3

15.5K 1.2K 20
                                    

Saga Pov

Sebenarnya gue pengen ngajak Ningrum tinggal di rumah keluarga gue, rumah yang mama dan papa miliki sangat besar, bahkan mama dan papa minta kami untuk tinggal bersamanya agar rumah tak sepi walau telah menikah.
Bahkan tiap hari mama selalu nelpon kapan tinggal di sini, mama mau lihat Ningrum. Ck, mau lihat apanya Ningrum, yang ada mama pasti megang dada lihat kelakuannya.
Tapi kalau gue ngajak sekarang mau dibawa ke mana muka gue. Lihat saja sekarang Ningrum sedang menghafal benda-benda elektronik di rumah ini. Gue yang nyuruh, sumpah gue bakal diolok-olok saudara-saudara gue, malu dong seorang dokter punya istri kayak Ningrum yang begok, ya walau gak benar juga saudara-saudara gue ngolokin gue.

"Owalah mas, jadi itu yang namanya Ac, jadi tinggal tekan bagian ini untuk menaikkan suhu, ini untuk turunkan suhu. Wah hebat bangat mas, udaranya bisa berubah kayak gini."

Gue berdecih sinis, dasar kampungan.

"Gak usah mainin remot Ac nanti rusak lagi sama tangan kasar kamu."

Gue gak peduli bahasa gue kasar, emang kalau ngomong sama Ningrum bawaanya bikin enek, kesal banget.
Ningrum meletakkan remot Ac itu baik-baik, tapi wajahnya menatap gue asam kayak jeruk purut.

"Pokoknya saya nggak mau tahu, kamu sudah harus bisa belajar mengenal barang-barang elektronik di rumah ini. Dan juga jangan lupain belajar menggunakan peralatan dapur, janga malu-maluin saya."

Gue pergi begitu saja, jam 9.00 nanti gue harus operasi pasien yang mengalami kecelakaan.

"Iya mas."

¶¶

Gue menatap layar monitor, pasien kecelakaan kemarin. Hasil CT scannya menunjukkan adanya keretakkan pada tengkorak kepala cowok remaja ini.
Gue tahu, balapan liar emang sangat berbahaya, gue pernah seperti cowok remaja ini, kabur dari rumah hanya untuk balapan liar di tengah malam.
Bisa saja, remaja ini mengalami geger otak, atau kanker otak.
Hidup cuman sementara, itu yang dikatakan mama gue ketika gue jatuh dari motor karena balapan liar.
Kalau nggak sayang nyawa, ingat mama lahirin Saga pertaruhkan nyawa, ingat wajah mama jika masih mau balapan lagi. Dari situ gue berhenti, mama lebih dari segalanya.

*

Ningrum Pov

Aku masih terus menghafal semua peralatan penting, terutama peralatan dapur, seperti kompor gas dan cara memakainya. Cara menggunakan blender, dan cara masak nasi menggunakan magic com.
Serta menyalakan sower yang benar.

Aku bertepuk tangan heboh, akhirnya aku bisa paham, walau pelan-pelan.

Setelah bersih-bersih, dan masak, aku memilih masuk ke kamar mas Saga dan aku. Jangan salah sangka apartemen ini hanya punya satu kamar, walau begitu, apartemen milik mas Saga benar-benar mewah, saking mewahnya aku harus tidur di sofa, untung empuk sofanya. Tapi aku nggak masalah toh di kampung tidur beralas tikar saja sudah bersyukur. Intinya aku bisa tidur nyenyak.
Aku menatap laci mas Saga yang terbuka. Pria tua itu ternyata sembarangan kalau ninggalin rumah, kalau ada maling gimana.
Dasar tua pikun.

Aku menatap album penasaran, penasaran dengan foto-foto mas Saga sewaktu kecil itu bagaiamana.
Iseng aku membuka lembar pertama, yang aku temukan hanya foto-foto gadis SMA dengan tampilan aneh menurutku, bagaimana tidak, perempuan difoto ini terlihat manis hanya saja, penampilannya sangat lucu menurutku. Lihat difoto ini, gadis cantik ini menatap cemberut ke samping dengan dasi diikat di kepalanya. Lalu ada juga gambar sepatu beda warna yang dipakai, lalu muka berantakan, dan sampai manjat pagar sekolah. Astaga apa ini pacarnya mas Saga sewaktu SMA pasti wanita ini punya kisah SMA yang menarik.
Ah aku iri, aku bahkan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, harus kandas karena biaya.
Aku tahu harapan besar dapat dipatahkan oleh kenyataan.

Sepertinya perempuan ini spesial karena satu album penuh dengan fotonya yang aku tebak di ambil secara diam-diam.
Dari yang senang sampai perempuan itu menangis, semuanya ada.
Lalu kenapa mereka tidak jadi ya?
Aku meletakkan kembali album itu lalu keluar, saatnya nonton. Kapan lagi bisa nonton Tv, bahkan di rumahnya tidak punya Tv. Ada radio peninggalan sang bapak saja sudah bersyukur.

*
Saga Pov

Gue membuang badan gue ke sofa, jadi seorang dokter bukanlah pekerjaan yang mudah.

"Mas Saga hari ini pulang malam ya. Aku sudah siapin makanannya."

Gue membuang napas jengah, gue lupa kalau gue udah punya istri. Ningrum ini bagiku hanya mirip pembantu. Lihat rok bunga selututnya dan rambutnya yang dikonde ke atas.
Gue mengusirnya denga jari kayak ngusir pembantu di rumah mama.

Gue pengen istirahat sebentar badan dan pikiran gue lelah semuanya.

"Mas, Gagak makan dulu baru tidur,"

Gue mendesah kesal, ais perempuan ini.

"Jangan ganggu saya."
Gue mengeram kesal.

"Tapi mas, aku tuh cuman mau ingatin mas Saga-"

"Stop, jangan berharap jadi istri saya. Saya nggak sudi, dan jangan ganggu saya. Kamu itu  saya anggap nggak lebih dari pembantu. Persis dandanan kamu."

Gue gak peduli bahasa gue kasar, tapi emang benar gue gak sudi anggap Ningrum itu istri gue, pernikahan ini hanya sekedar tanggung jawab. Gue menutup mata lagi, biarkan lelah ini sedikit berkurang.

"Cihs, dengar ya, aku juga nggak sudi mau jadi istri orang tua kayak kamu. Aku itu masih muda, umur baru 17 tahun tapi nikah sama om-om kayak kamu. Kalau aku nggak dinodai sama sampeyan, saya juga nggak bakal mau jadi istri laki-laki mulut lemes kayak situ."
Gue membuka mata, melotot ke arah Ningrum yang pergi begitu saja. Om-om kepalanya, gue baru 27 tahun masih muda, gila ni cewek bisa bangat bales setiap omongan gue.

"NINGRUM KAMU KURANG AJAR SAMA SAYA."

"SAMPEYAN NGACA."
Gue menganga, sial gue disuruh ngaca sama Ningrum.

Istri Ndeso Sang Dokter [End]Where stories live. Discover now