Overthinking

4.6K 589 25
                                    

Pada akhirnya, Jisoo hampir tidak tidur semalaman. Dia merasa cukup menyesal karena telah asal bicara pada adiknya. Mereka sama sekali tidak pernah berjauhan dalam waktu yang lama, dan Jisoo memahami kalau Jennie mengkhawatirkannya. Dia pun mungkin akan melakukan hal yang sama jika keadaannya berbalik. Tapi dibalik itu, dia salah, ya. Namun sikap Jennie kemarin juga tidak membantu banyak. Anak itu terlalu banyak mengomel dan marah-marah hingga Jisoo yang kelelahan lantas terpancing semalam.

Jisoo bukan orang yang pandai membujuk. Dia peduli, dia ingin memperbaiki apapun yang terjadi diantara dia dan adiknya. Tapi Jisoo jarang tahu bagaimana caranya. Di pertengkaran-pertengkaran sebelumnya, Jisoo hanya akan diam dan mengabaikan segalanya sampai Jennie menyerah dan kembali mengajaknya berbicara karena merasa tak berguna marah terlalu lama pada manusia cuek seperti kakaknya. Namun Jisoo sadar semuanya telah berbeda sekarang. Mereka sudah dewasa dan sudah seharusnya menyelesaikan masalah dengan cara yang dewasa pula.

Lain halnya dengan Rosé dan Lisa yang tidak pernah terlibat pertengkaran hebat, Jisoo dan Jennie sudah berkali-kali terlibat hal tersebut mengingat cukup tempramental-nya kedua gadis itu. Jennie sering kali terlalu cerewet dan ketus, Jisoo sering kali terlalu cuek, dan mereka sering kali kehilangan kesabaran dalam menghadapi satu sama lain. Dan semua akan bertambah buruk dengan sifat keras kepala yang mereka miliki. Masalah kecilpun sering kali menjadi besar karena hal ini.

"Sajangnim, pertemuannya akan segera di mulai." Panggil Jongin membangunkan Jisoo dari lamunannya. CEO muda itu berdiri, kemudian berjalan menghampiri sekretarisnya.

Kembali memulai pekerjaan dan sejenak membuang segala hal tentang percakapannya dengan Jennie semalam.

***

Rosé mengernyitkan keningnya begitu mendapati Jennie sudah berada di ruang keluarga sepagi ini. Kakaknya memang selalu bangun pagi untuk membuatkan mereka sarapan. Tapi tidak sepagi ini, dengan kantung mata yang terlihat jelas dibalik kacamatanya serta laptop yang tampak sudah menyala. "Unnie?" Panggilannya. Jennie mendongak dan memberikan sapaan kecil sebelum kembali fokus entah pada apapun yang tengah ia kerjakan.

"Unnie mengerjakan apa sepagi ini?" Tanya Rosé menyuarakan rasa penasarannya.

"Banyak. Tapi sekarang sedang mengirim email ke beberapa klien. Sketsa awal." Jawab Jennie yang membuat kening Rosé kembali berkerut. "Bukannya sudah selesai sejak lama? Unnie bilang baju-bajunya sudah masuk tahap pembuatan?" Rosé menatap kakaknya.

"Ini klien baru."

"Apa sangat mendesak?" Rosé benar-benar mencium hal aneh dari kakak keduanya ini. Jennie tak biasanya bangun sepagi ini hanya untuk urusan pekerjaan. Toh jam kerjanya memang tidak mencekik dan seharusnya Jennie masih bisa beristirahat saat ini. "Tidak, Rosé-ya. Unnie hanya tidak bisa tidur, jadi sekalian saja mengerjakan ini." Ucap Jennie berusaha mengabaikan tatapan intens dari sang adik.

"Unnie tidak tidur?" Selidiknya curiga.

"Ini masih pagi, Rosie. Lebih baik tidur sebentar lagi. Nanti Unnie bangunkan kalau sarapannya sudah siap." Perintah si gadis kucing. Dia sangat mengerti kalau Rosé tidak akan berhenti bertanya sampai rasa penasarannya tertuntaskan. Dan Jennie sedang tidak ingin menjawab pertanyaan apapun di waktu sepagi ini. "Ada masalah apa, Unnie?" Rosé terus bertanya, mengabaikan kata-kata kakaknya.

Jennie berdecak, "Tidak ada. Cepat kembali ke kamar! Jangan mengganggu!Unnie harus menyelesaikan ini lalu membuat sarapan untuk kalian!" Usir Jennie berharap adiknya itu mau menurut barang sekali. Rosé merengut kesal mendengar seruan keras kakaknya. "Unnie sangat menyebalkan! Aku tahu Unnie sedang menyembunyikan masalah! Ayo jujur?!" Desak Rosé seraya menghimpit tubuh Jennie di sofa.

Gone✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora