mempersiapkan hatinya yang akan patah.

Sepuluh menit mereka berjalan, rencana Alan ingin mengajak Erin pergi menuju Brastagi tempat dimana mereka bisa menghirup udara sejuk dan menghabiskan waktunya lebih lama tapi Erin menolak dan meminta satu hal sederhana, mengajaknya ke sebuah taman yang tidak jauh dari kampus Erin.

Bukan karena tidak setuju dengan ajakan Alan, tapi ada hal lain yang sudah Erin pikirkan. Dan tepat ketika Alan memberhentikan mobilnya di salah satu kedai retail terbesar di Indonesia, Erin meminta satu hal.

"Boleh pinjam hp abang gak? Bri dari tadi di chat enggak dibalas."

"Boleh, tapi abang gak ada nyimpan nomor Bri." Balas Alan

"Dia pergi sama Bang Ardi dari tadi pagi. Aku mau tanyak Bang Ardi bukan Bri."

Alan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, "Mau dibeliin apa?" tanya Alan sebelum keluar dari mobil.

"Pocari yang sedang itu satu, sama air putih aja jangan lupa."

"Oke, Aya." Jawab Alan sambil mencuri satu kecupan di pipi kanan Erin lalu keluar.

Erin menipu jika dia benar-benar mau menghubungi Ardi, karena nyatanya dia ingin melihat dan mengecek langsung gawai milik Alan yang selama ini tidak pernah diperiksanya. Karena Erin masih menjunjung tinggi privasi Alan tapi untuk kali ini biarkan dia melanggar hanya untuk memastikan semua kecemasan.

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang