28

13K 1K 18
                                    

Thanks buat yang selalu comment dan ngasih semangat.😘

"Gila jadi lo berdua naena? Gue kira bakal kayak kucing dan tikus mulu."

"Pen aku jahit mulut mu Ran. Kamu tuh makin sakit makin bawel."
Aku mendengus saat melihat dia tertawa. Sumpah aku malu, urusan ranjangkan rahasia pribadi.

"Lagian itu cuma kesalahan." Tambahku lagi.

"Duh, kesalahan tapi kamu mendesah keenakkan yah?"

Wajahku memerah hingga ujung telingaku. Dasar Rani otak kotor. Aku baru tahu Rani emang otaknya ngerti yang kayak gitu ajah.
Melihat wajahku yang memerah, Rani gencar menggodaku.

"Duh, Ningrum kami udah gede yah."

"RANI."
Aku merengek agar dia berhenti menggodaku. Rani masih tertawa.
Ini semua gara-gara laki-laki bangkotan itu. Mengingat gosip tadi mendadak aku jadi kesal.

"Lagian itu cuma kesalahan, wong dia lagi berduan sama Renata."

Rani membelak ia menatapku selidik.

"Tahu dari mana?"

"Gosip dokter-dokter cantik tadi di lobi rumah sakit." Jawabku cepat.

"Dasar suami nggak berguna, mata keranjang. Semalam naena sama aku, Ran kamu tahu nggak aku pengen buang dia ke empang, kesal ak-"

"EHEEMMM."
Aku berbalik dan melebarkan mataku.

Mas Saga dibalutkan jas putih khas seorang dokter dengan stetoskop di lehernya, ditemani seoarang perawat dan seoarang dokter juga menurutku cantik, berdiri di pintu masuk.
Mas Saga menatapku sebentar. Astaga aku pengen kabur sekarang juga. Wajahku memerah, bukan karena aku baru saja memakinya. Tapi aku mengingat kejadian semalam. Aku menunduk panik.

*
Gue menatap Ningrum yang mendadak memerah wajahnya, ia begitu panik. Gue menatap gaun putih yang pas di tubuh mungilnya, perutnya sudah menonjol walau baru tiga bulan. Gue menelan ludah, sekelebat memory percintaan semalam berputar-putar di kepala gue. Astaga gue kenapa sih, nggak mungkinkan gue suka sama Ningrum.
Gue menggeleng mengusir pemikiran aneh ini.

"Selamat sore nona Rani Hariyati Puteri."

"Selamat sore Dok."

Gue mengangguk pelan. Gue ingat gadis ini yang nemani Ningrum waktu cek up.

"Dok, nggak nyapa istrinya?"

Gue melotot, dan berdehem sebentar.
Ningrum sengaja tidak mendengar ucapan Rani.
Sedangkan perawat dan salah satu Coass menatap gue dan Ningrum terkejut.

"Pasien ini ngomong apa sih? Bukannya istri dokter Saga yang ada di ruangannya?" Bisik coass cantik itu pada perawat di sampingnya.

Walau berbisik tapi gue dan orang di ruangan ini pasti dengar.
Gue menatap Ningrum yang biasa saja mendengar Renata ada di ruangan gue.
Gue kesal karena Ningrum bodo amat, gue ngerasa ada yang kurang tapi apa?

"Dok jadi periksa kan?"

Gue menatap Rani dan mulai memeriksanya.

"Jadwal operasi kamu besok ya. Untuk itu sebentar malam kamu harus puasa, nggak boleh makan dan minum."

Gue mundur beberapa langkah. Membiarkan perawat memperbaiiki infus gadis ini. Gue melirik Ningrum yang malah menatap tembok.

"Ning, tadi datang sama siapa?"

"Naik kuda mas."
Gue pengen ngakak, masih aja ngelawak.

Gue nggak peduli masih ada coass dan perawat atau Rani sekalipun. Melihat wajah Ningrum yang memerah dan tidak ingin melihat gue, bikin gue gencar pengen godaiin dia.

Sedangkan perawat dan vivian sudah terkikik geli dengan jawaban Ningrum.

Perlahan gue mendekat dan berjongkok dihadapannya, bisa gue rasain Ningrum menahan nafasnya. Wajahnya memerah menjalar hingga telinganya.

"Hallo anak papa."
Gue mengelus perut Ningrum. Rasanya aneh, selama ini gue belum terima kalau Ningrum hamil anak gue. Sampai gue merasa canggung untuk menemaninya ke rumah sakit. Gue tahu itu anak gue, tapi gue belum bisa terima menikah dadakan. Gue tahu gue bajingan. Karena bajingan kayak gue, Ningrum yang polos gue rusakkin. Ningrum benar gue udah tua, gue udah rusakkin anak orang. Tapi yah gitu saat bersama Ningrum sikap gue juga berubah kayak anak kecil. Gue nggak boleh egois, setelah gue pikir baik-baik mulai dari awal belum terlambat. Demi mama, dan anak ini.

"Istrinya benaran sus."

"Aku juga kaget."

Bisik-bisik terdengar dari arah belakang.

"Duh, mas kamu kerasukan jin apa? ora kepenak banget, aku jadi ngeri."

Sedangkan Rani tertawa, begitu juga perawat dan coass yang masih berdiri tidak jauh dari kami.

Gue mengerutkan dahi saat tangan Ningrum mengambil gelas berisi air di atas nakas dan meminumnya.

"Byuuuuuur."

Mata gue tertutup lalu melototi Ningrum yang menatapi gue polos, setelah menyemburkan air dimulutnya ke muka gue. Sumpah Ningrum menyebalkan, di masih memasang wajah polosnya.
Suara tawa terdengar di ruangan ini. Habis ini citra tampannya anjlok sudah. Ningrum benar-benar satu-satunya orang yang berhasil memporak-porandakan hidup manisnya gue.

Gue menghapus sisa air di muka gue dengan kasar, mata gue masih tajam menatap Ningrum yang nggak ngerasa bersalah sama sekali.

"Itu cara ampuh ngeluarin jin ditubuh manusia, aku sering lihat dukun di desaku ngelakuin itu mas."

Suara tawa dibelakang makin terdengar.

"Rani butuh istirahat. Ayo ke ruangan."

Gue berdiri dan menarik Ningrum pergi.
Tidak peduli dengan tatapan perawat dan para dokter lainnya. Gue tetap menarik Ningrum ke ruangan gue. Jas putih gue basah, rambut gue juga. Ningrum benar-benar menyebalkan.

Istri Ndeso Sang Dokter [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang