35.2: Tetesan Darah Yang Tertinggal

2.3K 212 29
                                    

Gerardo dan Marcio bergegas keluar dari mobil, kompak membanting pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gerardo dan Marcio bergegas keluar dari mobil, kompak membanting pintu. Senapan berada di tangan mereka berdua. Patricia juga turun, membawa pistolnya yang tadi. Selama perjalanan menuju ke tempat ini, mereka semua telah mendengar segala yang dibeberkan Rigel, juga teriakan kesakitan Michelle.

Dan saat ini, mereka telah menemukan tempat persembunyian Rigel. Mata Gerardo menajam, memandang mobil milik anggotanya; yang pasti digunakan oleh Rigel-terparkir di sebelah mobilnya. "Brengsek, aku akan menangkapnya," geram Gerardo.

Lekas, ia berlari dan menendang kasar pintu di rumah itu, merusaknya, dan bergegas masuk. Amarah menggelegak di dada Gerardo bercampur dengan perasaan lain yang tak bisa ia deskripsikan secara jelas. Sebab hari ini, ia tahu bahwa kebakaran itu tidak seharusnya terjadi. Ibunya tidak seharusnya berakhir. Semua itu nyatanya bukanlah kecelakaan.

"Michelle!!" Teriakan Gerardo terdengar di dalam rumah itu. Hatinya terasa sakit jika membayangkan gadis itu tiada. Sudah cukup, satu wanita yang berarti di hidupnya pergi. Ia tak ingin hal itu juga terjadi pada Michelle.

Marcio mengikuti di belakang Gerardo. Begitu pula dengan Patricia. Mereka semua kemudian memutuskan berpencar, membongkar di segala tempat. Naik ke tangga, dan bertemu di kembali sana; di lorong. Lalu, Gerardo menendang lagi beberapa pintu yang ada. Hingga ia tertegun saat menyadari sesuatu yang diinjaknya.

"Jangan katakan padaku bahwa ia sudah membunuhya!" Patricia menjerit setengah menangis melihat Gerardo memungut sebuah boots hitam modern di lantai; ukurannya hanya menutupi sampai pergelangan kaki, kini berlumuran darah. Tentu itu milik Michelle. Karena gadis itu menggenakannya ketika terlibat permainan billboard.

Pistol di tangan Patricia sontak tergelincir. Tepat saat itu, Marcio sigap menarik tubuh Patricia, mendekap gadis itu, membiarkannya menangis keras di dadanya. "Tenanglah, Patricia. Michelle, ia takkan semudah itu mati meninggalkanmu."

"Ia membunuhnya. Ia membunuhnya, Marcio!" isak Patricia, dan Marcio makin membenamkan kepala gadis itu di dadanya. Menarik napas dalam, dan membawa bibirnya ke atas kepala Patricia, berbisik, "Tidak. Jangan berkata seperti itu."

Di saat Patricia terlupakan sejenak dari rasa sakit hatinya pada Marcio dan malah balas memeluk lelaki itu dengan tangis yang belum reda, Gerardo berjalan lebih dalam ke ruangan itu dengan perasaan hampa. Namun matanya memerah, ada percikan emosi yang berbaur dengan kesedihan di sana. Ceceran darah ditemukannya di lantai. Tirai di dekat jendela berkibar. Lekas, Gerardo menggesernya kasar, dan ia mendapati pemandangan di bawah.

"Ia belum membunuhnya. Ia memantau kita dari sini, dan ia pasti membawanya bersamanya."

Patricia melepaskan pelukannya dari Marcio dan menatap Gerardo yang melewatinya, keluar dari ruangan itu, tampak tergesa-gesa. Mata Gerardo menjelajah cepat jejak darah segar di lantai pada lorong itu, yang tiap tetesnya dapat memberi petunjuk yang akan menuntun mereka semua.

End Of MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang