Araisy 16

2.8K 175 0
                                    

Saat ini kondisi kelas Ara sudah mulai sepi, hanya tinggal lima orang yang ada di kelas itu. Ara masih melaksanakan tugasnya untuk menyapu karena kebagian piket hari ini, bersama dengan Dimas, Lala, dan Fatir. Satu orang lainnya adalah Rendi yang masih dengan asiknya memainkan ponselnya, padahal bel sudah berbunyi dari sepuluh menit uang lalu. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu hingga tak langsung pulang ke rumahnya.

"Lo kalau di sini cuma duduk-duduk aja tuh nggak guna banget, Ren."

Rendi yang semula memandang layar handphonenya kini menatap penuh ke arah Dimas yang masih menata bangku.

"Emang kenapa?"

"Bantu nyapu kek, bersihin papan tulis kek, ngelap jendela kek, nata bangku kek, yang guna dikit gitu loh. Ini bukannya berguna malah cuma jadi pajangan."

"Dih, bebas dong, gue nggak piket hari ini juga."

Sementara Dimas hanya berdecak kesal.

Ara dan yang lainnya hanya menggelengkan kepala saja mendengar obrolan kedua orang itu.

Tujuh menit kemudian, kegiatan Ara dan yang lainnya telah selesai. Dimas, Fatir, dan Lala sudah keluar kelas terlebih dahulu. Sementara Ara masih memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas. Setelah beres Ara segera menggendong tasnya di punggung dan berniat ingin keluar kelas. Namun, Rendi menahan tangannya.

"Pulang bareng mau?"

Ara memicingkan matanya menatap Rendi.

"Lo nungguin gue ya?" Tanyanya sambil menunjuk wajah Rendi.

Rendi yang melihat Ara terkekeh, merasa lucu dengan sikap Ara itu.

"Iya."

"Nggak bisa."

"Kenapa?"

"Gue bawa mobil sendiri."

Rendi yang mendengar penuturan Ara merasa sedikit kecewa. Rendi sedari tadi belum beranjak pulang karena berniat ingin pulang bersama Ara, namun Ara malah membawa mobil sendiri. Namun, Ara tak sempat melihat raut kecewa yang Rendi tunjukkan.

"Kalau gitu kita ke parkiran bareng aja gimana?"

Tanpa pikir panjang Ara segera menganggukkan kepalanya, merasa tidak enak juga dengan Rendi karena sudah menunggunya sedari tadi.

Akhirnya mereka berjalan menuju parkiran bersama. Koridor sudah mulai terlihat sepi, hanya ada beberapa siswa yang masih berkeliaran di koridor, entah untuk ekskul, rapat, atau akan pulang.

Saat sedang melangkah dengan santainya, Ara dikejutkan dengan Rendi yang tiba-tiba saja berdiri menghalangi jalannya. Sebelumnya Rendi berada di sampingnya, lalu kenapa sekarang Rendi malah menghalanginya. Apalagi melihat raut wajah Rendi yang terlihat cemas membuat Ara semakin bingung dengan tingkah Rendi.

"Apa sih Ren?! Lo ngalangin jalan gue. Minggir!"

Rendi nampak gelisah di tempatnya, dia bingung apa yang harus dia katakan pada Ara.

"Emmm, Ra kalau kantin masih buka nggak ya?"

"Masih, kenapa?"

"Anterin gue yuk, kita makan dulu di kantin. Gue laper banget sumpah."

Ara berdecak kesal ke arah Rendi. Ara benar-benar merasa lelah sekarang, dan Ara ingin sampai rumah dengam cepat agar dia bisa tidur di kasur empuknya. Namun, Rendi malah sedang berusaha menggagalkan rencananya itu. Tentu Ara akan menolak mentah-mentah ajakan Rendi.

"Nggak mau! Gue capek, mau pulang, mau tidur. Minggir lo!"

"Ra please, gue laper." Rendi masih teris saja berusaha membujuk Ara untuk menemaninya. Ara sendiri terus berusaha keras menolaknya.

Hingga Ara segera menginjak kaki Rendi. Rendi yang kakinya diinjak oleh Ara pun langsung memegangi kakinya yang terasa nyeri. Kesempatam itu Ara gunakan untuk berjalan di koridor menuju parkiran. Namun, langkahnya terpaksa harus berhenti.

Ara, membatu di tempatnya, menyaksikan kedua orang yang saat ini ada di hadapnnya. Di sana ada Vino dengan Meta, adik kelasnya tengah berciuman. Mata Ara mulai berkaca-kaca, air matanya mendesak ingin segera di keluarkan dari persembunyiannya.

Apa sebegitu tidak berharganya Ara? Vino kemarin membentaknya, sekarang Vino malah dengan asiknya berciuman dengan pacarnya yang lain di koridor. Tolong ingatkan mereka bahwa ini di sekolah. Ara tak akan keberatan mereka melakukannya, tapi jangan di hadapannya. Ara tak akan kuat. Akhirnya air mata yang selama ini Ara tahan agar tidak ia keluarkan, dengan mudahnya lolos begitu saja. Hatinya terlalu sakit saat ini.

Ara segera menghapus air matanya dengan kasar. Mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri. Ara tidak boleh lemah.

Inilah yang membuat Rendi menghalangi Ara, Rendi tidak ingin Ara sakit. Rendi tak ingin Ara menangisi Vino yang jelas-jelas tak pantas untuk Ara tangisi.

"Ra."  Ucapnya sambil memegang pundak gadis yang saat ini disukainya. Bahkan Rendi sudah melupakan rasa sakit di kakinya. Justru yang dia rasakan saat ini adalah sakit di hatinya melihat gadis yang dia sayangi menangisi laki-laki lain.

"Gue nggak apa-apa... Udah biasa. Kita pulang." Ucap Ara dengan sedikit serak.

Rendi mengapalkan tangannya berusaha meredam emosinya. Yang terpenting saat ini bukanalah menghajar Vino. Namun, yang terpenting saat ini adaalh menenangkan Ara.

Akhirnya Ara dan Rendi melangkahkanbkakinya menuju parkiran tanpa memperdulikan Meta dan Vino. Semakin mendekat jantung Ara semakin berpacu, sakit itu semakin terasa.

Sial. Kenapa parkiran harus melewati koridor ini? Batinnya.

Vino dan Meta yang menyadari adanya orang yang mendekat langsung melepas tautannya. Vino menoleh ke arah orang yang ingin lewat di koridor itu. Matanya membola karena menyadari bahwa orang itj adalah Ara dan Rendi. Melihat Ara dan Rendi bersama emosinya memuncak seketika.

Vino segera menarik Ara ke dekatnya. Matanya menatap Rendi dengan tajam.

"Ngapain lo bareng cewek gue?!"

Rendi menatap Vino dengan remeh, dan tersenyum miring.

"Cewek lo yang mana?"

"Ara lah bego!"

Ara hanya diam menyaksikannya. Meta juga tak ingin ikut campur untuk masalah kakak kelasnya. Ia hanya diam berdiri di samping kiri Vino. Sementara Ara berada di samping kanan Vino.

"Oh, Ara. Ara cewek lo? Kok lo malah ciuman sama cewek lain sih? Tadi juga ada yang ngaku cewek lo. Seberapa banyak sih cewek lo?"

Vino hanya diam. Memandang Rendi dengan tatapan tajam.

"Jangan deket-deket Ara lagi!" Ucap Vino dengan penuh penekanan kepada Rendi.

"Lo larang gue deket sama Araisy, tapi lo dket sama banyak cewek. Lo cowok apa banci sih?!"

Vino yang sedari tadi berusaha menahan emosinya langsung diselimuti kabut amarah. Ia tak bisa tahan lagi dengan ucapan Rendi. Hingga akhirnya Vino melayangkan satu pukulan ke arah wajah tampan Rendi. Hal itu membuat Ara dan Meta memekik karena terkejut dengan  yang Vino lakukan.

Araisy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang