7

13K 1K 15
                                    

Saga Pov

Gara-gara mulut Ningrum yang ceplos banget, gue diceramahi habis-habisan. Selain ndeso dan menyebalkan ternyata Ningrum juga tukang ngadu. Istri gue kok gini amat yak?

"Ayok Ning dimakan. Semoga kamu suka yah?"

Ningrum hanya tersenyum mengangguk. Sedangkan gue udah mencomot tempe goreng di atas meja. Perut gue lapar gegara dengar ceramahnya mama.

Mana gue diketawai lagi sama istrinya Lavin.

Emang mama gue nggak sehati banget sama anak-anaknya. Sehatinya cuman sama menantunya aja.

"Abang nggak ke rumah sakit? Pasien-pasiennya pasti kangen loh."

Gue mendengus malas, iya kangen lihat wajah gue. Apaan sakit juga masih sempat-sempatnya godain gue.
Mana punya istri menyebalkan dan ndeso banget lagi, pakai sabuk pengaman aja nggak tahu. Lihat bentuknya TV mewah di apartemen aja kaget. Lihat sofa bagus aja kaget.
Lihat saja sekarang leher Ningrum udah hampir patah, nengokin seluruh isi ruang makan bunda.

Iya Ning gue tahu, jangan terlalu norak.

Mana nih Konan, sih adek gue yang mulutnya kayak cabe rawit, udah senyum-senyum genit ke arah gue. Untung si Lavin nggak ada, kalau ada paling cuman sekali bicara. Tapi sekali bicara nyesek hati. Mulutnya orang di dalam rumah ini emang pedas-pedas biji cabe.

Walau masih umur 24 tahun Konan sudah jadi pengusaha sukses mengikuti jejak sang Ayah. Bangga gue jadi salah satu anak dari sperma papa gue Sean.

"Rumahnya bagus yah Nining? Makanya mama mau kalian tinggal di sini yah. Biar temani mama di rumah besar ini. Anggap rumah sendiri."

Mama gue kalau urusan bujuk membujuk, menyenangkan hati orang juara satu. Heran gue mama kok nggak jadi sales ajah dulu. Astaga kok gue ngomong gitu ya.

"Rumahnya bagus banget ma."

Iya Ning, teruskan aja Ning. Sanjung teros. Nggak bisa apa bersikap nggak norak.

"Norak banget." Cibir gue pelan.

Tapi ya Ningrum sama mama gue tuh emang punya telinga kelelawar pelan aja bisa dengar.

"Kamu tuh ya bang. Nggak usah respon sama urusan perempuan. Sana ngobrol sama Konan. Ganti kelamin aja kalau mau gabung."

Konan tertawa menutup mulutnya. Sedangkan Azalea yang menyuap anaknya juga ikut terkikik.

Sedangkan bocah perempuan berusia
5 tahun itu hanya diam menatap semua orang.

"Ilen sayang makan ya yang banyak. Biar cepat gede, terus temani papi Konan nyari jodoh kasian dia sendiri mulu."

Konan hampir saja muntah menatap gue . Seakan mengatakan alah udah tua bangkotan baru dapat jodoh, mana istrinya belia dan ndeso. Udah deh tatapan matanya itu pengen gue congkel.

Gue menunjukkan garpu kesal kearahnya. Niatnya tadi mau ngisengin Konan, tapi malah gue yang jadi sensian. Gue natep sebal Ningrum. Ini semua gegara nikah sama Ningrum, nggak ada yang bisa gue banggain di depan umum.

"Bang, kok natep Ningrum laper gitu, oh mau main banting-banting segera yah, masih siang lo bang?"

"Uhuk-uhuk." Ini punya gue.

"Uhuuuk-uhuuuk."

Gue dan Konan menatap mama yang terlihat frontal.

"Asli bunda kalau ngomong ngeri."

Konan panggil mama dengan bunda.

Gue segera meminum air, hampir saja nasi yang gue makan keluar dari hidung.

"Mau kemana bang?"

"Main barbie ma." Jawab gue asal.

Sedangkan Azalea sudah ketawa memegang perut. Adik iparnya itu juga aneh. Pencinta drakor. Mana panggil Lavin dengan sebutan oppa.
Bukan hanya gue yang ngeri ternyata adiknya juga merasa ngerih dengan panggilan itu.

Lebih sadis dari Ningrum yang panggil gue mas gagak.

*

Gue mengeram tertahan, membuka mata perlahan. Ah rasanya baru tidur sebentar. Sebelum suara yang sudah gue hapal hampir seminggu ini.

"Oppa."

Oppa siapa yang dipanggil oppa.

"Cagiya."

Gue terperanjat melotot menatap Ningrum yang tersenyum bodoh disampingnya.

Oh god. Apa sukma istrinya bertukar dengan Azalea.

"Oppa?"

Gue pengen lempar Ningrum sekarang juga.

"Jangan deket gue."

Bukan apa, tapi gue geli dengan panggilan itu. Please gue nggak suka.
Mana Ningrun manggilnya mirip Azalea lagi. Monyongin bibir kayak anak kecil yang merajuk.

"Stop panggil saya O, oppa apapun awas ya. Tingkah kamu kayak gitu, saya masukin kamu ke rumah sakit jiwa. Geger otak kamu."

**
Ningrum Pov

Ningrum melipat tanga malas.
Baguslah dirinya akan buat pria tua menyebalkan ini mati karena dara tinggi.

"Aku nggak bisa oppa."

"NINGRUUUUM."

Seperti biasanya, Ningrum berlalu pergi sambil terkikik kecil. Rasanya membuat pria itu berteriak kencang adalah kesukaannya entah mulai kapan.

Mungkin bagi Ningrum biasa, tapi tidak dengan seisi rumah. Semua menatap ke lantai atas dengan perasaan tak menyangka.

Sepertinya Ningrum akan menjadi satu-satunya perempuan yang membuat dokter ganteng itu teriak kesetanan. Lihat saja bantal dari kamar berlantai dua itu sudah jatuh hingga kaki Lavin.

Astaga apa dirinya baru saja melihat kakaknya segila itu. Entah bagaimana bantal ini sudah jatuh sampai ke sini.

Saga keluar dengan perasaan kesal. Hidupnya hannya tenang disaat tidur.

"Oppa, mau dimasakin apa?"

"Jangan panggil saya dengan kata-kata itu. KAMU BUDEK YAH?"

"Ah, cagiya aku belum setua dirimu. Jangan teriak kasian kamu bisa mati karena darah tinggi."

Seisi rumah menatap kedua pasutri yang baru sajah menikah ini aneh. Bagaimana mereka bisa bertengkar sambil menuruni tangga.

"Mereka terlihat romantis." pekik Azalea sambil memegang lengan suaminya.

Lavin hanya menggeleng pelan.
Sedangkan Konan sudah memegang perut, bukannya kakaknya itu selalu mengejek istrinya Lavin karena sering dipanggil aneh-aneh gegara nonton drakor. Ini nih karma is real.

Saga tersadar menatap ke bawah. Keluarganya lengkap sedang menonton adegan pertengkaran. Ningrum sialan ini. Dirinya lupa kalau sekarang sudah tinggal kembali di rumahnya bukan lagi apartemen.

Saga membuang napas kasar, meninggalkan semua orang yang menatapnya dan Ningrum.
Ningrum sialan.

Istri Ndeso Sang Dokter [End]Where stories live. Discover now