18 - The Secrets Was Opened

10.1K 832 31
                                    

SHEENAZ

Seperti yang sudah aku katakan semalam kepada Vino sebelum menemaninya untuk bertemu dengan temannya, paginya aku harus ke Pondok Indah untuk mengantarkan beberapa produk teh herbal yang dipesan Mama dua minggu lalu melalui salah satu situs e-commerce dan teh tersebut dikirim ke apartemenku dikarenakan jarak kirimnya lebih dekat.

Tepat pukul sepuluh pagi sebuah panggilan masuk dari Vino menggema memenuhi penjuru apartemen.

"Halo." Kataku ketika panggilan tersebut aku angkat.

"Aku udah di lobby ya, Sayang." Ucap Vino kemudian.

"Wait, aku turun sekarang." Kataku sebelum menutup teleponnya lalu bergegas keluar dari unit dan turun menuju lobby.

Tidak lama kemudian, aku sudah berada di lobby dan melihat Audi R8 milik Vino terparkir rapi di depan sana. Aku segera menghampirinya lalu masuk ke dalam mobil tersebut.

Vino tersenyum lalu mengecup keningku singkat sebelum menyalakan kembali mobilnya.

"Kamu beli Dough Lab?" Tanyaku ketika melihat dua buah paper bag yang sangat familiar yang Vino letakkan di jok belakang mobil.

Vino melirikku sekilas lalu mengangguk, "Untuk Mama kamu."

Aku melebarkan mataku menatap Vino tidak percaya, "Kok kamu tahu Mamaku suka cookies-nya Dough Lab?"

"Feeling, karena orang rumah di rumahku juga pada suka sama cookies-nya Dough Lab. Semalem aku tanya Oliv, katanya suruh beliin ini. Mama kamu beneran suka? Atau kita mampir ke Bakerzin dulu?" Tanya Vino menolehkan kepalanya sesaat.

Aku cepat-cepat menggeleng, "Nggak usah. Itu lebih dari cukup. Seriously, aku jadi ngerepotin kamu banget pakai beli-beli begituan segala. Mama kalau tahu pasti ngomel juga." Kataku menatapnya.

"Lho, kenapa ngerepotin? Nggak dong, Sayang." Ucapnya seraya menepuk pipiku lembut.

"Kamu ini..." Kataku tidak habis pikir. "Berarti sebelum jemput aku kamu mampir dulu beli ini?" Tanyaku sambil menunjuk paper bag tersebut.

Vino hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaanku karena sedang fokus menyetir, "Ini aku benar kan arahnya? Atau tadi harusnya belok kanan? Aku lupa-lupa ingat soalnya." Tanyanya memastikan.

Aku mengarahkan pandangan ke sekeliling jalanan di depanku lalu mengangguk membenarkan, "Benar kok, kamu tinggal lurus aja nanti di pertigaan baru belok kanan." Kataku memberitahunya.

"Semalam aku telepon Mama kalau aku datang sama kamu, kalau semisalnya Mama nanti agak heboh maafin ya." Kataku begitu ingat respon Mama ketika semalam aku telepon.

Vino tersenyum lalu menatapku dengan tatapannya yang lembut, "Nggak ada yang perlu di maafin. Kamu nggak ingat gimana kemarin Mamaku ketemu kamu?" Tanya Vino sambil terkekeh geli.

Aku ikut tertawa begitu mendengar ucapannya.

Lalu, tidak lama kemudian mobil yang Vino kendarai memasuki kompleks perumahanku dan mobil berhenti sesaat di depan pintu gerbang berwarna hitam setelah sebelumnya Vino menekan klakson mobilnya pelan.

Pak Budi, satpam yang bekerja di rumahku segera membukakan pintu gerbang setelah melihatku menurunkan jendela mobil sesaat.

Setelah mengucapkan terima kasih pada Pak Budi, Vino kembali menjalankan mobilnya menuju halaman rumah lalu berhenti tepat di samping mobil Ando.

"Di rumah kamu lagi ada siapa aja?" Katanya sembari melepaskan seat belt.

"Kayaknya lagi pada ngumpul." Kataku meringis menatapnya ketika melihat mobil Papa dan juga milik Ando terparkir rapi di garasi yang terbuka.

CITO. [COMPLETED]Where stories live. Discover now