"Cara paling mendasar dan kuat untuk terhubung dengan orang lain adalah dengan mendengarkan. Cukup Dengarkan. Mungkin hal terpenting yang bisa kita berikan kepada orang lain adalah perhatian kita" - Rachel Naomi Remen
.
.
~Dear A~
.
."Ngomong sesuatu? Apa, kak?" tanya Raina dengan alis bertaut.
"Aku mau ngomong kalo aku su—"
Arka menggantungkan kalimatnya. Membuat Raina tak sabar menunggu kelanjutannya.
"Su?" gumam Raina.
"Huh," Arka menghela napas dalam. Kakinya berjalan mendekati Raina membuat Raina sedikit memundurkan tubuhnya.
"Kak, Arka mau ngapain?" batin Raina menatap bingung Arka.
Entah sudah semerah apa lagi pipi Raina. Arka semakin mendekat dan sekarang netra coklatnya menatap Raina dalam.
"Aku mau ngomong kalo a-aku su—"
"Kalo aku su-sungguh minta maaf. Karna aku kamu jadi celaka," ucap Arka pada akhirnya.
Ada sedikit rasa kecewa di dalam hati Raina. Realita memang tak seindah ekspetasi. Raina kira Arka akan mengucapkan hal yang menjadi ekspetasinya.
Astaga. Apa yang sudah Raina pikirkan tadi? Berharap apa Raina pada Arka? Ia menepuk pelan kepalanya, merutuki sebuah harapan yang akan tetap menjadi ilusi baginya.
"Eh, apa yang udah aku pikirin, sih?" omel Raina dalam hatinya.
"Gak apa-apa, kok, kak. Bukan salah kakak. Tapi, kenapa kakak sampai bolos segala?" lanjut Raina bertanya.
Arka terkekeh kecil, "Bolos sehari aja. Mau jenguk kamu."
Blushh...
Rona merah menjalar seketika pada pipi putihnya ketika mendengar penuturan Arka. Matanya bergerak tak beraturan, degupnya pun tak bisa diajak berteman.
Selalu saja seperti ini.
"Raina, kamu kenapa? Kamu demam?" tanya Arka khawatir melihat wajah Raina yang memerah.
"Eng-enggak, kok, kak," jawab Raina memalingkan mukanya dari Arka.
"Emm..., ayo masuk, kak. Biar aku bikinin dulu minum," lanjut Raina mempersilahkan.
Bukannya masuk, Arka malah berdiri di ambang pintu. Mengedarkan pandangan pada sekeliling rumah Raina.
"Ada apa, kak?" tanya Raina.
"Mama kamu mana?" Arka bertanya balik.
"Sepuluh menit yang lalu mama baru pergi ke toko bunga," jawab Raina.
"Ya udah, aku duduk di luar aja," putus Arka.
"Loh, kenapa, kak?" tanya Raina tak mengerti.
"Perempuan dan laki-laki yang sudah baligh tak baik jika berada di rumah dalam keadaan sepi berduaan," jelas Arka.
"Maaf," lirih Raina.
"Mau cari udara segar di luar enggak?" tanya Arka tiba-tiba.
"Kemana, kak?"
***
"Ini, kan taman belakang sekolah, kak," ucap Raina, berjalan beriringan menyusuri jalanan taman.
Arka mengangguk, "Memang. Tapi, aku mau bawa kamu ke suatu tempat."
"Ke suatu tempat?"
"Iya, ayo!" ajak Arka menuntun Raina yang sedikit pincang.
YOU ARE READING
Dear A ?
Teen FictionMengikhlaskan bukanlah suatu perkara yang mudah bagi setiap orang. Apalagi ini menyangkut masalah Takdir. Dimensi waktu yang tak mungkin bisa terulang. Arka Putra Davendra, seorang remaja tampan yang hidupnya nyaris saja sempurna. Terlahir dari kelu...