22. Penulis A

234 21 6
                                    

"Terkadang kita harus merelakan sesuatu hal bukan karena kita menyerah tapi mengerti bahwa ada hal yg tidak bisa dipaksakan."
.
.
~Dear A~
.
.

Beberapa kali Raina meronta, mencoba melepas cekalan Aksa pada lengannya. Namun nihil, kekuatannya tak sebanding dengan Aksa. Gadis itu mencoba untuk mengumpulkan seluruh tenaganya. Setelah dirasa cukup, ia menghempas kasar cekalan Aksa dalam satu gerakan.

Langkah Aksa terhenti kala menyadari tangan Raina tak lagi dalam genggamannya. Ia berbalik menghadap Raina dengan napas yang memburu. Sorot matanya masih sama seperti tadi. Tak bisa disebut ramah.

"Kamu kasar banget, sih Aksa! Aku gak suka sama sikap kamu yang sekarang," ucap Raina menahan amarahnya.

Baru saja tubuhnya hendak berbalik, namun lagi-lagi tangan Aksa kembali menghadangnya. Raina kembali menatap jengah pada Aksa. Ia tak paham dengan perubahan sikap Aksa yang sekarang ini.

"Kamu ini kenapa, sih Aksa? Akhir-akhir ini kamu sering marah gak jelas sama aku. Oke, selama ini aku terima sikap jahil kamu yang sering ganggu aku. Tapi untuk kali ini kamu bener-bener kelewat batas!" sarkas Raina.

Aksa menatap jengkel pada gadis di hadapannya ini. Dia bodoh atau menutup mata. Kenapa masih saja tak paham dengan perasaannya selama ini. Aksa mencoba untuk meredam emosinya saat ini. Ia akui sikapnya tadi memang sedikit kasar karena emosi yang tiba-tiba saja meledak.

"Lo beneran gak tau gue kenapa?" tanya Aksa dengan sorot mengintimidasi.

"Lo beneran gak tau?" tanya Aksa kembali.

"Hah? A-aku—"

Melihat Raina yang hendak kembali menjauh darinya, dengan cepat tangan Aksa mendorong pelan tubuh Raina hingga membentur tembok. Kedua tangannya terangkum tak memberi celah pada gadis itu tuk melarikan diri.

"Aksa kamu mau ngapain, sih?" ucap Raina gusar ketika Aksa yang semakin memangkas jarak dengannya.

"Gue yakin otak lo pinter. Lo pasti tau gue kenapa." ucap Aksa masih memandang lekat Raina.

"Gue cemburu Raina Anindira," bisiknya kemudian.

Raina membulatkan bola matanya sempurna. Menggelengkan kepalanya pelan tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. Bagaimana mungkin Aksa bisa suka padanya? Tidak. Ini tak boleh terjadi. Raina tahu jika Vera menyukai Aksa dan ia tak ingin menyakiti hati sahabatnya. Ia tahu betul bagaimana tulusnya rasa Vera terhadap Aksa.

"Enggak! Kamu gak boleh cemburu apalagi suka sama aku. Kita itu cuma temenan Aksa. Aku gak mau ada hubungan lain selain teman," jelas Raina mencoba meyakinkan Aksa.

"Hah? Teman?" tanya Aksa tertawa hambar.

Raina mengangguk mantap. "Iya. Teman. Aku gak mau kita lebih dari teman."

"Gue gak bisa temenan sama lo kalo gitu," ucap Aksa perlahan menurunkan tangannya dari dinding.

"Kenapa? Aku gak mau karna ini kita jadi musuh. Aksa aku mau kamu sama Vera tetep jadi temen aku. Aku mohon jangan gini. Aku—"

"Gue gak bisa temenan sama orang yang gue suka Raina!" potong Aksa tiba-tiba. Membuat Raina sontak membungkam mulutnya.

Bukan hanya Raina yang terkejut dengan pernyataan Aksa, namun hal itu sama berlakunya bagi ketiga orang yang baru saja tiba di dekat mereka.

Arka mematung di tempatnya bediri. Dalam urusan percintaan dia memang sangat payah. Dia bahkan tak pernah menyadari ternyata ada orang lain yang juga menyimpan perasaannya terhadap Raina. Terlebih lagi orang itu Aksa.

Dear A ?Where stories live. Discover now