21. Love Alone

163 13 1
                                    

"Cinta sepihak itu hanya akan membuang-buang waktu, pikiran dan tenaga. Jika itu membuatmu lelah lantas mengapa harus dipertahankan?"
.
.
~Dear A~
.
.

Sejak tiga jam yang lalu, lapangan utama SMAN Tunas Bangsa sudah dipenuhi khalayak. Kasak-kusuk para murid yang mengerubungi berbagai stand buku menjadi dominasi. Bertanya tentang buku yang menarik perhatian mereka, ada juga yang cukup melihat cover dan sinopsis langsung membelinya.

Beberapa reporter yang beruntung berhasil menembus benteng kepala sekolah, mereka diizinkan untuk meliput event yang paling ditunggu ini. Para reporter dengan lantang dan lugas mendeskripsikan suasana di SMAN Tunas Bangsa di depan kamera yang dipegang  cameraman yang sangat fokus dalam pekerjaannya itu. Sebagian lagi memburu para panitia pelaksana bazar untuk dijadikannya narasumber.

Terlihat Raina yang berdiri di depan stand buku novel karya penulis A tampak kewalahan karena banyaknya pertanyaan dari para murid yang mengerubunginya. Raina sudah menduga hal ini akan terjadi. Mengingat karya penulis A ini banyak diminati di kalangan remaja.

“Kak tolong kasih review novel penulis A terbaru yang judulnya ‘Memory’ dong," pinta salah satu siswi yang ada di hadapannya yang disusul anggukan dari yang lainnya.

Dia tahu-tahu saja kalau Raina sudah membaca novel itu. Dengan senang hati ia memenuhi permintaan siswi hitam manis itu.

“Seperti yang kalian tahu novel karya penulis A selalu berhasil mengaduk emosi pembacanya, membuat pembaca larut dalam ceritanya. Novelnya kali ini sedikit berbeda dari novel-novel sebelumnya dimana ceritanya diambil dari kisah masa kecil penulis A itu sendiri, sehingga feel-nya akan sangat terasa, hanya itu yang bisa saya bicarakan. Kalian sendiri sudah tahu novel penulis A tidak bisa diragukan lagi kualitasnya, bukan?” jelas Raina panjang lebar dengan wajah berseri.

Yang mendengar penjelasan Raina mangut-mangut. “Kakak, di bander tertulis akan ada penulis A, apa itu benar?” tanya siswa berkacamata antusias.

Raina hanya mengangguk sebagai jawaban. Kini puluhan pasang mata di hadapannya tengah menatapnya dengan sorot penasaran.

“Kakak udah ketemu dia dong!”

“Bagaimana penampilannya?”

“Dia siapa? Perempuan atau laki-laki?”

“Usianya berapa tahun?”

“Kalo cowok, dia ganteng enggak?”

Raina terkekeh mendengar pertanyaan-pertanyaan yang tiba-tiba menyerbunya. Dia sendiri saja belum tahu. Bagaimana akan menjawab semua pertanyaan itu.

"Aku sendiri juga belum tahu. Jadi belum bisa jawab pertanyaan kalian."

Beberapa menit berlalu, murid yang mengerubunginya mulai berkurang, tersisa tiga sampai empat siswa yang tak menutut penjelasan darinya. Novel penulis A juga hanya tersisa sedikit lagi.

Panas mentari semakin menjadi dan menelusup lebih dalam ke dalam stand. Raina menyandarkan tubuhnya pada rak. Peluh bercucuran di dahinya bahkan poni tipisnya sudah basah. Ia segera menyeka keringatnya sebelum meluncur masuk ke matanya.

Ia menghembuskan napas pelan. Irisnya menangkap sosok bertopi yang tengah berjalan dengan kardus minuman di pangkuannya—Arka. Raina membalas senyum yang Arka lontarkan padanya. Jika saja Raina tahu, Arka sudah memerhatikannya dari tadi.

Entah kenapa kedua mata Raina seolah terhipnotis, enggan berkedip sedetik pun dari Arka. Menurutnya, topi hitam berwarna senada dengan jas nya  sangat kontras dengan kulit putih Arka membuat kadar ketampanan laki-laki itu meningkat berkali-kali lipat.

Dear A ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang