Dua Puluh

1.1K 93 21
                                    

"Anggap hubungan ini enggak pernah ada."

"Jadi orang asing untukku."



Sudah seminggu sejak kandasnya hubungan mereka tapi Alan masih mengingat jelas permintaan terakhir mantan kekasihnya, ralat status mereka masih sah berpacaran karena Alan tidak pernah setuju pemutusan sepihak itu.

Baginya Erin butuh waktu sendiri, dan Alan akan bersedia menunggu selama apapun itu. Dia rela menahan rindu asal Erin berada disampingnya, kalau Erin saja bisa mengerti dia maka biar Alan yang menggantikan posisi itu sekarang.

Tapi ini sudah satu minggu, lebih bahkan dan Erin benar-benar memperlakukan dia layaknya dua orang asing yang tidak saling mengenal. Setiap hari Alan berharap tanda satu garis putih berubah menjadi dua garis centang abu-abu, dia tidak menuntut agar pesannya dibalas, masuk saja Alan sudah bersyukur.

Panggilan yang tidak pernah terhubung, kontak Instagram yang tidak lagi bisa menemukan akun milik Erin sampai dia harus rela membuat akun palsu untuk tetap melihat aktivitas kekasihnya.

Dia juga rela membeli kartu baru untuk menelpon Erin, untuk bisa mendengar suara lembut Erin, untuk bisa mendapat perhatian lagi dari Erin. Tapi sepertinya Erin sudah tau siapa pemilik nomor baru tersebut.

Seminggu ini Alan seperti orang asing untuk dirinya sendiri, bekerja keras berharap sakit lalu Erin akan datang dan merawatnya sama seperti dulu, tapi sampai mual dan pusingpun tidak ada dia dengar satu kata perhatian dari Erin.

Dia jarang makan, bagaimana pula mau makan kalau setiap kali makan yang dia ingat adalah masakan Erin selalu lebih enak dari apa yang dia makan.

Menjadi perokok aktif yang intensitasnya melebih Ardi, dia bahkan mondar-mandir dalam kurun waktu tidak lebih dari satu jam hanya untuk berada di smoking room. Menghisap dalam putungan rokok lalu mengeluarkan kepulan asap beracun.

Jam kerjanya pun sudah tidak waras, nyaris setiap hari Alan selalu tiba di rumah pukul sembilan malam lalu pergi pukul sembilan pagi persis seperti anak magang atau karyawan baru yang sedang semangat-semangatnya menyambut hari kerja.

Sekarang salah satunya, dia sedang berdiri memandang bebas jalanan dari balik kaca gedung berlantai delapan. Matanya kosong memandang kedepan, tapi hati dan otaknya memikirkan satu objek yang selalu mengisi hari-harinya belakang ini. Erinshia Cahya Senja, dan karena nama itu Alan jadi pengagum senja.

Menikmati setiap matahari sore yang hendak kembali keperaduan lalu berharap ada Erin dibelakangnya. Padahal itu hanya ilusi dari rasa rindu yang tak kunjung terobati.

Getaran gawai di saku celananya menyadarkan Alan dari lamunan, segera dia melihat dan mustahil. Bukan Erin rupanya.

Alan

Udah makan siang sayang?

Masak apa?


Panggilan baru sayang mungkin lebih manusiawi daripada dia harus tetap memanggil Erin dengan sebutan Ay atau Aya karena sesungguhnya itu adalah panggilan yang dia tujukan untuk Calya.

Sejak awal Alan memang berengsek, mengingat nama tengah Erin hanya karena nama tersebut nyaris serupa dengan nama Calya. Lalu semena-mena mengubah panggilan sayang dengan Aya agar berbeda, padahal itu hanya alibi liciknya.

Tapi mulutnya sudah terbiasa memanggilan Erin dengan sebutan Aya, bahkan Calya yang sekarang tidak lagi mendapat panggilan khusus itu. Berlaku hanya untuk Erin.

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang