Araisy 41

2.4K 137 4
                                    

Ara melepas paksa genggaman tangan Vino dan berlari keluar kave, dengan pipi yang telah basah. Para pengunjung kave manatap kejadian itu dengan hening. Vino segera mengejar Ara, begitu pula dengan Anggi.

Kaki gadis itu terus berlari, namun tetap saja, langkah kakinya yangbterbilang pendek tak akan sebanding dengan langkah lebar Vino. Tarikan pada tangan kanannya lumayan kuat.

"ARA!!"

Hingga...

Grep

Ara kembali dapat merasakan pelukan laki-laki ini. Vino memeluk Ara tanpa ada balasan dari gadis itu. Ara masih terus terisak yang jujur saja suara isakan itu sangat menghimpir dada Vino. Membuat pernafasannya seolah tersumbat karena terhalang sesuatu tak kasat mata. Dalam pelukan Vino, Ara bisa mendengar dengan jelas degupan jantung laki-laki itu yang seirama dengan degupan jantungnya.

"Ra, maaf." Ucap Vino dengan lirih.

Ara hanya terdiam.

"Aku sayang kamu, Ra. Aku nggak mau kehilangan kamu."

Seketika Ara tercekat, suara Vino nampak parau. Vino menangis dalam pelukan Ara, dia ingin Ara kembali padanya, dia tak mau kehilangan Ara.

Perlahan tangan Ara mulai terangkat membalas pelukan Vino, menimbulkan senyum merekah di bibir Vino meaki diiringi tangisnya. Sepertinya Ara mulai luluh kembali pada Vino.

Namun,....

"Vino, lo waktu itu dipukul yah sama Rio? Maafin Rio ya?"

"Nggak apa-apa. Lagian dia gitu juga buat kamu kan karena aku bentak kamu."

"Tapi, tetep aja kan, lo jadi babak belur. Siapa yang ngobatin luka lo?"

"Karin."

Ara hanya menundukkan kepalanya. Mendengar Vino harus diobati oleh perempuan lain membuatnya agak sedikit kecewa. Karena bukan Ara yang mengobatinya.
.

"Kenapa belum pulang?"

"Nungguin angkutan. Rio latihan karate. Lama kalau nunggu, bisa sampai mau maghrib. Mending duluan."

"Ooh."

What?! Haya itu?! Vino tidak menawarkan mengajaknya pulang bersama?! Vino malah diam saja. Tak lama dari itu seorang gadis muncul dari sebrang jalan, membawa setumpuk kertas. Dia adalah Sindi.

"Maaf, Vin aku lama fotocopynya."

Vino menganggukkan kepalanya dengan menampilkan senyuman untuk gadis itu, tentu gadis itu adalah kekasih Vino juga.

"Naik." Ucap Vino setelahnya. Bukan pada Ara, namun pada Sindi.
.

"Aku pulang bareng kamu ya? Nebeng. Motor aku mogok. Lagian aku juga nggak bawa uang lebih hari ini. Uang saku aku udah habis. Lagian juga jam segini jarang angkutan umum lewat kan."

Vino nampak menimbang, sekaligus  sesekali melirik ke arah Ara.

"Kenapa nggak minta jemput supir aja?"

"Hp aku lowbat, aku juga nggak hafal nomor orang-orang rumah."

Sebenarnya Vino mau saja mengantarkan Aira pulang. Tapi, Vino juga sudah menawarkan diri untuk mengantarkan Ara. Jujur Vino kini merasa bimbang. Keputusan apa yang harus dia ambil saat ini?

"Tapi, aku kayanya nganter Ara pulang dulu deh."

Nampak raut wajah kesal Aira saat mendengar jawaban dari Vino.

Araisy [END]Where stories live. Discover now