25

150 6 0
                                    

Apa hati tak bisa memilih?
Apa jarak tak bisa teraih?

Aku milikmu,
Hai waktu yang tak kenal ragu.

Jantungku kini tak mengenali iramanya
Hati tak lagi kenal tuannya

Padamu aku pulang,
Padanya aku bertaut.

Hari Minggu pagi yang cerah saat Dian, Melisa, Leony dan si kecil Achava bersantai di halaman samping rumah. Mereka bertiga tertawa geli melihat Archava yang gempal itu setengah telanjang sedang dijemur.

Mereka bisa puas bermain dengan bayi menggemaskan ini hanya hari Minggu atau libur, selebihnya mereka dibantu oleh baby sitter yang Mama Leony carikan.

Leony bersikeras ingin Achava tumbuh besar di sampingnya daripada dibesarkan oleh orangtuanya di Jakarta. Toh kedua orangtuanya sibuk sehingga tak punya waktu mengurus bayi.

Mereka bertiga menoleh saat mendengar suara pagar dibuka. Caleb masuk dengan senyuman lebar sambil menenteng plastik.

"Bawa apaan lu?" Dian sudah menagih duluan. Seperti biasa, Caleb pasti bawa makanan setiap berkunjung ke rumah mereka.

"Kue-kue basah." sahut Caleb sambil menyerahkan bungkusan itu ke Dian dan Leony lalu menunduk melihat Achava yang asik menggeliat di pangkuan Melisa.

Caleb memperhatikan tawa Melisa dengan pandangan yang dalam. Ia begitu mengagumi perempuan di hadapannya itu.

"Cocok banget lu jadi ibunya." komentar Caleb membuat Melisa menengadah.

"Maksud lu, gue kayak ibu-ibu?"

"Bukan. Lu keibuan, udah pantes punya bayi." Caleb berjongkok di hadapan Melisa yang duduk di kursi. Di pangkuannya, Achava terlihat menikmati matahari pagi.

Melisa tersipu malu mendengar gombalan Caleb. Sudah ribuan rayuan yang keluar dari mulut Caleb, tak pernah gagal membuat Melisa merona karena malu.

"Tahun depan, gitu wisuda, gue langsung lamar elu!"

Dian, Leony, terutama Melisa, sangat terkejut mendengar pernyataan spontan Caleb.

"Weesssss! Sedap bener gombalan lu!" ledek Dian sambil tertawa. Leony mengerling ke arah Melisa yang masih melotot kaget.

"Gue gak gombal. Gue pasti lamar elu." Caleb menelungkupkan tangannya ke lutut Melisa yang telanjang. Melisa tergelitik. Ia menarik lututnya sampai terlepas dari genggaman Caleb.

"Yuk yuk! Chava Mama, kita mandi yaa cayang! Udah bau acem!" Menyadari situasi semakin sensitif, Leony mengambil Achava dan melirik Dian supaya mengikutinya masuk ke rumah.

Sepeninggal Dian dan Leony, Melisa hanya diam. Ia memandangi bunga anggrek yang sedang mekar. Caleb tahu, Melisa ingin menghindar. Tapi mau sampai kapan?

"Mel." panggil Caleb pelan.

Melisa menoleh. Ia sadar, mau gak mau dia harus menghadapi Caleb.

"Lu udah punya jawaban buat gue?" Caleb mencoba menatap mata Melisa untuk mencari jawaban di sana, namun Melisa tetap mengalihkan pandangannya ke hal lain.

Melisa menangkupkan tangannya ke pangkuan, "Kalo gue jawab iya, gimana?"

Caleb tersenyum, "Gue janji bakalan jaga elu. Gue akan berusaha sekuat tenaga gue supaya berhasil dan cari duit yang banyak, buat ngelamar elu."

Melisa menancapkan kukunya ke punggung ibu jarinya sendiri. Hatinya masih sangat ragu untuk memutuskan ini, "Kalo gue jawab, nggak?"

Caleb menghela nafas pelan, wajahnya tampak sangat kecewa, "Gue tetap bakalan selalu di samping lu kayak sekarang."

Jawaban Caleb membuat Melisa ingin menjerit. Bagaimana bisa dia egois menolak pernyataan cinta Caleb yang tulus dan memanfaatkan perhatiannya seperti yang selama ini ia dapatkan.

"Lu berhak bahagia, Cal. Siapa tau cinta sejati lu ada di luar sana nungguin lu." jelas Melisa.

"Tapi cinta sejati gue itu elu, Mel!" Caleb berlutut dan menangkupkan tangannya di atas tangan Melisa, "Gue gak bisa tanpa lu, gue gak punya siapa-siapa lagi selain lu!"

"Gue gak pantes buat lu, Cal!" Melisa mencoba meyakinkan Caleb lagi, "Hati gue ini udah mati rasa!"

"Gue gak peduli! Selama elu di sisi gue, gue gak peduli walau lu gak cinta ke gue." ucapan Caleb bertentangan dengan matanya yang berkaca-kaca.

Melisa menatap mata Caleb dengan perasaan yang ia gak bisa ungkapkan. Ia ingin memeluk pria itu dan mengatakan semuanya baik-baik saja.

"Lu akan tersiksa, Cal."

Caleb menggeleng, "Gue gak peduli. Gue butuh elu."

"Walau gue gak bisa bahagiain lu?"

"Lu ada di hadapan gue aja, gue udah bahagia. Gue gak butuh apapun selain lu." Caleb meremas tangan Melisa, ia takut Melisa memutuskan hubungan mereka begitu saja dan menjawab tidak. Dia sangat takut.

"Please, Mel." setengah memohon, ada getaran di sudut bibir Caleb. Ia sangat bersungguh-sungguh.

Melisa tak tahan lagi. Ia gak tahan melihat pria yang begitu baik ini memelas memohon padanya. Melisa merasa tak pantas diperlakukan sehebat ini.

Melisa mengangguk.

"Ya?" Caleb bertanya memastikan apakah yang dia gak salah mengerti maksud anggukan Melisa barusan.

"Ya." jawab Melisa sambil tersenyum.

"Yaaa!!! Yuhuuuu!!!" Caleb berselebrasi dengan memeluk Melisa dan mencium pipinya senang, "Thanks, Mel!"

Melisa hanya mengangguk sambil tersenyum menyaksikan kegembiraan Caleb. Ia gak pernah melihat Caleb sebahagia ini sebelumnya, dan ini membuat perasaan Melisa menghangat. Ia jadi menyukai keputusannya.

"Udah waktunya gue tutup buku tentang Tobi. Gue harus move on dan melanjutkan hidup gue. Caleb gak layak untuk disia-siakan. Gue gak mau membuang-buang waktu menunggu orang yang tega ninggalin gue gitu aja." Melisa menyepakati keputusannya di dalam hati. Bagaimanapun, bunga harus tetap mekar, meski ada atau tidak turunnya hujan sekalipun.

*******

MY GUARDIAN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang